BeritaRiau

Orangtua Siswa SMPN 37 Pekanbaru Kecewa atas Pembatalan Acara Perpisahan

×

Orangtua Siswa SMPN 37 Pekanbaru Kecewa atas Pembatalan Acara Perpisahan

Sebarkan artikel ini
Kepsek SMPN 37 Indrawaty dan Ketua paguyupan Halimah memberikan arahan kepada anak murid di halaman sekolah.

Views: 874

PEKANBARU, JAPOS.CO – Sejumlah orangtua siswa SMP Negeri 37 Pekanbaru menyampaikan kekecewaannya atas pembatalan acara perpisahan kelas IX yang sebelumnya telah direncanakan bersama pihak sekolah. Mereka menyayangkan keputusan sepihak yang dinilai tidak mencerminkan semangat musyawarah dan kekeluargaan yang selama ini dijaga dalam lingkungan sekolah.

Halimah Tumsadiyah, salah seorang perwakilan orangtua siswa sekaligus Ketua Paguyuban Kelas, menjelaskan bahwa wacana perpisahan bukan berasal dari sekolah, melainkan merupakan inisiatif para orangtua yang tergabung dalam paguyuban. Masing-masing kelas memiliki dua orang perwakilan yang telah melakukan rapat dan menyepakati pelaksanaan kegiatan tersebut.

“Bukan dari saya pribadi, Pak. Kami sebagai perwakilan orangtua murid dari setiap kelas sudah berdiskusi dan menyetujui rencana perpisahan ini. Kami pun sudah menyampaikan langsung ke Ibu Kepala Sekolah dan para guru saat rapat. Tidak ada keberatan waktu itu,” jelas Halimah kepada media pada Kamis (17/04/2025).

Menurut Halimah, perpisahan ini dirancang sebagai bentuk kenangan dan penghargaan untuk anak-anak mereka yang telah menyelesaikan masa pendidikan di jenjang SMP. Namun, tanpa diduga, muncul pemberitaan di media yang menyebut acara perpisahan menjadi polemik dan akhirnya dibatalkan oleh pihak sekolah.

“Tau-tau muncul pemberitaan yang menyudutkan sekolah, padahal tidak seperti itu kejadiannya. Ini tentu mencoreng nama baik sekolah. Padahal semua pihak bisa duduk bersama mencari solusi jika ada keberatan,” lanjutnya.

Halimah mengungkapkan bahwa hanya segelintir orangtua yang menolak, namun keputusan pembatalan justru berdampak luas terhadap ratusan siswa lain yang sangat berharap acara tersebut tetap berlangsung.

“Anak-anak kami sedih, mereka sudah sangat menanti momen ini. Lebih dari 200 siswa yang kecewa. Ini bukan masalah besar, biaya yang kami ajukan hanya Rp250 ribu dan itu pun bisa diangsur. Tapi kemudian beredar isu bahwa iuran mencapai Rp400 ribu dan memberatkan. Padahal itu tidak benar,” jelasnya.

Selain perpisahan, Halimah juga menyinggung kegiatan praktik siswa yang disebut T5, di mana kantin sekolah ditutup sepanjang hari dan para orangtua secara swadaya menyediakan makanan bagi para siswa. “Kami gotong royong, bahkan ada yang membawa adik mereka untuk turut membantu. Semua itu demi kebersamaan,” ungkapnya.

Halimah menegaskan bahwa pihak sekolah, khususnya Kepala Sekolah, selama ini sangat terbuka dan tidak pernah memaksa siswa untuk ikut dalam kegiatan yang memerlukan biaya. Bahkan tahun-tahun sebelumnya pun siswa yang tidak mampu tetap diberi kesempatan dan tidak dipermasalahkan.

“Ibu Kepala Sekolah dari awal memang khawatir akan muncul drama-drama seperti ini. Tapi kami ada bukti, dokumentasi rapat, dan daftar hadir. Semua inisiatif ini berasal dari kami, bukan paksaan sekolah. Jadi kami merasa tidak adil jika sekolah yang disalahkan,” katanya.

Lebih lanjut, Halimah meminta agar semua pihak, termasuk anggota dewan yang mungkin turut mendengar isu ini, mendengarkan penjelasan dari seluruh pihak, bukan hanya sepihak. Ia berharap, persoalan ini bisa diluruskan agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.

“Ini masalah internal, sebaiknya dibicarakan dulu secara baik-baik. Jangan langsung diumbar ke luar. Kalau memang tidak ada jalan keluar, barulah kita cari alternatif lainnya,” tutup Halimah.

Acara perpisahan yang seyogianya menjadi momen bahagia kini berubah menjadi sumber kekecewaan, tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi orangtua mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang baik dan musyawarah mufakat dalam lingkungan pendidikan. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *