Views: 90
SOLOK SELATAN, JAPOS.CO – Kabupaten Solok Selatan, yang dikenal luas dengan julukan “Nagari Tirta Seribu Sungai” dan kawasan ikonik “Saribu Rumah Gadang” (SRG), merupakan salah satu daerah wisata unggulan di Indonesia. Popularitasnya tidak hanya terdengar dari Sabang hingga Merauke, namun juga dikenal melalui dunia digital sebagai destinasi budaya dan alam yang menawan.
Namun ironisnya, di balik ketenaran itu, nasib salah satu destinasi wisata alam berbasis pemandian dan tubing – Wisata Tubing Ampalu di Pauah Duo – kini mati suri. Objek wisata yang pernah populer di masa pemerintahan Bupati H. Muzni Zakaria dan Wakilnya Abdurrahman, kini seakan hilang ditelan bumi. Padahal, lokasi wisata ini berada di jalur strategis, tepat di pinggir jalan nasional, dengan potensi sungai berbatu yang ideal untuk arung jeram.
Wisata tubing ini dahulu sempat menjadi magnet wisatawan, bahkan sering dikunjungi oleh jajaran Forkopimda, pejabat provinsi Sumatera Barat, hingga tokoh-tokoh nasional. Sayangnya, sejak kepemimpinan Bupati H. Khairunas dan Wakil Bupati H. Yulian Efi, objek wisata ini justru luput dari perhatian, tak tersentuh pembangunan, dan nyaris dilupakan.
Masyarakat dari tiga kecamatan—Pauah Duo, Sungai Pagu, dan KPGD—menyatakan kekecewaan mendalam. Infrastruktur yang dibangun dengan dana miliaran rupiah kini terbengkalai tanpa perawatan. Suara sumbang pun mulai terdengar, menuding Pemkab Solok Selatan seperti menutup mata atas warisan pembangunan dari pemimpin sebelumnya.
Salah satu tokoh penting pemekaran Kabupaten Solok Selatan, Irwandi S. Bendang, yang juga mantan anggota DPRD, menyampaikan kritik keras.
“Seharusnya pemimpin saat ini berlaku adil. Bupati dan wakil bupati adalah eksekutor kebijakan dan pengguna anggaran. Jangan sampai pembangunan hanya dipusatkan di satu wilayah saja seperti Sangir dan Muara Labuh. Semua kecamatan punya hak yang sama untuk berkembang,” tegas Irwandi.
Ia juga menyinggung peristiwa kontroversial saat perayaan Idul Adha, di mana pembagian hewan kurban justru menimbulkan kegaduhan. “Sebanyak 38 ekor sapi dikurbankan, namun distribusi yang tidak merata menyebabkan ribuan warga kecewa. Ini mencoreng makna Idul Adha sebagai hari penuh ketulusan dan pengorbanan,” sambungnya.
Irwandi mengingatkan, perjuangan memekarkan Kabupaten Solok Selatan bukanlah perkara mudah. Maka sudah sepatutnya para pemimpin memahami sejarah daerah ini, agar pembangunan tidak melenceng dari cita-cita awal.
“Membangun Solok Selatan harus dimulai dari niat yang tulus, mengatasi kesulitan masyarakat, dan menghadirkan program berdasarkan kebutuhan rakyat. Kalau tidak, untuk apa kita berpisah dari Kabupaten Solok?” pungkasnya.
Kini, masyarakat menanti keberanian dan keseriusan pemkab dalam menghidupkan kembali objek wisata seperti Tubing Ampalu dan menegakkan keadilan pembangunan di seluruh wilayah. (Y)