Views: 71
BANDUNG, JAPOS.CO – Gelombang kritik terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, semakin kencang bertiup dari kalangan pesantren. Dalam Musyawarah Besar Pondok Pesantren Se-Jawa Barat yang digelar di Ponpes Sirnamiskin, Sabtu (14/6) di Kota Bandung, dan diinisiasi oleh Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat, Ketua JKSN Jabar, Dr. H. Saepuloh, M.Pd., tampil menyuarakan kegelisahan dan ketegasan sikap komunitas pesantren.
“Cukup sudah pesantren dipinggirkan. Saatnya kita bersuara!” tegas Saepuloh di hadapan ratusan peserta Mubes.
Ia menyampaikan pertanyaan mendasar yang menohok nurani pemerintah:
“Jika tidak ada pondok pesantren dan sekolah swasta, apakah sekolah negeri mampu menampung seluruh warga Jawa Barat? Tidak, kan?”
Menurutnya, pondok pesantren dan sekolah swasta selama ini menjadi tulang punggung pendidikan alternatif, terutama di wilayah yang belum tersentuh APBD. “Mereka melayani rakyat kecil, membangun karakter, dan bahkan dahulu ikut menumpahkan darah memperjuangkan kemerdekaan bangsa,” ujar Saepuloh.
Namun, lanjutnya, di bawah kepemimpinan Dedi Mulyadi, pesantren justru merasa tersingkir. “Dana hibah dipangkas tanpa kejelasan. Narasi-narasi publik menyudutkan pesantren. Pembangunan hanya menyapa mereka yang punya relasi kuasa, bukan yang mengabdi di garis depan masyarakat kecil,” ungkapnya dengan nada kecewa.
“Kami memang bukan arus utama. Tapi jangan lupakan, ketika sekolah negeri belum menjangkau pelosok, pesantren sudah lebih dulu hadir,” ujar Saepuloh yang juga dikenal sebagai tokoh pendidikan Nahdlatul Ulama di Jawa Barat.
Dalam forum Mubes tersebut, Saepuloh juga mengajak para kiai untuk tidak takut bersuara, meski menghadapi kekuatan besar.
“Marilah kita bersuara, meskipun seperti menerjang gelombang besar. Biarlah kita menjadi karang-karang kecil yang memecah ombak itu agar tidak merusak dan meluluhlantakkan pesisir nilai dan peradaban,” katanya, disambut takbir dan tepuk tangan hadirin.
Tak hanya itu, Saepuloh secara terbuka menyampaikan harapan moral kepada Gubernur Jawa Barat:
“Semoga Gubernur Dedi Mulyadi kembali ke arah yang benar, dan berhenti memproduksi stigma terhadap pesantren.”
Mubes ini menjadi simbol perlawanan tenang namun tegas. Diprakarsai oleh JKSN Jawa Barat, forum ini menyatukan suara-suara pesantren yang selama ini diam namun menyimpan kekuatan integritas dan sejarah.
“Mereka mungkin tidak punya buzzer. Tapi mereka punya warisan peradaban dan doa-doa santri yang tak henti dipanjatkan,” tutup Saepuloh..(Hen)