BeritaHEADLINEWisata

Geopark Kaldera Toba dan Upaya Meraih Green Card UNESCO: Tantangan dan Harapan

×

Geopark Kaldera Toba dan Upaya Meraih Green Card UNESCO: Tantangan dan Harapan

Sebarkan artikel ini
Poto Caldera Danau Toba Sangat Indah. (Poto.Dok Japos.co)

Views: 149

SAMOSIR, JAPOS.CO — Setelah Kaldera Toba resmi menyandang status sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) sejak 10 Juli 2020, ekspektasi besar dari UNESCO dan masyarakat internasional pun mengiringi. Harapan utama adalah bagaimana pengelola geopark dapat mempertahankan standar internasional yang telah ditetapkan, khususnya dalam aspek pelestarian lingkungan, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Seiring dengan berkembangnya konsep geopark modern, pendekatannya pun semakin holistik. Tidak sekadar melindungi situs geologi dari ancaman vandalisme dan dampak pariwisata, geopark kini menjadi pusat pendidikan lingkungan, interpretasi ilmiah, dan pembangunan berkelanjutan. Negara-negara seperti Tiongkok dan berbagai kawasan di Eropa telah membuktikan bahwa investasi serius dalam geopark mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja. Di Tiongkok, geopark menjadi alat strategi pembangunan pedesaan, sedangkan di Eropa, geopark telah meningkatkan geliat bisnis dan aktivitas wirausaha masyarakat.

Namun, situasi berbeda dialami Geopark Kaldera Toba. Berdasarkan hasil evaluasi UNESCO yang dituangkan dalam surat Ref: SC/EES/EG/24/149, pasca pertemuan ke-8 Dewan Geopark Global UNESCO di Marrakesh, Maroko (4–5 September 2023) dan dilanjutkan 7–8 Desember 2023, Kaldera Toba mendapatkan “kartu kuning” — status peringatan — untuk periode 1 Januari 2024 hingga 31 Desember 2025.

Empat Rekomendasi UNESCO untuk Geopark Kaldera Toba

UNESCO mengeluarkan empat rekomendasi strategis agar Geopark Kaldera Toba bisa mempertahankan statusnya dan meraih “green card” (status penuh tanpa catatan):

1.Warisan Geologi dan Interpretasi :Diversifikasi narasi geologi dan lakukan survei menyeluruh untuk menjangkau lebih banyak situs geologi yang bernilai tinggi.

2.Warisan Alam, Budaya, dan Takbenda : Inventarisasi secara menyeluruh seluruh bentuk warisan—baik alam, budaya, maupun takbenda—yang belum tercakup dalam narasi geopark, lalu integrasikan dalam satu alur cerita terpadu.

3. Visibilitas dan Kemitraan : Tingkatkan visibilitas Geopark Kaldera Toba di tingkat lokal, nasional, dan internasional dengan strategi komunikasi yang lebih efektif dan inovatif.

4.Jaringan dan Pelatihan : Perluas keterlibatan dalam jejaring geopark nasional, regional (APGN), dan global (GGN), serta jalin kemitraan aktif dengan geopark-geopark lainnya di dunia.

Setelah ditetapkan sebagai UGGp, pembentukan kelembagaan pengelola baru dilakukan lima bulan kemudian melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 48 Tahun 2020. Disusul dengan pengangkatan personel melalui Keputusan Gubernur No. 188.44/630/KPTS/2020. Sayangnya, dinamika internal kemudian melemahkan performa organisasi. Beberapa pejabat inti mengundurkan diri karena ketidaksesuaian latar belakang keahlian. Penggantian personil pun dilakukan pada 2021, namun manajemen tetap dinilai tidak optimal.

Lemahnya struktur organisasi dan minimnya program kerja yang terencana menyebabkan ketidaksiapan pengelola dalam memenuhi enam rekomendasi UNESCO sejak 2020. Puncaknya terjadi pada Februari 2023 saat penyusunan dokumen dosir untuk revalidasi: pengumpulan data tidak lengkap, koordinasi lemah, dan substansi belum memenuhi ekspektasi UNESCO.

Saat tim asesor melakukan kunjungan lapangan pada akhir Agustus 2023, kelemahan semakin nyata. Persiapan administrasi dan konten lapangan dinilai belum matang, bahkan saat sesi ekspos evaluasi akhir. Meski begitu, UNESCO masih memberi ruang perbaikan pasca asesmen.

Evaluasi dari UNESCO seharusnya menjadi momentum introspeksi dan perbaikan menyeluruh. Geopark Kaldera Toba memiliki potensi luar biasa untuk menjadi ikon konservasi, pendidikan, dan pariwisata berkelanjutan di Indonesia bahkan dunia. Namun untuk itu, dibutuhkan manajemen yang solid, kepemimpinan visioner, dan komitmen kolektif lintas sektor—pemerintah, akademisi, masyarakat, dan pelaku usaha.

Jika seluruh rekomendasi UNESCO dapat dilaksanakan secara konsisten, maka jalan menuju “green card” terbuka lebar. Lebih dari sekadar status, ini adalah peluang besar menjadikan Kaldera Toba sebagai model geopark dunia: sebuah kawasan yang menjaga bumi, memberdayakan masyarakat, dan menginspirasi generasi.

Pasca pelaksanaan revalidasi Geopark Toba pada tahun 2023, terjadi stagnasi kelembagaan yang signifikan. Ketua Harian Badan Pengelola Geopark dinyatakan tidak aktif, menyebabkan kelumpuhan struktur organisasi. Para koordinator bidang pun sebagian besar tidak berperan aktif, sehingga hanya Sekretariat yang berjalan sendiri menangani tugas kelembagaan dan menindaklanjuti rekomendasi UNESCO. Geopark Toba praktis dijalankan secara one man show sejak September 2023.

Kondisi ini memicu kekhawatiran, mengingat UNESCO telah mengeluarkan “kartu kuning” sebagai peringatan atas berbagai kekurangan dalam pengelolaan Geopark Toba. Dalam upaya pemulihan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Toba Caldera UNESCO Global Geopark, tertanggal 22 Februari 2024. Namun pengisian ulang struktur kelembagaan baru dilakukan hampir satu tahun kemudian, melalui pengumuman resmi Nomor: 500.13/470/2025 tanggal 17 Januari 2025, dan dikukuhkan pada 4 Februari 2025.

Kepengurusan baru menunjukkan semangat tinggi dalam mengejar ketertinggalan, terutama menghadapi revalidasi UNESCO yang dijadwalkan pada Juni 2025. Meskipun tenggat waktu pengiriman laporan diperpanjang dari 31 Januari menjadi 15 Februari 2025, pertanyaan besar tetap mengemuka: dalam waktu Februari hingga Juni, mampukah Badan Pengelola menyelesaikan empat rekomendasi utama UNESCO secara tuntas dan berkualitas?

General Manager (GM) Geopark Toba saat ini, seorang akademisi yang terbuka terhadap publik, menyampaikan beberapa fakta penting:

  1. Dokumen Revalidasi: Substansi laporan kinerja pengelolaan periode sebelumnya—Dokumen A, B, Progress Report, dan Annual Report 2023-2024—belum lengkap. Ini menjadi tantangan besar menjelang kedatangan asesor UNESCO.

  2. Pendanaan: Tidak ada dukungan operasional dari APBD Provinsi maupun tujuh kabupaten. Anggaran masih dalam proses dan sebagian harus diajukan lewat P-APBD 2025.

  3. Kerja Sukarela: Pengurus diminta bekerja tanpa honorarium, bahkan mengandalkan dana pribadi GM dan para manajer demi keberlangsungan program yang mendesak.

Empat Rekomendasi UNESCO yang Harus Dikejar

UNESCO memberikan empat rekomendasi utama yang harus dipenuhi:

  1. Warisan Geologi dan Interpretasi:

    • Diversifikasi narasi geologi dan perluasan survei situs.

    • Pemilihan singkapan batuan representatif dan mudah diakses.

    • Penyediaan panel interpretatif ilmiah yang mudah dipahami masyarakat.

    • Integrasi warisan alam, budaya, dan takbenda dalam narasi geopark.

  2. Visibilitas dan Kemitraan:

    • Meningkatkan kehadiran publik Geopark Toba.

    • Materi komunikasi harus akurat secara ilmiah dan tata bahasa.

    • Definisi peran dan tanggung jawab mitra secara jelas dan terukur.

  3. Jaringan dan Pelatihan:

    • Penguatan keterlibatan dalam jaringan geopark nasional, regional (APGN), dan global (GGN).

    • Pelatihan intensif bagi pengelola dan petugas geosite untuk peningkatan kapasitas.

  4. Manajemen Geosite dan Partisipasi Lokal:

    • Pengelolaan tapak geosite harus kuat, profesional, dan berkelanjutan.

    • Keterlibatan nyata masyarakat lokal dalam pengelolaan dan promosi geosite.

Tim asesor UNESCO akan memverifikasi langsung kondisi tapak geosite, mulai dari peta dan panel interpretatif hingga keterlibatan masyarakat lokal dan visibilitas geopark. Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak geosite belum memenuhi standar UNESCO.

Pertanyaannya, apakah ketika pengunjung datang ke lokasi-lokasi di kawasan Danau Toba, mereka dengan mudah dapat mengenali bahwa mereka sedang berada di kawasan Geopark Toba—sebagaimana publik mengenali INDOMARET yang seragam di seluruh Indonesia?

Penulis mengibaratkan pengelolaan Geopark ideal seperti standar layanan di toko waralaba: mudah dikenali, memiliki sistem operasional yang seragam dan rapi, serta memberikan pengalaman yang konsisten kepada pengunjung. Saat ini, kondisi tapak Geopark Toba masih jauh dari standar tersebut.

Dengan segala keterbatasan manajemen, infrastruktur, dan dukungan anggaran, publik menantikan jawaban dari pengelola baru: mampukah Geopark Toba bangkit dan mempertahankan status UNESCO Global Geopark di tahun 2025 ini? ***

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl_Ec., M.Si (Penulis adalah Penggiat Lingkungan / Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *