BeritaRiau

Muflihun Buka Suara dan Tantang Pembuktian Hukum Kasus SPPD Fiktif Rp 195,9 Miliar

×

Muflihun Buka Suara dan Tantang Pembuktian Hukum Kasus SPPD Fiktif Rp 195,9 Miliar

Sebarkan artikel ini
Muflihun (baju putih) bersama kuasa hukumnya konferensi Pers

Views: 59

PEKANBARU, JAPOS.CO – Muflihun di dampingi  Tim kuasa hukumnya Ahmad Yusuf, SH akhirnya angkat bicara menanggapi isu mencuatnya nama klien mereka dalam dugaan kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dengan kerugian negara 195,9 Miliar di Sekretariat DPRD Provinsi Riau. Dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 19 Juni 2025, di Sorra Coffee, Jalan Ronggo Warsito, Kota Pekanbaru, tim kuasa hukum menegaskan bahwa Muflihun tidak memiliki keterlibatan dalam perkara tersebut serta menolak keras anggapan bahwa klien mereka layak ditetapkan sebagai tersangka.

Ahmad Yusuf, S.H., selaku kuasa hukum, menyampaikan bahwa hingga kini klien mereka belum pernah menerima surat penetapan tersangka maupun pemberitahuan resmi dari penyidik. Namun, munculnya inisial “M” dalam sejumlah pemberitaan media telah menimbulkan kegaduhan di ruang publik serta membentuk opini yang merugikan nama baik Muflihun secara pribadi maupun profesi.

“Tindakan penyebutan inisial secara terbuka ini kami nilai sebagai bentuk pembocoran informasi yang melanggar etika serta asas praduga tak bersalah. Ini berpotensi menyesatkan publik, mencemarkan nama baik klien kami, serta menimbulkan tekanan psikologis yang serius bagi beliau dan keluarganya,” tegas Ahmad Yusuf.

Kuasa hukum juga menegaskan bahwa klien mereka sama sekali tidak terlibat dalam dugaan SPPD fiktif tersebut. Meski menjabat sebagai Sekretaris DPRD Provinsi Riau, secara struktur tugas dan wewenang, Muflihun tidak memiliki tanggung jawab teknis, administratif, maupun keuangan dalam pelaksanaan perjalanan dinas dimaksud.

“Seluruh pelaksanaan, verifikasi, dan pertanggungjawaban atas penggunaan SPPD sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), bendahara, serta pejabat teknis lainnya. Tidak terdapat satu pun alat bukti yang menunjukkan adanya keterlibatan aktif maupun pasif dari klien kami dalam dugaan pelanggaran hukum ini,” jelasnya.

Sebagai bentuk transparansi, tim kuasa hukum akan menyerahkan bukti berupa video klarifikasi resmi dari Muflihun kepada awak media. Dalam video tersebut, Muflihun secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki keterlibatan dalam perkara dugaan SPPD fiktif tersebut.

“Klien kami merasa penyebutan inisial ini telah merugikan harkat, martabat, dan nama baik pribadinya serta keluarganya. Namun, beliau tetap berkomitmen untuk menghadapi seluruh proses hukum ini secara terbuka dan kooperatif. Meski demikian, kami pastikan bahwa upaya kriminalisasi terhadap klien kami tidak akan kami biarkan berjalan tanpa perlawanan,” lanjut Ahmad Yusuf.

Lebih jauh, tim kuasa hukum mengungkapkan bahwa pihaknya telah secara resmi mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan ini diajukan dalam rangka melindungi hak-hak hukum klien mereka di tengah derasnya tekanan publik, ancaman terhadap reputasi, dan potensi pelanggaran asas hukum yang dapat merugikan Muflihun.

“Permohonan ini tidak hanya sebatas perlindungan hukum dan psikologis, melainkan juga mencakup permohonan agar klien kami dipertimbangkan sebagai Justice Collaborator sebagaimana diatur dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Ini kami lakukan agar proses hukum berjalan adil, setara, dan bebas dari tekanan politik ataupun penggiringan opini publik,” tegas Ahmad Yusuf.

Namun demikian, pihak kuasa hukum menegaskan bahwa pengajuan status Justice Collaborator tersebut tidak berarti klien mereka mengakui kesalahan atau keterlibatan dalam perkara ini. Permohonan itu semata diajukan sebagai langkah perlindungan maksimal untuk memastikan hak-hak hukum klien mereka tetap terjaga.

“Kami tegaskan bahwa klien kami tetap konsisten menyatakan diri tidak terlibat dalam dugaan tindak pidana ini. Pengajuan status Justice Collaborator ini dilakukan sebagai bagian dari strategi hukum agar semua prosedur berjalan secara transparan dan adil, serta melindungi klien kami dari potensi kriminalisasi atau tekanan pihak manapun,” tambahnya.

Selain itu, Ahmad Yusuf menyampaikan bahwa jika penetapan klien mereka sebagai tersangka tetap dipaksakan tanpa dasar hukum yang sah, pihaknya akan menempuh berbagai langkah hukum. Langkah tersebut mencakup pengajuan praperadilan, menunggu diterbitkannya surat perintah penyidikan yang sah dan patut, serta melayangkan pengaduan resmi ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Tak hanya itu, kami juga tengah mempertimbangkan upaya hukum perdata dan pidana atas dugaan pencemaran nama baik serta pembocoran informasi rahasia yang kami nilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu. Seluruh bukti dan data pendukung akan kami serahkan kepada lembaga terkait guna menegakkan keadilan,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut, tim kuasa hukum kembali menegaskan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak tebang pilih.

“Kami mengingatkan seluruh pihak, khususnya aparat penegak hukum, agar menjaga kehormatan hukum dan tidak menjadikan inisial sebagai alat pembunuhan karakter seseorang. Proses pidana tidak boleh dijadikan sarana intimidasi politik. Klien kami tidak bersalah, tidak layak dijadikan tersangka, dan kami akan melawan segala bentuk kriminalisasi yang dialamatkan kepada beliau,” tutup Ahmad Yusuf. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Views: 53 TANGERANG, JAPOS.CO – Kepala Desa Tegal Kunir Lor, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, MH Kipang, dikenal sebagai sosok pemimpin yang peduli dan dekat dengan warganya. Kepedulian tersebut ia tunjukkan tidak…