BeritaRiau

DR Robintan Sulaiman Ingatkan Pentingnya Prosedur dalam Penerbitan Izin dan Eksekusi Lahan di Siak

×

DR Robintan Sulaiman Ingatkan Pentingnya Prosedur dalam Penerbitan Izin dan Eksekusi Lahan di Siak

Sebarkan artikel ini
DR.Robintan Sulaiman bersama media diskusi hukum

Views: 109

SIAK, JAPOS.CO  – Ahli Forensik Hukum, DR. Robintan Sulaiman, mengingatkan agar setiap penerbitan izin maupun pelaksanaan eksekusi lahan di Kabupaten Siak dilakukan dengan mematuhi prosedur hukum yang berlaku. Hal ini penting guna mencegah munculnya konflik agraria yang kerap kali terjadi di wilayah tersebut.

Dalam keterangannya kepada Media pada Kamis (8/5/2025), Robintan menilai bahwa Kabupaten Siak termasuk wilayah yang rawan konflik pertanahan, baik yang melibatkan individu, korporasi, maupun koperasi.

“Penerbitan Izin Lokasi (Inlok), Izin Usaha Perkebunan (IUP), maupun pelaksanaan sita eksekusi pengadilan harus benar-benar dilakukan sesuai prosedur. Jika tidak, potensi konflik baru akan sangat besar,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa proses penerbitan Inlok maupun IUP tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Menurutnya, Inlok yang menjadi dasar terbitnya IUP harus melewati verifikasi ketat dan melibatkan para pemangku kepentingan terkait, serta disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Verifikasi ini penting untuk memastikan kesesuaian fungsi kawasan. Contohnya, jika lahan berada dalam kawasan daerah aliran sungai (DAS), hutan lindung, atau pemukiman, maka tidak serta-merta bisa dimasukkan ke dalam Inlok,” terang Robintan.

Lebih lanjut ia mengingatkan bahwa jika tahapan verifikasi dilewati atau terdapat manipulasi data, maka penerbitan izin dapat dinyatakan cacat administrasi. “Pelanggaran ringan bisa dikoreksi, tetapi jika pelanggarannya berat, maka masuk ranah pidana, seperti pemalsuan dokumen,” ujarnya menegaskan.

Terkait kewenangan, Robintan menerangkan bahwa penetapan RTRW merupakan wewenang pemerintah pusat, sementara  IUP menjadi kewenangan kepala daerah. Hal ini perlu dipahami agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antarinstansi.

Ia juga menyoroti persoalan pelaksanaan sita eksekusi lahan yang kerap memicu konflik baru di tengah masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilakukannya constatering atau pencocokan kondisi di lapangan sebelum pelaksanaan eksekusi.

“Eksekusi lahan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus didahului oleh proses constatering. Pengadilan wajib melibatkan badan pertanahan dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terdampak,” jelasnya.

Robintan menyatakan bahwa proses constatering ini tidak bisa dilewatkan karena menyangkut keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat. Jika eksekusi dilakukan tanpa prosedur tersebut, maka pihak yang melakukannya dapat dikenakan sanksi hukum.

Ia menambahkan bahwa dalam kasus putusan pengadilan terhadap perusahaan yang terbukti menyebabkan kebakaran lahan, pihak yang berhak mengeksekusi denda adalah pemerintah daerah setempat, seperti bupati, jika kejadian terjadi di wilayah kabupaten.

“Penting untuk menegakkan hukum secara tepat, agar keadilan tidak hanya bersifat formal, tetapi juga prosedural dan substantif. Prosedur yang dilanggar akan menghasilkan ketidakadilan baru,” tegas Robintan.

Dengan kompleksitas konflik pertanahan di Kabupaten Siak, ia berharap para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah hingga aparat penegak hukum, dapat bekerja sama dalam menegakkan aturan demi menciptakan kepastian hukum dan menghindari polemik yang berkepanjangan di tengah masyarakat.(AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *