Views: 133
KEDIRI, JAPOS.CO — Kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Kediri kembali menjadi sorotan publik. Lembaga Swadaya Masyarakat Masyarakat Demokrasi Anti Korupsi (MERAK) mengungkapkan kekecewaan mendalam atas dugaan lemahnya penindakan hukum terhadap proyek pembangunan gedung perpustakaan dan rehabilitasi ruang kelas SDN Gurah 2 yang menelan anggaran dari APBD 2024 senilai Rp 639.760.000. Proyek tersebut dilaksanakan oleh CV PMD melalui Satuan Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri dengan penanggung jawab berinisial Dr. MM, M.Pd.
Ketua Umum LSM MERAK, M. Hartadi, menyampaikan bahwa pihaknya telah melayangkan surat pengaduan resmi kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri melalui Surat Nomor: 013/DPP.MERAK/VII/2025. Dalam surat tersebut, MERAK menuntut dilakukannya audit teknis dan investigasi menyeluruh atas indikasi pelanggaran serius yang terjadi dalam pelaksanaan proyek. Menurutnya, terdapat dugaan kuat terjadi penyimpangan pada kualitas dan kuantitas pekerjaan, manipulasi data kontrak, hingga pelaporan item pekerjaan fiktif pasca FHO (Final Hand Over).
“Proyek ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan negara, tetapi juga mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Kami melihat banyak indikasi penyimpangan teknis yang sangat fatal dan bisa berdampak jangka panjang terhadap keselamatan bangunan serta pengguna, dalam hal ini siswa dan guru,” tegas Hartadi.
Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh MERAK, ditemukan setidaknya 10 poin pelanggaran teknis dan administratif dalam pelaksanaan proyek tersebut:
- Ketidakpatuhan terhadap Sistem Manajemen Konstruksi dan K3: Pekerja di lapangan tidak dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang layak dan tidak menerapkan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) sesuai standar SMK2.
- Pembongkaran Tidak Menyeluruh: Dinding lama dibongkar menggunakan jack hammer secara tidak menyeluruh. Masih banyak sisa konstruksi yang tertinggal, yang seharusnya dibersihkan.
- Penggunaan Material Tak Sesuai Spesifikasi: Tanah urug menggunakan material bekas bongkaran, bukan pasir urug standar, serta tidak dilakukan pemadatan sesuai metode teknik sipil.
- Konstruksi Balok dan Tulangan Tidak Sesuai Kaidah: Pemasangan balok gantung dan besi tulangan tidak sesuai posisi tumpuan struktural, berisiko besar terhadap ketahanan bangunan.
- Kualitas Bata dan Pasir di Bawah Standar: Bata merah yang digunakan mudah hancur dan ringan, pasir berasal dari jenis halus lebo, bukan dari Brantas atau Lumajang yang direkomendasikan untuk struktur bangunan.
- Pengurangan Jumlah Besi: Jarak pemasangan ring besi melebihi 15 cm, menandakan adanya pengurangan material yang dapat melemahkan struktur.
- Campuran Beton Tidak Standar: Komposisi adukan beton tidak mengikuti ketentuan PBI 1971, menimbulkan mutu cacat dan potensi kegagalan struktural.
- Pembukaan Bekisting Terlalu Dini: Bekisting diduga dibuka sebelum beton berumur 21 hari, menyebabkan beton mengelupas dan tidak padat.
- Dugaan Mark-Up HPS: Harga Perkiraan Sendiri (HPS) diduga dimanipulasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
- Pengawasan Konsultan Tidak Nyata: Tidak terlihat adanya pengawasan yang efektif dari pihak konsultan, baik secara teknis maupun administratif. Hal ini memunculkan dugaan adanya konspirasi untuk mengabaikan fungsi pengawasan demi menekan biaya secara ilegal.
Yang paling mengkhawatirkan, menurut M. Hartadi, adalah sikap pasif dari aparat penegak hukum. Hingga berita ini diturunkan, tidak ada tindak lanjut dari pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri atas pengaduan resmi yang telah dilayangkan lebih dari 21 hari lalu. Hal ini memperkuat kesan bahwa penegakan hukum di wilayah tersebut sedang dalam titik nadir.
“Ketika penegak hukum tidak bergerak, ini menjadi sinyal berbahaya. Artinya, ruang bagi penyalahgunaan anggaran semakin terbuka. Kami tidak akan berhenti menekan Kejaksaan dan juga Inspektorat untuk bertindak. Jika perlu, kasus ini akan kami dorong hingga ke Kejaksaan Tinggi bahkan KPK,” tegasnya.
MERAK mendesak agar dilakukan audit teknis independen terhadap seluruh pelaksanaan proyek. Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri juga diminta untuk bertanggung jawab secara moral dan hukum terhadap dugaan penyimpangan tersebut.
“Anggaran pendidikan harus digunakan secara optimal untuk menciptakan fasilitas belajar yang aman dan nyaman, bukan untuk bancakan proyek oleh segelintir pihak,” tambah Hartadi.
Sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil, LSM MERAK menyerukan agar seluruh elemen masyarakat ikut mengawasi penggunaan anggaran publik, terutama dalam sektor pendidikan yang menjadi fondasi masa depan bangsa.
Reporter : Junn