Views: 55
BUKITTINGGI, JAPOS.CO – Bukittinggi Kota wisata dan kota kunjungan mencatat sejarah baru, pasalnya Bukittinggi dengan luas 24 km persegi siap dan mampu untuk mengelar kegiatan Muskomwil 1 Apeksi Tahun 2025 .
Musyawarah Komisariat Wilayah I (Muskomwil ) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) digelar di Rumah Dinas Walikota Jalan Perwira, Selasa (29/04/2025). Pejabat Walikota dari berbagai daerah ataupun dari kota lainpun hadir di Bukittinggi.
Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh tamu undangan yang hadir, termasuk Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Aryo Sugiarto, Menteri Kebudayaan Dr. H. Fadli Zon, para kepala daerah dari 24 kota di Indonesia, Forkopimda serta tokoh masyarakat. Identitas Bukittinggi sebagai kota memiliki nilai sejarah dan perjuangan yang tinggi.
“Bukittinggi bukan semata kota wisata, tapi juga kota perjuangan. Di sinilah berdirinya Polwan pertama di Indonesia. Bukittinggi pernah mencatat sejarah sebagai pusat pemerintahan sebanyak lima kali. Pernah mnyandang ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), ibu kota Sumatera Tengah, ibu kota Provinsi Sumatera Barat, ibu kota Kabupaten Agam, dan sekarang kota otonom sendiri,” ungkap Ramlan mengigat sejarah Bukittinggi.
Bukittinggi dengan luas 25 km persegi dari kota kecil lahirlah tokoh-tokoh bangsa, seperti Mohammad Hatta, M. Natsir, dan Usmar Ismail.
“Sekarang kita resmikan nama jalan Haji Usmar Ismail, tokoh besar bangsa, seorang mayor, tentara, sekaligus bapak perfilman nasional lahir di Bukittinggi. Ini bentuk penghormatan kita kepada beliau. Bahkan keluarga beliau dari Jakarta langsung hadir menyaksikan momen bersejarah ini, ” kata Ramlan dihadapan para pejabat .
Ramlan menyoroti mengenai pelemahan otonomi daerah. Ia sampaikan kegelisahan kepala daerah yang kewenangannya kian terbatas karena terlalu banyak urusan yang ditarik ke pusat atau provinsi.“Banyak kewenangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab kota, kini diambil pusat atau provinsi. Contohnya terminal tipe A Bukittinggi. Setelah diserahkan ke pusat, malah tak terurus. Kotor, kumuh, tidak layak lagi disebut terminal. Padahal dulu kita serahkan dengan harapan akan dibenahi papar Ramlan mengkritisi nasib terminal Simpang Aua.
Ramlan menyoroti persoalan pendidikan menengah kini menjadi kewenangan provinsi. Ia sampaikan daerah lebih tahu kondisi dan kebutuhan sekolah di wilayahnya.
“Saya alumni SMA 3 Bukittinggi. Sampai sekarang kondisi memprihatinkan . Padahal pendidikan adalah urusan dasar. Kami lebih tahu dan lebih dekat, tapi tidak bisa berbuat karena bukan kewenangan kami lagi, ” jelasnya.
“Rasaprihatin terhadap pengelolaan sumber daya alam, khususnya sungai Batang Agam yang menjadi bagian dari Geopark Nasional.
Kami sudah berjuang sejak 2018 agar Ngarai Sianok masuk ke UNESCO Global Geopark. Alhamdulillah sekarang sudah masuk 3 besar. Tapi justru ketika sungai dikelola pusat, kami sulit bergerak. Mengeluarkan sendimen saja prosesnya panjang dan berbelit. Kalau tidak segera ditangani, bisa longsor. Apa gunanya kewenangan diambil tapi tidak terurus?” ulasnya .
Ramlan mengkritisi ketidak seimbangan peran kepala daerah dan kepala negara.
Presiden sebelum dilantik sudah bisa menyusun kabinet. Tapi kepala daerah, walaupun dipilih rakyat juga, tidak bisa memilih SKPD-nya sendiri. Kadang SKPD yang ada tidak sejalan dengan visi misi kepala daerah. Ini tidak adil. Apa bedanya kepala daerah dengan kepala negara kalau sama-sama dipilih rakyat?” .
“Pentingnya mengembalikan roh otonomi daerah agar kepala daerah bisa benar-benar membangun daerah sesuai potensi dan kebutuhan masyarakatnya,” pinta Ramlan .
“Otonomi daerah bukan slogan. Tapi ruh pembangunan dari bawah. Kalau kewenangan terus ditarik, kepala daerah hanya jadi simbol tanpa kuasa. Ini yang harus kita suarakan dalam APEKSI, ” tutur Ramlan memberikan masukan .
Muskomwil I APEKSI forum yang benar-benar memperjuangkan hak-hak daerah dan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi seluruh kota di Indonesia.
“Berharap pada Wakil Menteri Dalam Negeri dapat menjembatani suara kepala daerah. Kita tidak anti-pusat, tapi kita ingin daerah diberi ruang yang adil untuk berkembang,” harapan Walikota Ramlan disaksikan Kepala Daerah lainnya. ( Yet )