Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINESUMATERASumatera Barat

Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19, Masihkah Menyisakan PR Penegak Hukum

×

Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19, Masihkah Menyisakan PR Penegak Hukum

Sebarkan artikel ini

Views: 37

BUKITTINGGI, JAPOS.CO – Dugaan penyelewengan dana covid-19 di RSAM Bukittinggi sudah berlarut lama, bahkan melibatkan oknum pejabat di lingkungan Rumah Sakit Ahmad Mochtar (RSAM).
Dana Covid yang diperuntukan untuk jasa medis dan dokter, yang dianggarkan langsung dari dana APBN, dimana masyarakat harus tahu, apalagi adanya hak hak yang belum dibayarkan kepada petugas medis dan dokter. Hal tersebut diungkapkan dr.Dedi Herman saat mengelar konfrensi pers di Bukittinggi, Senin, (12/06/23).
Dr Dedi Erman mengajukan perlindungan diri dan perlindungan hukum terhadap dirinya kepada presiden, LPSK. Surat tersebut sudah di tembuskan ke Kejaksaan Agung, KPK, pada tanggal 29 Mei, surat tersebut sudah di meja kemensesneg, langsung ke LPSK dan Menkopolhukam langsung ke KPK, di sertai bundle bahan laporkan.
“Surat perlindungan hukum, tembusannya  ke kejagung, allhamdulillah sudah di terima  tanggal 30 Mei, dan  tanggal 15 Mei saya melakukan podcast dengan Irma Hutabarat berharap Nakes secara keseluruhannya mendapatkan perlindungan dari presiden,” terangnya.
Menurutnya, langkah ini bertujuan menuntut hak nakes seluruhnya. “Saya sebagai orang yang di percaya seluruh Nakes di RSAM bekerja dekaligus  bertindak dari perwakilan dokter, perawat, nakes, satpam, CS yang bekerja di RSAM, bukan atas nama pribadi saya,” jelasnya.
Terkait kedatangan KPK di Bukittinggi beberapa hari lalu ”Saya memang mendengar  KPK datang ke Bukittinggi, namun saya belum di mintai keterangan oleh KPK, yang saya tau  KPK masih mengumpulkan data,  kemudian KPK  hanya ke Kejari dan Kejati Provinsi,” tegas  dr.Dedi.
Dugaan penyelewengan dana covid-19 secara pasti belum diketahui namun sesuai peraturan menteri kesehatan, kalau nominal tersebut diatur dan cukup buat nakes atau pun yang ada di RSAM. “Kalau kita bicara nominal nanti saya di kira cari uang,” kata Dedy.
“Kita berharap RSAM membayarkan hak orang, dengan membayarkan hak orang artinya kita menghargai kemanusiaan, menghargai Nakes yang bekerja siang malam demi keluarga,” lanjutnya.
“Yang uniknya saya di laporkan karena saya juga bekerja sebagai dosen di UNAND, saya di laporkan ke Dekan akan di kembalikan ke Padang, di persekusi serta di ancam segala macam, sehingga saya dingatkan agar  tidak   menemani, takutnya seperti kasus  lain nanti bisa hilang di jalan,” ungkap Dedy.
Setelah melalui perjuangan panjang, dr.Dedi sudah mendapatkan kabar Kejaksaan Agung mengingatkan Kejati untuk serius dalam kasus dugaan penyelewengan dana covid, karena banyak kasus tetapi banyak hilang di tengah jalan.
“Bahkan ada yang menyampaikan kepada saya atas kasus ini, ” mereka menyebutkan ini sudah sesuai dengan aturan, aturan dengan Direktur, aturan dari Provinsi, sesuai dengan PMK nomor 85 tahun 1915, kenapa bisa aturan menteri di ganti dengan aturan Direktur,” jelasnya.
Mengingat pertemuan tanggal 6 februari, setelah paginya Direktur Drg Busril menyebutkan akan mengamputasi siapa saja yang menjelek jelekkan RSAM, kemudian rapat sorenya waktu itulah mengaku Direktur bagian keuangan dan lain lain bahwa mereka memang salah, telah membuat pembagian uang yang salah, dan mereka minta maaf.
“Di katakan dr Yunita, tidak bisa seperti itu, ada aturannya dan pada saat itu ada usaha untuk merubah SK untuk menutupi kejadian  peristiwa, kemudian dr Dedi mengatakan ke drg Busril, ini belum selesai masalahnya”, jangan di sangka kita sudah menyelesaikan masalah dengan ngomong begini saja ada aturan yang di langgar, dan ada orang yang di rugikan, ” ujar dr Dedi mengritisinya.
“Lebih parah sudah ada SK, di SK tersebut sudah ada aturan pambagiannya berapa per pasien, berapa untuk perawat per pasien, berapa untuk CS per pasien, berapa untuk tukang cuci per pasien, semua itu ada aturannya, kalau mereka membuat aturan yang benar pasti selesai masalahnya, namun kenyataannya SK di ganti sebanyak 3 kali, sehingga memperkecil untuk orang bekerja awalnya 57% di buat menjadi 47%, di turunkan, contohnya 60 % jasa pelayanan berdasarkan aturan negara, di ganti menjadi 40% jasa sarana, dalam kasus tersebut malah di balikkan, 40% jasa pelayanan dan 60% jasa sarana, di duga ada indikasi menganti aturan Negara,” papar dr Dedi. merincinya.
“Setelah 40%  di putar lagi sehingga mengecilkan hak Nakes, di buat untuk Direksi 6%, struktural  awalnya 5% di naikkan menjadi 8,5%, itu pergantian SK nya bisa dalam waktu sebentar, ternyata untuk membuat SK tersebut menghabiskan uang Rp.612 juta, dengan alasan simulasi, dan ada 12 orang termasuk Direktur, wakil Direktur 1,2,3, ada kabid kabid, dengan 3 SK yang sudah di ganti ganti, dan di tanda tangani oleh Direktur yang lama dr Khairul,” tutupnya. (Yet)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Views: 179 JAKARTA, JAPOS.CO – Penyakit Lupus atau umum dikenal Systemic Lupus Erythematosus merupakan penyakit reumatik autoimun yang menyerang berbagai macam organ dan memiliki berbagai macam gejala. Penyakit ini disebabkan…