Views: 41
JAKARTA, JAPOS.CO – Bupati Deli Serdang, dr H Asri Ludin Tambunan mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberantasan Korupsi Wilayah I yang diinisiasi Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah I Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Pada rakor tersebut, Wakil Ketua KPK RI, Johanis Tanak menegaskan, kunci utama dalam perjalanan pemberantasan korupsi di daerah berada di tangan pemerintah daerah (pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). “Pasalnya, pemda dan DPRD merupakan aktor yang berperan strategis dalam proses pengambil kebijakan di daerah,” katanya.
Persoalan korupsi di Indonesia, lanjutnya, bukan hal baru. Sejak masa awal kemerdekaan, Bung Karno sudah menyoroti maraknya korupsi di tubuh pemerintah dan dunia usaha. Bahkan, “beliau sampai menetapkan negara dalam keadaan darurat pada 1957 karena situasi tersebut,” ujarnya
Wakil Ketua KPK menekankan, pemberantasan korupsi bukan sekadar soal regulasi atau besar kecilnya gaji pejabat, melainkan tentang integritas hati dan pikiran. “Gaji besar atau kecil tidak menjadi jaminan. Kalau hati dan pikiran tetap rakus, korupsi akan tetap terjadi,” lanjutnya.
Dia mengingatkan, korupsi sejatinya adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, karena uang negara berasal dari pajak yang dikumpulkan dari masyarakat. “Saya berpesan, laksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Ingatlah, uang yang didapatkan dari korupsi adalah uang haram. Jangan sekali-kali membanggakan uang itu kepada keluarga,” tegasnya
Lebih jauh, Wakil Ketua KPK mengajak semua pihak untuk memahami bahwa membangun negeri tanpa korupsi hanya memerlukan dua hal: tidak menyalahgunakan kewenangan dan menjaga hati tetap bersih.
“Bicara korupsi itu sederhana. Jangan manfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi, jaga intergitas, dan moralitas. Dan peran Pemda dan DPRD yang bersih serta jujur juga menjadi penting dalam hal ini,” tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo. Pemda dan DPRD adalah dua aktor kunci yang menentukan hitam-putih tata kelola daerah, apakah bebas dari korupsi atau justru terjerumus dalam praktik koruptif.
“Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap, itu mungkin hanya soal waktu.Sehingga, KPK akan terus berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi serta mendukung berbagai langkah strategis di daerah untuk memperkuat komitmen pemberantasan korupsi,” katanya.
Namun demikian, KPK tidak bisa bekerja sendiri dalam upaya pemberantasan praktik korupsi. Diperlukan kolaborasi erat antara KPK, eksekutif, dan legislatif, agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif. “Kami tidak hanya sebatas melakukan sosialisasi, tetapi juga membuka ruang dialog untuk membahas persoalan nyata yang terjadi di daerah,” ujarnya
Berdasarkan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, Provinsi Sumatera Utara mencatatkan skor rata-rata sebesar 75,02. Namun, pada area perencanaan, skor yang diperoleh masih tergolong rendah, yakni 63.
Sementara itu, tujuh area lainnya, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD), dan optimalisasi pajak, berhasil mencatatkan skor di atas 80.
Namun, berdasarkan data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK terkait penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) di Sumatera Utara, tercatat sebanyak 170 perkara yang ditangani sepanjang 2023 hingga Desember 2024.
Dari jumlah tersebut diketahui terdapat beberapa modus yang dilakukan, seperti 44 persen terkait penyalahgunaan anggaran, 42 persen terkait pengadaan barang dan jasa, 7 persen terkait sektor perbankan, 3 persen terkait pemerasan atau pungutan liar (pungli), dan sisanya 4 persen mencakup modus lainnya.
Di sisi lain, Ketua Korsup Wilayah 1 juga memaparkan potensi-potensi rawan korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah, mulai dari perencanaan anggaran yang tidak akuntabel, pengadaan barang dan jasa yang sarat kecurangan, lemahnya pengawasan, hingga praktik jual beli jabatan dan pelayanan publik yang berbelit.
Untuk itu, melalui kegiatan ini, KPK mendorong Pemda dan DPRD untuk bersama-sama menginventarisasi potensi korupsi pada setiap area tata kelola serta menutup celah korupsi agar tidak ada lagi kebocoran.
“Sebagai aktor utama di daerah, Pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat,” Jelasnya.
KPK memastikan kehadirannya di daerah bukan untuk menghakimi, melainkan untuk membantu daerah menemukan jalan terbaik membangun pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.
“Untuk itu, Pemda-DPRD harus melibatkan dan memanfaatkan KPK untuk mendukung kemajuan dan kesejahteraan daerah,” ucapnya.
Rangkaian terakhir pada rakor tersebut dilakukan penandatanganan komitmen antikorupsi oleh masing-masing Kepala Daerah dengan Ketua DPRD, terdiri dari delapan poin, yaitu menolak setiap pemberian/hadiah/gratifikasi yang dianggap suap serta tidak melakukan pemerasan dan/atau bentuk-bentuk tindak pidana korupsi lainnya; mendukung proses penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi; melaksanakan upaya-upaya pencegahan korupsi di pemerintahan daerah berpedoman pada Monitoring Center for Prevention (MCP); melaksanakan tahapan dan proses perencanaan dan penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara tepat waktu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, menyusun perencanaan APBD berdasarkan masukan dari masyarakat, baik melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan penyampaian Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) hasil reses berdasarkan skala prioritas serta disampaikan sebelum Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), menyesuaikan kemampuan keuangan daerah; menyusun APBD berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan skala prioritas, mengutamakan yang wajib dan mandatory spending serta tidak memaksakan anggaran untuk mencegah defisit anggaran; tidak melakukan intervensi proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), hibah dan bantuan sosial yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan memperkuat fungsi pengawasan oleh DPRD dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Usai rakor, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), M Bobby Afif Nasution menjelaskan, rapat tersebut bertujuan untuk upaya pemberantasan korupsi. Tidak hanya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), hadir juga tujuh kepala daerah se-Sumut, di antaranya Pematang Siantar, Asahan, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Simalungun, Deli Serdang dan Serdang Bedagai (Sergai).
“Agendanya, diundang sama KPK untuk koordinasi, kolaborasi, peguatan antara KPK, pemerintah daerah dan DPRD. Jadi, dari kami diundang ada delapan daerah termasuk (pemerintah) provinsi (Sumut) dan tujuh kabupaten/kota,” kata Gubsu.
Mengenai materi pembahasan dalam rakor itu, Gubsu membeberkan beberapa poin, antara lain tentang penegakan dan pencegahan anti-korupsi, koordinasi antara pemerintah daerah dengan DPRD, penyusunan anggaran dan optimalisasi pendapatan.
Turut hadir pada rakor tersebut, Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus dan Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga; Ketua DPRD Deli Serdang, Zakky Shahri SH dan Wakil Ketua DPRD Deli Serdang, H Hamdani Syahputra SSos; enam Bupati/Walikota bersama Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Sumut.
Mendampingi Bupati, Sekretaris Daerah (Sekda) Deli Serdang, H Timur Tumanggor SSos MAP; Inspektur, H Edwin Nasution SH dan pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang lainnya. (Rd)