BeritaDKI

Saurip Kadi: Kritik Forum Purnawirawan TNI Gagal Pahami Esensi Demokrasi

×

Saurip Kadi: Kritik Forum Purnawirawan TNI Gagal Pahami Esensi Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi

Views: 54

JAKARTA, JAPOS.CO – Polemik pernyataan sejumlah purnawirawan TNI yang tergabung dalam Forum Purnawirawan TNI terhadap Presiden Prabowo Subianto memantik respons tajam dari sesama tokoh militer senior. Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi menyebut, kritik yang dilontarkan forum tersebut bukan hanya keliru secara substansi, tetapi juga mencerminkan kegagalan memahami norma dasar dan etika dalam sistem demokrasi.

Dalam pernyataannya, Saurip menyampaikan, walau niat para purnawirawan mungkin dilandasi oleh rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa, namun bentuk dan isi pernyataan mereka menunjukkan adanya miskonsepsi serius tentang tata kelola negara di era pascareformasi. Ia menilai, penyampaian aspirasi secara terbuka dan disertai tuntutan-tuntutan yang tidak berdasar justru mengganggu iklim demokrasi yang sehat.

“Yang mereka sampaikan seolah-olah bersifat penyelamatan, padahal cara dan isi yang disuarakan mengandung pelanggaran terhadap norma demokrasi dan merusak etika politik,” ujar Saurip, Kamis (1/5).

Gagal Pahami Konstitusi dan Konteks Demokrasi

Salah satu kritik utama Saurip adalah seruan Forum Purnawirawan TNI untuk kembali ke UUD 1945 yang asli. Menurutnya, hal itu menunjukkan ketidaktahuan mendasar terhadap struktur konstitusi demokratis. Ia menjelaskan, UUD 1945 versi awal bersifat asistemik dan akonstitutif, karena tidak secara eksplisit mengatur keberadaan partai politik dan pemilu yang menjadi fondasi negara demokrasi.

“Demokrasi tak bisa berjalan tanpa partai politik dan pemilu. Bagaimana mungkin mereka ingin kembali ke sistem yang bahkan tak menyediakan alat kelola pemerintahan demokratis?” jelasnya.

Ia juga menilai, sistem yang lama justru membuka jalan bagi rezim otoriter dengan kedok “Demokrasi Terpimpin” maupun “Demokrasi Pancasila” yang pernah dijalankan di masa Orde Lama dan Orde Baru. “Mereka ingin kembali ke masa lalu, padahal sejarah telah membuktikan kegagalan pendekatan itu,” imbuhnya.

Tuntutan Politik yang Tidak Konstitusional

Forum tersebut juga menyuarakan penolakan terhadap proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan bahkan menyebut kemungkinan pencopotan Wakil Presiden. Bagi Saurip, hal ini sangat tidak berdasar karena kontrak politik dalam demokrasi ditegaskan melalui pemilu, di mana rakyat secara langsung memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Ini bukan monarki. Presiden dan wakil presiden adalah satu paket hasil pemilu. Tidak bisa dicopot hanya karena perbedaan pandangan,” tegas Saurip.

Ia mengingatkan bahwa hak pilih rakyat dalam pemilu adalah hak primer yang tidak boleh dikalahkan oleh tekanan kelompok mana pun. Bahkan jika rakyat salah memilih, sistem demokrasi tetap menuntut semua pihak menghormati hasil pemilu hingga masa jabatan berakhir.

Pensiunan Aparatur Negara Harusnya Bijak

Lebih lanjut, Saurip menyesalkan pilihan para purnawirawan untuk menyampaikan pernyataan mereka secara terbuka. Menurutnya, sebagai pensiunan yang masih menerima gaji dari pajak rakyat, mereka seharusnya menjaga netralitas dan ketenangan publik, bukan justru menciptakan kegaduhan yang berpotensi memecah belah.

“Cara penyampaian mereka mengaburkan batas antara hak warga negara dan tanggung jawab moral sebagai mantan pejabat negara. Rakyat yang membayar pajak bukan hanya mereka yang mendukung forum itu,” ucapnya.

Dorongan Reformasi Birokrasi dan UUD Baru

Saurip pun mendorong agar momentum ini dijadikan Presiden Prabowo sebagai langkah awal untuk melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh. Menurutnya, aparatur negara, baik sipil maupun militer, harus benar-benar diposisikan sebagai pelayan rakyat, bukan alat kekuasaan.

Ia juga menekankan pentingnya perumusan konstitusi baru yang lebih sistemik dan sesuai dengan semangat Pancasila. “Bangsa ini butuh UUD yang ber-DNA Pancasila. Itulah syarat mutlak agar demokrasi kita tidak terus diganggu oleh tafsir keliru dan nostalgia otoritarian,” katanya.

Menutup pernyataannya, Saurip menyampaikan harapan agar bangsa Indonesia mampu menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran. “Kalau kita ingin Indonesia Emas 2045 terwujud, maka semua pihak harus berjalan sesuai rel demokrasi. Tanpa itu, kita hanya akan mengulang luka lama,” tutupnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *