Views: 83
BELITUNG, JAPOS.CO – Menyikapi viralnya pemberitaan dugaan penyerobotan lahan Klenteng Sijuk di Desa Sijuk, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, DPRD Kabupaten Belitung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (17/6), bertempat di ruang sidang DPRD Belitung, Tanjungpandan.
RDP ini mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa, yakni perwakilan Yayasan Sijuk Peduli Bersama dan kuasa hukum Ibu Jean—pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 177/Sijuk atas nama Ir. Stanchion Liwan Pangkey—serta dihadiri Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Belitung, Ronal Arkines Saragih.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Belitung, Vina Cristyn Ferani, didampingi Ketua Komisi I, Suherman, dan anggota DPRD lainnya: Wahyudi Wirayudha dan Wyllianto. Dalam sambutannya, Vina menyampaikan apresiasi terhadap keberadaan Klenteng Sijuk yang telah berdiri sejak tahun 1815 dan kini berkembang sebagai destinasi wisata religi.
Namun, proses pengajuan sertifikat atas lahan klenteng yang baru dilakukan tahun ini memunculkan klaim tumpang tindih dari pihak Ibu Jean. “Klenteng Sijuk sudah lama berdiri, tetapi sertifikat lahan baru diajukan tahun ini. Ternyata muncul klaim sebagian atau seluruh lahan dari pihak Ibu Jean. Maka, kita dudukkan bersama dalam forum ini,” ujar Vina.
Dalam penjelasannya, Kepala Kantor Pertanahan Belitung, Ronal Arkines Saragih, menyatakan bahwa SHM No. 177/Sijuk milik Ibu Jean merupakan hasil pemecahan dari SHM No. 379/Sijuk yang diterbitkan pada 6 Maret 1968. Sertifikat tersebut memiliki dasar hukum kuat, antara lain:
-
Surat Keterangan Lurah Kampung Sidjuk No. 1/Pt/68 tertanggal 19 Februari 1968.
-
Surat Keputusan Residen Bangka Belitung No. 472/BILL/AGR tertanggal 8 Juni 1940.
-
Surat Jual Beli antara Tjen Man dan Asnawi tertanggal 24 April 1962.
“Berdasarkan data historis dan rekonstruksi peta, posisi lahan milik Ibu Jean memang berdekatan, tetapi tidak menimpa bangunan Klenteng Sijuk. BPN tidak pernah menerbitkan sertifikat di atas lahan klenteng,” tegas Ronal.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya siap melakukan pengukuran ulang jika diperlukan. “Silakan ajukan permohonan penataan batas, tim kami akan turun ke lapangan,” ujarnya.
Ronal menjelaskan bahwa SHM No. 177/Sijuk telah mengalami beberapa kali peralihan hak, termasuk transaksi jual beli yang tercatat pada 8 November 1999 melalui Akta Jual Beli No. 096/Kec.TP/XI/1999. Pemilik terakhir sebelum Ibu Jean adalah Ir. Stanchion Liwan Pangkey.
Di sisi lain, Yayasan Sijuk Peduli Bersama mengklaim memiliki lahan seluas 672 m² dengan dasar Akta Pelepasan Hak No. 593/120/KEC.SIJUK/I/2024 dan SK PPPFT No. 500.115.2/28/SKPPPFT/SJ.II/2024. Produk pertimbangan teknis diterbitkan pada 19 Maret 2025.
Atas dasar pemaparan dari berbagai pihak, DPRD Belitung memberikan rekomendasi agar Ibu Jean segera mengajukan permohonan penataan batas ke Kantor Pertanahan. Kedua belah pihak—Yayasan Sijuk Peduli Bersama dan Ibu Jean—juga diminta menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah. Jika tidak ada titik temu, jalur hukum menjadi opsi terakhir.
Perwakilan Yayasan, Juhri, menyayangkan tidak adanya penjelasan dari pihak Ibu Jean terkait asal-usul tanah saat pertemuan sebelumnya di BPN. Ia juga menyebutkan bahwa tuntutan ganti rugi sebesar Rp1 juta per meter persegi dari pihak Ibu Jean—jika lahan yang disengketakan seluas 6.000 m²—terkesan tidak rasional, karena nilainya mencapai Rp6 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum Ibu Jean, Andi, menyatakan bahwa pihaknya telah mencoba menjalin komunikasi damai dengan pengurus Yayasan, namun belum ada pertemuan yang terealisasi.
Mantan anggota DPRD Belitung, Johan Hanibal Palit, mengapresiasi langkah DPRD yang telah memfasilitasi pertemuan ini. Ia menegaskan bahwa sengketa ini harus diselesaikan secara adil dan transparan, tanpa ada pihak yang merasa dimonopoli. “Klenteng Sijuk adalah aset budaya dan wisata, tidak hanya untuk Belitung tapi juga berskala nasional dan internasional. Kearifan lokal ini harus dijaga demi kesinambungan pembangunan daerah,” tegasnya. (Yustami)