Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJAWAJawa Barat

Gara-Gara Kesandung Suap, Mantan Walkot Banjar Dituntut 6 Tahun Penjara

×

Gara-Gara Kesandung Suap, Mantan Walkot Banjar Dituntut 6 Tahun Penjara

Sebarkan artikel ini

Views: 139

BANJAR, JAPOS.CO – Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno enam tahun penjara. Herman dinilai terbukti telah menerima suap terkait sejumlah proyek selama menjabat sebagai Wali Kota Banjar.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Tuntutan dibacakan JPU KPK dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Senin (5/9). Selain tuntutan penjara, JPU KPK juga menuntut pidana denda Rp 350 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. “Menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama enam tahun,” ujar JPU KPK.

Dalam kasus ini, Herman Sutrisno dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi. Jaksa menilai Herman bersalah sebagaimana Pasal 12 huruf b UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kedua.

Jaksa juga menuntut Herman Sutrisno untuk membayar uang pengganti atas perbuatan yang dilakukannya. Tak tanggung-tanggung, Herman diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 12.520.550.973 atau Rp 12 miliar lebih. “Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh ketentuan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” tutur JPU KPK.

Mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno meraup duit hingga Rp 2,2 miliar lebih selama menjabat sebagai kepala daerah. Duit itu diduga dari hasil Herman mengatur pemenang lelang proyek pekerjaan di Kota Banjar.

Pundi-pundi duit yang didapat Herman itu terungkap dalam dakwaan jaksa KPK dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Herman menerima duit selama menjabat sebagai Wali Kota dari 2008 sampai 2013. “Bahwa Herman Sutrisno pada 2008 sampai 2013 melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah menerima uang sejumlah Rp 2,2 miliar,” ucap jaksa penuntut umum (JPU) KPK saat membacakan surat dakwaan.

Duit tersebut didapat Herman dari Rahmat Wardi selaku direktur CV Prima. Perusahaan tersebut diketahui bergerak di bidang jasa konstruksi. Adapun Herman dan Rahmat Wardi sudah saling mengenal saat keduanya aktif di salah satu organisasi masyarakat. “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” kata JPU.

Akal Bulus

Vonis kepada Mantan Wali Kota Banjar tersebut bermula dari keterangan yang diungkapkan Mantan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Banjar yang membongkar akal bulus eks Wali Kota Banjar Herman Sutrisno mendapatkan cuan dari sejumlah proyek di kota Banjar. Herman diketahui mendapatkan fee usai mengatur proses lelang proyek di Kota Banjar. Hal itu terungkap saat jaksa KPK menghadirkan saksi Fenny Fahrudin yang sempat menjabat sebagai Kadis PU di Pemkot Banjar. Dalam dakwaan jaksa sebelumnya, Fenny diketahui jadi ‘tangan kanan’ Herman dalam mengatur proses lelang agar dimenangkan perusahaan Rahmat Wardi. Fenny juga diminta mengumpulkan duit fee yang disebut ‘uang kaluhur’ dari perusahaan untuk Herman Sutrisno.

Dalam persidangan tersebut, jaksa KPK awalnya membacakan beberapa BAP jawaban Fenny terkait perkara itu. Salah satunya saat ditanya bila tak melaksanakan tugas Herman akan berpengaruh pada karir Fenny. “Apakah betul seperti itu?,” tanya jaksa dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (8/6).

“Iya,” jawab Fenny singkat. Jaksa juga membacakan BAP bila Fenny mengatur lelang dengan menyerahkan terlebih dahulu HPS ke peserta lelang dari awal sampai akhir. HPS diberikan kepada perusahaan Rahmat Wardi. Fenny pun mengamini terkait proses tersebut. “Apakah saudara kontrol atas perintah ke anak buah?, ” tanya jaksa. “Mengontrol saat pelelangan maupun setelah,” kata Fenny menjawab. “Setelah lelang yang dilakukan bagaiaman realisasi dari fee yang tadi diminta kepada rekanan? Realisasi seperti apa?,” tanya jaksa lagi. “Realisasi dilakukan setelah pekerjaan selesai,” kata Fenny menjawab lagi. “Realisasi dilakukan setelah pekerjaan selesai,” kata Fenny menjawab lagi.

Terkait realisasi tersebut, sambung Fenny, dilakukan melalui dua tipe yakni perusahaan di bawah Gapensi dan ada juga dari perusahaan non-kontrak. Perusahaan non-kontrak ini berkaitan dengan penyediaan bahan. Adapun perusahaan Rahmat Wardi berada di bawah Gapensi. “Jadi setelah pekerjaan selesai, nah setelah dibayar itu ada yang dilakukan Gapensi karena rekanan tersebut. Jadi ada dari anggota Gapensi, ada dari pekerjaan non-kontrak. Jadi hanya pengadaan saja. Itu biasanya swakelola oleh dinas makanya saya langsung sampaikan ke Wali Kota,” tuturnya.

Fenny juga menyebutkan ada beberapa pembayaran fee yang dilakukan Rahmat Wardi ke Herman Sutrisno langsung. Fee yang dibayar per paket pekerjaan yang sudah selesai. “Jadi setiap ada pekerjaan selesai, Rahmat Wardi sampaikan sudah serahkan uang ke Wali Kota?,” tanya jaksa. “Iya ke Wali Kota,” jawab Fenny. “Setelah uang diberikan bagaimana kontrol bahwa yang fee disampaikan?,” tanya jaksa lagi. “Karena saya menanyakan ke Rahmat maka yang di daftar dinas ditandai,” kata Fenny lagi. Jaksa juga membacakan BAP terkait nominal fee yang diserahkan pengusaha ke Herman Sutrisno. Untuk paket pengairan sebesar 8 persen sedangkan Bina Marga 5 persen. “(Persentase seluruhnya) empat persen,” kata Fenny.

Kasus dugaan korupsi proyek ini juga turut mengungkap istilah ‘buku dapur’. Sebagaimana BAP Fenny Fahrudin yang dibacakan jaksa KPK, istilah buku dapur ini merujuk pada buku pencatatan pembayaran fee proyek. “Bahwa waktu penyerahan komitmen fee kepada Dinas PU Kota Banjar saat menjabat sebagai Kadis PU 2004-2010 pada termin akhir paket bulan Desember, sebelum diserahkan fee komitmen dicatat dalam sebuah buku yang disebut buku dapur. Penyerahan yang mencatat Herman Sutrisno. Apakah betul?,” kata jaksa membacakan BAP sekaligus menanyakan soal hal tersebut. “Betul,” kata Fenny.  (Tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *