Views: 127
SOLOK SELATAN, JAPOS.CO – Produksi panen padi di Kabupaten Solok Selatan mengalami penurunan drastis hingga 31%, memukul keras perekonomian masyarakat petani di tiga kecamatan: Sungai Pagu, Koto Parik Gadang Diateh (KPGD), dan Pauh Duo. Musim kemarau yang berkepanjangan diduga menjadi penyebab utama, namun sorotan juga tertuju pada lemahnya respons Dinas Pertanian setempat.
Peristiwa ini diungkap oleh Uni Er, seorang petani di Nagari Pakan Rabaa Tengah, Kecamatan KPGD, yang mengaku terkejut atas hasil panen yang jauh di bawah harapan meski sudah menggunakan mesin panen modern.
“Kami sudah berusaha maksimal, tetapi apa daya, air tidak mencukupi sejak tiga bulan terakhir. Pertumbuhan padi sangat terganggu sejak umur 40 hari. Masalah irigasi ini bukan hal baru, tapi sudah bertahun-tahun dibiarkan,” ungkapnya kepada wartawan Japos.co, Rabu (18/6/2025).
Untuk mencari kejelasan lebih lanjut, wartawan menyambangi Firman, pemilik mesin panen di Nagari Pasia Talang. Firman membenarkan penurunan hasil panen yang cukup signifikan di tiga kecamatan dan menyarankan agar pemerintah daerah, khususnya Dinas Pertanian, turun tangan mencari solusi.
“Kalau soal musim kemarau, itu memang betul. Tapi jangan sampai setiap musim kemarau petani selalu jadi korban. Dinas Pertanian harus hadir, bukan sekadar diam,” ujar Firman.
Ia juga menyoroti keberadaan sistem irigasi besar peninggalan tahun 1989 karya tokoh PU Sabri Zakarya yang dinilai tidak lagi optimal karena bendungan utama terlalu rendah.
“Cekdam penahan airnya perlu ditinggikan. Kalau tidak, irigasi kiri-kanan tidak akan mengalir optimal,” tambah Firman.
Namun sayangnya, upaya wartawan untuk mengonfirmasi hal ini ke Kepala Dinas Pertanian, Nurhayati, belum membuahkan hasil. Beberapa kali kunjungan ke kantornya tidak diterima, bahkan saat dihubungi melalui telepon seluler, yang bersangkutan tidak dapat dihubungi.
Sikap tertutup ini menuai kritik keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Irwandi SB, tokoh pemekaran Solok Selatan sekaligus mantan anggota DPRD Kabupaten Solok periode 1999–2004. Ia menilai anjloknya panen di wilayah yang dikenal sebagai “Daerah Seribu Sungai” adalah hal yang tidak bisa ditolerir.
“Kalau ini terjadi di daerah kering, wajar. Tapi di Solok Selatan? Tidak masuk akal. Irigasi ada, sungai banyak. Artinya ada kesalahan manajemen air dan pengawasan,” tegas Irwandi.
Ia juga menyinggung lemahnya kepemimpinan daerah dalam mengawal sektor pertanian, yang notabene sangat krusial dalam konteks program nasional Ketahanan Pangan yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau Bupati Khairunas dan Wakil Bupati Yulian Efi serius mengurus daerah ini, tidak mungkin petani sampai kekurangan air. Jangan hanya gajian, tapi kinerja nol. Kalau tidak ada tindakan tegas terhadap kepala dinas yang tidak berprestasi, ya wajar kalau masyarakat kecewa,” imbuhnya.
Irwandi menutup pernyataannya dengan dorongan agar Pemkab Solok Selatan segera melakukan langkah konkret dan sistematis untuk mencegah krisis serupa terulang.
“Tujuan pemekaran dulu adalah untuk kesejahteraan rakyat. Jangan khianati itu,” pungkasnya. (Y)