Views: 243
KAMPAR, JAPOS.CO – Kesenjangan belajar dalam pendidikan Agama dapat berdampak negatif,yakni minimnya pemahaman mendalam tentang Agama, dan prestasi akademik antara siswa. Faktor-faktor seperti latar belakang sosial-ekonomi, perbedaan budaya, gaya belajar dan kebutuhan pendidikan khusus.
Kesenjangan sosial tersebut, diduga masih ada ditemukan di wilayah Pemda Kabupaten Kampar Provinsi Riau,yakni dalam penyelenggaraan tenaga pengajar Pendidik (Guru Agama Kristen)dijenjang SD Negeri dan SMP Negeri, sepertinya tidak begitu penting.
Padahal, Siswa-siswi yang minoritas agama kristen juga generasi penerus bangsa, seharusnya hak-haknya dalam pendidikan belajar sama dengan siswa lainnya.
Namun pada kenyataannya,para orang tua siswa minoritas terkesan harus berinisiatif sendiri melakukan penyediaan Guru pendidikan Agama untuk anak mereka plus pembiayaan honor yang seharusnya sudah dibiayai oleh APBN (dana BOS) atau Pemda.
Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan Japos.co disalah satu UPT SMP Negeri,, komite dan orang tua Siswa-siswi terpaksa membuat musyawarah menyediakan Guru Agama Kristen sekaligus pembiayaan jonor yang bersumber dari kantong orang tua siswa sebesar Rp 20ribu/siswa.
Meskipun, hasil musyawarah yang ditetapkan oleh komite lebih banyak orang tua murid tidak setuju.
Ironisnya sebelum musyawarah, Kepsek SMP Negeri menyampaikan apapun hasil dan keputusan rapat tentang guru agama dan honornya tidak ada hubungan dengan pihaknya sekolah.
Disamping itu, Kepsek mengakui semenjak berdirinya UPT SMP Negeri yang ia pimpin tidak ada penyediaan Guru pendidikan Agama Kristen.
Dikatakan kepsek,sudah dua tahun mengajukan penyediaan Guru pendidikan Agama Kristen ke Pemda belum pernah terealisasi hingga sekarang .
Dirinya menyatakan ,honor untuk penyediaan Guru Agama Kristen tidak mencukupi dari dana Bos.Dan tidak diperbolehkan penambahan Guru.
“Saya sebagai kepala sekolah tentu juga menyampaikan kepada penerimaan guru sebenarnya tidak boleh intinya bapak ibu ini ada sedikit modelnya musyawarah komite dimana anak-anak (siswa minoritas)ini bisa belajar nanti dalam penyampaian Pak Ketua dan pengurus atau paguyuban nanti bisa disampaikan kepada paguyuban bagaimana teknis nanti tergantung bapak ibu paguyuban komite.Intinya kami dari pihak sekolah tidak mengambil kebijakan.Bagaimanapun, kita selalu tidak bisa menerima guru komite sementara guru kita ini,yang 2 ini baru masuk tidak dalam wewenang pihak kepala sekolah .Bagaimanapun kami hanya menerima hasil ,kemudian kalau rapat ini bapak ibu mohon cukup sampai disini saja jangan sampai kemana-mana, bagaimanapun hasil, saya hanya menerima yang terbaik selebihnya saya sampaikan kepada orang tua murid ketua komite,” terang kepsek dihadapan para orang tua murid minoritas.
“Mungkin itu saja bapak ibu mohon maaf saya kebetulan ada kegiatan didinas hari ini, bapak ibu dan saya tinggalkan terima kasih,” ucapnya sambil meninggalkan rapat.
Tak hanya itu saja,di UPT lain di jenjang SD Negeri,, orang tua murid minoritas kristen diwajibkan bayar honor guru Agama Kristen.
Bahkan,ruang gedung belajar Agama khusus siswa kristen, dibangun dengan anggaran patungan oleh orang tua minoritas (donatur).
Salah satu Kepsek yang tidak bersedia namanya disebut mengakui dan menuturkan .Namun ,dirinya tidak berkenan seluruh penjelasannya dimuat dalam pemberitaan. (Dh)