BeritaJawa Barat

Eka Santosa Menyayangkan Sikap Bupati Pangandaran yang keluar dari Marwah sebagai Pejabat Negara

×

Eka Santosa Menyayangkan Sikap Bupati Pangandaran yang keluar dari Marwah sebagai Pejabat Negara

Sebarkan artikel ini
Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa, Eka Santosa Menyayangkan Sikap Bupati Pangandaran yang keluar dari Marwah sebagai Pejabat Negara. (Foto:Mamay)

Views: 1.2K

PANGANDARAN, JAPOS.CO – Beredar video Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata, mengamuk di rumah salah satu wartawan media online saat pemilik rumah sedang beres beres mobil di depan rumah, yang beralamat di Dusun Karangsari RT 006/ RW 003 Desa Pananjung, Kecamatan/ Kabupaten Pangandaran. Video tersebut kemudian beredar di beberapa aplikasi goup WhatsApp. Selasa (3/2) .

Selain video bupati ngamuk, dalam aplikasi WhatsApp itu juga beredar pesan laporan pengaduan atas dugaan pengancaman oleh bupati terhadap wartawan.

Mantan pimpinan Komisi II DPR RI penggagas Pemekaran Kabupaten Pangandaran, Eka Santosa menyayangkan sikap Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata yang mengamuk di rumah salah satu wartawan media online. Ancaman kepada wartawan itu diduga terkait pemberitaan tentang kerusakan lingkungan di Harim Laut Tanjung Cemara Karangtirta Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran.

Apalagi, kata Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa ini, Jeje juga diduga telah mencakar muka Camat Sidamulih di depan warga juga karena persoalan serupa. “Insiden penyerangan (ngontrog) Bupati Pangandaran ke rumah seorang wartawan dan kepada rumah warga sukaresik termasuk adu mulut terbuka bahkan mencakar muka Camat Sidamulih di depan warga masyarakat adalah tindakan yang menyimpang dari etika seorang pejabat maupun dari sisi Budaya, ” katanya.

Eka menjelaskan, sebagai pihak yang mengikuti persoalan Tanah Tanjung Cemara, pihaknya menemukan sebuah keanehan berpikir dari Bupati Pangandaran. Di mana Jeje merupakan sosok yang mempelopori Penanaman atau Penghijauan di area tersebut yang kemudian diikuti oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jabar yang juga melibatkan BJB sebagai pendukungnya, tapi lain pihak Bupati sepertinya juga memberikan ijin lahan tersebut untuk di alih fungsikan. “Sekarang status tanah yang ditanam bupati ini berubah jadi Milik pengusaha Tjahya dan kemudian dibenteng. Yang pasti sebagian Pohon Cemara di pinggir pantai tersebut penanamannnya di pelopori oleh bupati sendiri tapi ketika juga diporak porandakan oleh saudara Tjahya malah dibiarkan dan terkesan diberikan ijin, ” jelas Eka.

Menurutnya, jika Jeje Tidak puas dengan segala pemberitaan Tanjung Cemara seharusnya merespon dengan elok. Misalnya, dengan klarifikasi atau hak jawab. Sehingga tak perlu sampai melakukan teror kepada wartawan. “Saya memaklumi atas rasa kekurangnyamanan saudara Jeje sebagai ruan rumah menjamu tamunya saudara Dedi Mulyadi di sebuah Rumah makan kepunyaan saudara Tjahya yang kebetulan sedang menjadi Surotan atas penguasaan sebidang tanah yang diprotes oleh warga Desa Sukaresik yang dikenal Kasus Tanjung Cemara. Sebaliknya, saya juga bisa memahami sensifitas warga Sukaresik atau oleh awak Media terhadap Pertemuan tersebut yang dinilai Sangat Aktraktif di tengah tengah kecurigaan masyarakat terhadap adanya indikasi permainan atas pengadaan tanah antara Saudara TJAHYA dengan pihak oknum penguasa di Kabupaten Pangandaran, ” pungkasnya. (Mamay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *