BeritaHEADLINESumatera Utara

Krisis Legitimasi di DPRD Deli Serdang : Pembahasan Anggaran Terhambat, Masyarakat Menangis, Oknum Legislator Dinilai Tak Prioritaskan Rakyat

×

Krisis Legitimasi di DPRD Deli Serdang : Pembahasan Anggaran Terhambat, Masyarakat Menangis, Oknum Legislator Dinilai Tak Prioritaskan Rakyat

Sebarkan artikel ini

Views: 212

DELI SERDANG, JAPOS.CO – Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Deli Serdang, Senin (23/6/2025), berubah menjadi arena konflik politik yang memalukan. Sidang yang seharusnya menjadi forum tertinggi legislasi dan pengawasan, justru memunculkan wajah asli dari krisis kepemimpinan dan lemahnya integritas sejumlah oknum wakil rakyat. Puncaknya, Wakil Ketua DPRD, Agustiawan Saragih, memilih walk out di tengah kekisruhan, alih-alih memimpin jalan keluar dari kebuntuan.

Ketegangan bermula dari kekecewaan sejumlah fraksi – termasuk PDIP, Demokrat, PKS, Gerindra, dan lainnya – yang merasa diabaikan karena agenda strategis seperti pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) serta KUA-PPAS untuk Perubahan APBD 2025 (P-APBD) tidak dijadwalkan. Justru pimpinan sidang mengarahkan forum untuk langsung membahas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), langkah yang dinilai mengangkangi mekanisme musyawarah.

“Kalau pembahasan P-APBD 2025 ini ditunda, masyarakatlah yang menanggung akibatnya. Jangan sampai kita disalahkan karena kegagalan ini,” tegas Timur Sitepu dari Fraksi PDIP dalam interupsinya.

Kritik paling tajam datang dari Fraksi Demokrat dan anggota Badan Musyawarah DPRD. Mereka mengungkapkan bahwa pimpinan DPRD mengabaikan usulan resmi yang telah disampaikan, bahkan tak hadir dalam rapat Bamus, menunjukkan indikasi serius adanya pengabaian terhadap prinsip-prinsip akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan yang baik.

“Sudah jelas ada surat Bupati yang meminta pembahasan RPJMD, LKPD, dan KUA-PPAS. Tapi agenda ini sengaja diulur-ulur,” ungkap Ikhwanul Ismar, Ketua Fraksi Demokrat.

Aksi walk out Agustiawan Saragih menjadi simbol kegagalan kepemimpinan dalam menghadapi perbedaan pandangan politik. Bahkan ketika sejumlah anggota DPRD mencoba menahannya untuk tetap menjalankan sidang, ia tetap meninggalkan ruang paripurna, meninggalkan kekosongan kepemimpinan di saat forum membutuhkan arahan.

Masyarakat Jadi Korban, Program Kesehatan Terancam

Kekisruhan ini berdampak langsung pada tertundanya program-program vital seperti Universal Health Coverage (UHC) – layanan berobat gratis berbasis BPJS yang menjadi harapan masyarakat kecil. Hal ini membuat banyak warga mempertanyakan keberpihakan wakil rakyat yang terkesan sibuk dengan tarik-menarik kepentingan, alih-alih memperjuangkan hak dasar rakyat.

Bupati Deli Serdang, dr. H. Asri Ludin Tambunan, yang turut hadir di awal sidang, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga demi keberlanjutan program pembangunan. Ia menyayangkan ketegangan yang terjadi dan meminta semua pihak menomorsatukan kepentingan publik.

“KUA-PPAS adalah pedoman untuk menyusun P-APBD yang berisi program strategis seperti UHC. Kalau ini gagal dibahas, maka rakyatlah yang dikorbankan,” tegas Bupati Asri Ludin.

Ketua Lembaga Pengawasan Penyelenggara dan Pelayanan Publik (LP4), Pahala Sihombing, menyuarakan kekhawatiran publik atas dinamika yang mempermalukan institusi legislatif. Ia menilai kericuhan ini menunjukkan gejala konflik kepentingan, dan bahkan membuka dugaan adanya “politik anggaran” yang tidak transparan.

“Ketika kepentingan pribadi atau golongan mendominasi, maka kepercayaan publik akan runtuh. DPRD semestinya menjadi representasi suara rakyat, bukan tempat adu kuasa dan sabotase kepentingan rakyat,” tegas Pahala.

Ia juga mendorong agar konflik internal DPRD diselesaikan melalui jalur musyawarah di Badan Musyawarah (Bamus) atau jika perlu dimediasi oleh pihak ketiga netral seperti tokoh masyarakat atau lembaga independen.

Lebih jauh, Pahala menilai perilaku walk out pimpinan dewan sebagai contoh buruk yang tidak pantas dipertontonkan di forum kenegaraan.

“Ini bukan hanya krisis prosedural, tapi juga krisis etika dan moral. Bagaimana rakyat bisa menaruh harapan jika wakilnya justru lari dari tanggung jawab?” ujarnya dengan nada prihatin.

Meski rapat paripurna akhirnya tetap dilanjutkan oleh 36 dari 50 anggota DPRD – yang berarti memenuhi kuorum – langkah ini dianggap sebagai bentuk perlawanan dari anggota dewan yang masih konsisten memperjuangkan agenda rakyat.

“Kami sepakat untuk langsung menjadwalkan pembahasan LKPD dan KUA-PPAS esok hari. Kita tidak bisa terus bermain-main dengan waktu dan kepentingan masyarakat,” tegas Antony Napitupulu dari Fraksi PDIP.

Namun, kerusakan citra telah terjadi. Masyarakat kini mempertanyakan: Apakah DPRD Deli Serdang masih layak dipercaya sebagai pelayan aspirasi rakyat, atau justru telah menjadi panggung kepentingan politik sempit?

Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada rakyat bukanlah sekadar jargon dalam demokrasi, melainkan prinsip yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata. DPRD Deli Serdang kini berada di persimpangan: memperbaiki kepercayaan publik, atau terus menambah daftar panjang kekecewaan terhadap wakil rakyat. (RM/L.Tampu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *