Views: 58
BANDUNG, JAPOS.CO – Sidang dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan terdakwa MT kembali di gelar di PN Bandung Kamis (24/4/2025).
Pantauan Japos di ruangan sidang mulai memanas saat majelis hakim menetapkan penahanan terhadap terdakwa MT, dalam agenda pemeriksaan terdakwa pada kasus yang menyita perhatian publik. Sidang yang dipimpin hakim Tuty Haryati sempat dihentikan selama 10 menit akibat perdebatan sengit antara majelis hakim dan Tim Kuasa Hukum MT.
Keputusan penahanan ini langsung memicu protes dari Tim Penasehat Hukum terdakwa, yang menyebut proses penetapan tersebut tidak mencerminkan prinsip keadilan. Bahkan, pihak Penasehat Hukum menyebut Majelis Hakim tidak adil dan menunjukkan ketimpangan perlakuan hukum terhadap Permohonan Penahanan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Permohonan Penangguhan Penahanan yang diajukan Tim Penasehat Hukum terdakwa.
“Saya merasa ini sangat tidak adil. Kalau ini terjadi pada saya, saya bisa terima. Tapi jangan sampai ketidak adilan seperti ini menimpa kepada orang lain,” ujar terdakwa MT dengan suara bergetar, usai mendengar penolakan atas permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Tim Penasehat terhadap dirinya.
Kuasa Hukum, Penahanan MT Cacat Prosedur dan Tidak Substantif
Randy Raynaldo, salah satu Tim Penasehat Hukum MT, menjelaskan bahwa permohonan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) diajukan pada tanggal 16 April 2025, lalu langsung ditetapkan oleh hakim pada tanggal 17 April 2025, di hari yang sama saat sidang digelar.
“Kami kecewa karena ketika kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan pada hari yang sama, tanggal 17 April 2025 , Majelis Hakim justru menyatakan belum menerima surat tersebut. Padahal surat itu sudah kami serahkan resmi ke PTSP dan ada bukti tanda terimanya,” tegas Randy.
Ia juga mempertanyakan urgensi penahanan terhadap kliennya, mengingat MT telah dinyatakan bebas melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK) sebelumnya, dan selama proses hukum berlangsung dinilai kooperatif.
Ketika keadilan tak lagi membutuhkan nurani
ditengah harapan publik terhadap proses hukum yang adil dan beradab, kita justru disuguhkan realita pahit; penahanan terhadap MT seorang pengusaha senior berusia lanjut, yang selama delapan bulan terakhir hadir kooperatif di setiap persidangan, kini dijebloskan ke balik jeruji.
Keputusan penahanan ini tidak hanya mengusik rasa keadilan, tapi juga menyisakan sejumlah kejanggalan yang tak bisa diabaikan.
Penahanan dilakukan saat perkara memasuki babak akhir dimana seluruh saksi sudah diperiksa dan berakhir dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Di fase ini, apa urgensinya menahan seseorang yang selama ini tidak pernah mangkir, melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
Selama proses persidangan, setiap usaha Penasihat Hukum MT untuk menyuarakan pembelaan acap kali dipotong atau tidak diberi ruang yang cukup oleh majelis hakim. Pengadilan seharusnya menjadi ruang dialog yang adil dan seimbang, bukan tempat dimana suara para pencari keadilan dibungkam secara sistematis. Hal ini memperkuat kesan bahwa ruang sidang bukan lagi tempat mencari kebenaran dan keadilan, tetapi hanya panggung formalitas untuk mengesahkan keputusan yang sudah “disiapkan”.
Masalah kondisi Kesehatan yang parah Jadi Alasan Permohonan Penangguhan
Dr. Yopi Gunawan, SH MH MM salah satu Tim Kuasa Hukum terdakwa MT, menyoroti aspek kemanusiaan dalam kasus ini.
Menurutnya, terdakwa MT saat ini menderita penyakit tumor ganas, dan Penetapan Penahanan yang dilakukan oleh Majelis Hakim justru menghambat proses kontrol medis yang harus dijalani secara berkala.
“Kami lampirkan surat keterangan medis dalam permohonan penangguhan. Ini bukan hal yang bisa dianggap sepele, terkait penyakit Tumor ganas yang butuh perawatan secara intensif. Kami bahkan siap memberikan uang jaminan, selain istri MT selaku penjamin ,” ujar Dr. Yopi Gunawan.(Yara)