BeritaDKIHEADLINE

SURAT TERBUKA

×

SURAT TERBUKA

Sebarkan artikel ini
Tomu Augustinus Pasaribu, S.H, M.H.

Views: 53

Terkait Surat Kepada Pemerintah Kerajaan Belanda
(Menanggapi Penyalahgunaan Surat Tertanggal 16 Mei 2025)

Kepada Yth:
Perdana Menteri Kerajaan Belanda
Yang Mulia Dick Schoof
Cq. Kedutaan Besar Kerajaan Belanda Untuk Republik Indonesia
Yang Mulia Marc Gerritsen

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat saya tertanggal 16 Mei 2025 yang ditujukan kepada Yang Mulia Perdana Menteri Kerajaan Belanda, dan ditembuskan kepada Yang Mulia Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia, saya merasa perlu menyampaikan klarifikasi terbuka kepada publik.

Dalam surat tersebut, saya menyampaikan permohonan kepada Pemerintah Kerajaan Belanda agar mencabut dan menarik kembali pemberlakuan hukum kolonial yang dahulu digunakan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) selama masa penjajahan di Indonesia, seperti:

  • Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana),

  • Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),

  • Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang),

yang hingga saat ini masih dijadikan rujukan oleh Pemerintah Republik Indonesia, meskipun Belanda sendiri sudah tidak lagi menggunakan hukum-hukum tersebut.

Adapun dasar pertimbangan saya dalam surat tersebut antara lain:

  1. Rakyat Indonesia telah merdeka.

  2. Pemerintah Indonesia terindikasi melakukan plagiat hukum dengan terus memakai hukum kolonial tanpa pembaruan fundamental.

  3. Perlu ditelusuri, apakah selama 79 tahun kemerdekaan, Pemerintah Indonesia pernah membayar royalti atas penggunaan hukum-hukum Belanda tersebut?

Namun, dengan sangat menyesal saya mendapati bahwa surat tersebut telah disalahgunakan oleh sekelompok pihak untuk tujuan politik yang tidak saya setujui, khususnya untuk mencoba melemahkan atau bahkan menggulingkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Dengan ini saya nyatakan bahwa:

  • Saya tidak pernah membuat tembusan atau menunjukkan surat tersebut kepada siapapun.

  • Saya tidak terlibat dalam kegiatan atau gerakan politik yang mencoba memanfaatkan surat saya tersebut untuk tujuan kekuasaan.

Saya memiliki pengalaman serupa sebelumnya, saat mengajukan Uji Materi terhadap PKPU No. 5 Tahun 2019 sebagai Pemohon dengan Nomor Register 40P/HUM/2019. Namun, uji materi tersebut kemudian diambil alih oleh elit politik dari Partai Gerindra dan didaftarkan kembali dengan nomor 44P/HUM/2019. Akibatnya, putusan Mahkamah Agung saat itu diduga kuat mengalami intervensi dan justru menimbulkan kekacauan dalam sistem pemerintahan. Padahal, niat dan dasar berpikir saya adalah untuk memperbaiki, bukan merusak tatanan pemerintahan.

Demikian pula saat saya mengirim surat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait asal-usul virus Covid-19. Dalam surat itu, saya meminta investigasi mendalam untuk membuktikan bahwa virus tersebut bukan senjata biologis yang diluncurkan karena konflik ekonomi antara Tiongkok dan Amerika Serikat, melainkan bencana global yang membutuhkan kerja sama kemanusiaan. Saya mendapat informasi dari seorang sahabat peneliti di Tiongkok yang menjelaskan secara rinci bahwa Covid-19 adalah bagian dari senjata biologis. Mungkin karena surat tersebut, PBB memberi perhatian khusus kepada Indonesia melalui kunjungan Sekjen PBB dan bantuan kemanusiaan.

Atas dasar semua itu, saya tegaskan:

Saya tidak bertanggung jawab atas penyalahgunaan surat saya kepada Pemerintah Kerajaan Belanda.
Apabila saya harus mengambil alih kekuasaan dari Presiden Prabowo Subianto, maka saya akan melakukannya melalui cara-cara konstitusional dan tidak dengan mengacaukan tatanan pemerintahan.

Semoga surat terbuka ini dapat menjadi klarifikasi yang jelas bagi semua pihak dan menjaga kehormatan proses hukum, politik, dan konstitusi di Indonesia.

Salam Kebajikan.

Jakarta, 21 Juni 2025
Hormat saya,
Tomu Augustinus Pasaribu, S.H., M.H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *