Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJAWAJawa Tengah

Adaptasi Menjaga Asa Masyarakat Pesisir Pulau Jawa

×

Adaptasi Menjaga Asa Masyarakat Pesisir Pulau Jawa

Sebarkan artikel ini

Views: 44

KOTA PEKALONGAN, JAPOS.CO – Saat ini dunia sedang mengalami perubahan iklim yang efeknya dapat mengancam kehidupan.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, baik secara langsung atau pun tidak langsung. Perubahan iklim dapat diamati dengan adanya perubahan pola, intensitas atau pergeseran parameter utama iklim seperti curah hujan, suhu, kelembapan, angin, tutupan awan dan penguapan. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya adaptasi dan mitigasi guna menghindari bencana dan kerugian yang lebih parah akibat terjadinya perubahan iklim.

Adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini terungkap dalam kegiatan Policy Dialogue

“Membangun Peradaban Maritim Baru Yang Kontemporer Berbasis Lansekap di Pekalongan dan Jawa Tengah yang berlangsung di Hotel Aruss Grand Ballroom Semarang, selama 2 hari, (29-30) Mei 2023.

Dalam dialog ini berupaya merumuskan strategi dan rekomendasi tata kelola untuk membangun wilayah maritim yang berketahanan di Jawa Tengah. Pendekatan kontemporer yang dilihat dari penerapan kerangka integrasi multisektor, lintas wilayah serta memadukan faktor kerentanan, risiko dan dampak perlu digarisbawahi dalam perumusan tersebut.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Yayasan Mercy Corps Indonesia (MCI) ini turut dihadiri oleh Wakil Walikota Pekalongan, H Salahudin. Wawalkot Salahudin mengapresiasi dan menyambut baik adanya kegiatan diskusi ini yang mempertemukan para pemangku wilayah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdampak perubahan iklim sehingga terwujud sinergi kebijakan lintas wilayah yang mengedepankan masyarakat sebagai kunci dalam melakukan penataan wilayah pesisir yang berketahanan. Menurutnya, Pemerintah kota saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur dan pengembangan budaya pesisir untuk menciptakan masyarakat Kota Pekalongan yang adaptif,” ucapnya usai menghadiri kegiatan Policy Dialogue

Menurut Wawalkot Salahudin, bahwa progress penanganan akibat perubahan iklim di Kota Pekalongan sudah menunjukkan keberhasilan 60 persen melalui berbagai upaya pembangunan infrastruktur pengendalian banjir maupun kolaborasi pendanaan dari APBN, Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi maupun APBD Kota Pekalongan.

” Tinggal sisi barat yang belum, namun ada hal yang perlu ditekankan yaitu masyarakat perlu didorong beradaptasi baik pola pikir dan pola kehidupan masyarakat itu sendiri terutama dalam memandang permasalahan permukiman,” ungkapnya.

Lanjutnya, pihaknya berharap, lahan yang sudah menjadi rawa bisa dimanfaatkan untuk rumah terapung, masyarakat juga memiliki pemahaman baru mencari rejeki di sektor perairan. Disamping itu, perlu adanya adaptasi dari sisi peraturan perundangan.

“Misal lahan sawah atau tambak bisa dibuat aturan agar bisa displit SHM nya dan dilindungi kepemilikannya, walaupun  sudah berupa rawa-rawa. Pemkot Pekalongan telah berupaya mengatasi perubahan iklim seperti rob dari sisi timur dengan pembangunan tanggul di pinggir laut dan sungai, membangun rumah-rumah pompa,  membuat bendung gerak  yang akan membuat Sungai Kupang bisa dikeruk untuk tampungan air hujan. Karena posisi airnya sudah rendah, maka setelah itu dipompa atau dialirkan pada saat air laut tidak rob,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif MCI, Ade Soekadis menjelaskan bahwa, kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari Policy Dialogue I pertama pada akhir tahun 2022 lalu, dimana telah dirumuskan 3 kebijakan penanggulangan banjir yang transformatif di masa depan.

” Tindaklanjut dari pemerintah untuk bisa melaksanakan strategi usulan tersebut, kita bertemu selama dua hari ini untuk mendiskusikan lebih teknis sehingga kami mengundang banyak pihak dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Povinsi,  Pemerintah Kota/Kabupaten terdampak perubahan iklim, komunitas peduli lingkungan, dan stakeholder terkait lainnya,” beber Ade.

Dipaparkan Ade bahwa, perlu study khusus untuk memberi masukan dan merumuskan kebijakan pembangunan ke depan agar bisa mewujudkan masyarakat yang adaptif terhadap perubahan iklim. Oleh karenanya, maka Mercy Corps Indonesia bersama seluruh pihak terkait merasa perlu untuk mengurai permasalahan hulu-hilir dalam memberikan solusi permasalahan banjir dan perubahan iklim secara jangka panjang.

Ade berharap, dari kegiatan ini, diharapkan dapat diperoleh kesepakatan bersama mengenai tindak lanjut strategi dan program yang tepat dalam upaya pengurangan risiko banjir dan perubahan iklim di Jawa tengah, khususnya pada wilayah studi ZFRA, yaitu Kota dan Kabupaten Pekalongan.

” Berbagai rancangan program tersebut diharapkan mampu menjadi inisiatif usaha bersama dalam menyelesaikan permasalahan banjir mulai dari akar masalah hingga dampak. Program-program yang disepakati juga diharapkan mampu menerjemahkan berbagai teori dan pendekatan riset yang rumit dan kompleks ke dalam langkah konkrit berasas manfaat dengan berbagai indikator keterukuran. Lebih lanjut lagi, alternatif solusi yang diambil dalam upaya integrasi hulu-hilir dalam penanggulangan risiko banjir dan perubahan İklim berbasis DAS di Pekalongan Raya diharapkan mampu menjadi model solusi jangka panjang bagi isu yang tengah dihadapi dunia saat ini, khususnya terkait perubahan iklim di wilayah pesisir dan kepulauan,” tandasnya.(sofi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *