Views: 182
BANDUNG, JAPOS.CO – “Ketika Keadilan Terbentur Kuasa: Sebuah Potret Luka di Wajah Hukum Indonesia” itulah sebuah kata kata yang di sampaikan Tim kuasa hukum terdakwa Dr.Yopi Gunawan dan Randy Raynaldo kepada media ketika ditanya tentang argumen yang di sampaikan dalam persidangan yang cukup panas yang menjadi perhatian Pengunjung sidang.
Yopi juga mengungkapkan sebagaimana kita ketahui bersama dalam Perkara Nomor : 786/Pid.B/2024/PN.Bdg, Saudara MT tidak pernah ditahan, namun berdasarkan Putusan Perkara Putusan Kasasi Nomor 1023 K/Pid/2024 tanggal 16 Juli 2024. MT diputus bersalah dan harus menjalani Pemidanaan. Pada tanggal 2 Desember 2024, Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Dr. Yopi Gunawan, SH MH MM telah mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali Nomor : 71 PK/Pid/ 2025 yang diputus pada tanggal 10 April 2025 dan hasilnya menyatakan MT terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut bukan merupakan Tindak Pidana, sehingga Klien kami diputus Onslaag Van Recht Vervolging (LEPAS) dan dilepaskan dari segala bentuk pemidanaan. Konsekuensinya ialah Hak-hak MT terkait Kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat harus dipulihkan, singkatnya MT seharusnya tidak perlu lagi mendekam di Rumah Tahanan/ Lembaga Pemasyarakatan sebagai pesakitan.
Namun, sebelum ia bisa menikmati kembali nafas kebebasan, sistem hukum kembali menunjukkan wajah keras dan tidak berpihak pada keadilan substantif. baru menghirup udara bebas kurang lebih dua hari terhitung dari tanggal 15 April 2024, hari ini 17 April 2024, Majelis Pemeriksa Perkara Nomor : 786/ Pid.B/2024/PN.Bdg membacakan Penetapan Penahanan terhadap MT.
Tentunya menurut Tim Kuasa Hukum dari Randy Raynaldo & Partners Law Office.“Hal ini sangatlah janggal serta sekaligus menciderai perasaan keadilan, karena Putusan Peninjauan Kembali Nomor 71/ PK/Pid/ 2025 ialah merupakan petunjuk bahwa Klien kami MT patut diduga menjadi korban atas serangkaian kegiatan terstruktur dan sistematis dalam proses KRIMINALISASI terhadap Klien kami termasuk diantaranya melalui perkara786/Pid.B/2024/PN. Bdg, ” ujar Dr. Yopi Gunawan, SH MH.
Perkara ini yang belum sampai tahap putusan, bahkan masih dalam proses pemeriksaan, muncul ancaman penahanan kembali meski tidak ada alasan kuat seperti potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Ini terjadi di tengah kondisi kesehatannya yang terus menurun karena faktor dimakan usia.
Di mana letak keadilan saat seseorang yang telah kooperatif, telah menjalani proses hukum yang melelahkan, tetap dihadapkan pada potensi penahanan yang tidak proporsional? “.
“Tim Kuasa Hukum juga menanyakan dasar dari Penetapan Pengadilan untuk menahan klien kami tersebut. Dimana Majelis Pemeriksa Perkara menyampaikan bahwasanya pada tanggal 16 Aprl 2024 Pihak Kejaksaan Negeri yang ditunjuk menjadi Tim Penuntut Umum mengajukan permohonan agar Klien kami ditahan”, ujar Randy Raynaldo, SH MH salah satu Tim Kuasa Hukum dari MT.
Lebih memilukan lagi, majelis hakim dalam perkara ini dipimpin oleh seorang hakim yang namanya pernah tersorot media karena dugaan pelanggaran etik. Perlu diketahui bahwa, dalam permohonan tersebut disebutkan alasan Kejaksaan memohonkan agar Klien kami ditahan, bahwa agar untuk memudahkan proses pemeriksaaan dan eksekusi dalam hal jika terdakwa dinyatakan bersalah, hal ini tidak dapat diterima oleh nurani dan akal sehat.
Senada dengan Tim Kuasa Hukum MT Edward Edison Gultom, SH mengatakan musyawarah Majelis pemeriksa perkara yang menerima permohonan perintah penahanan dari Kejaksaan menerbitkan penetapan tersebut hanya satu hari setelah menerima permohonan Kejaksaan, sehingga kesan tergesa- gesa dalam mengeluarkan penetapan tersebut apalagi dengan belum memberikan kesempatan bagi Terdakwa melalui Kuasa Hukumnya memberikan tanggapan atas Permohonan kejaksaan tersebut ialah semakin nyata.
Bahkan prinsip fair trail dalam due process of law juga tidak tercermin dalam penetapan tersebut, kejanggalan terbitnya Penetapan Pengadilan secara tergesa- gesa tersebut.
“Tim Kuasa Hukum memohon kepada Ketua Majelis Pemeriksa Perkara untuk mengedepankan nurani, nilai kemanusiaan, atas perintah pengadilan ditetapkan oleh Ketua Majelis Pemeriksa Perkara, karena baik syarat subjektif maupun syarat objektif mengenai perlunya seseorang ditahan tidak terpenuhi dalam perkara ini, khususnya kepada saudara MT.
Ini bukan lagi soal satu orang tua, ini adalah soal wajah hukum kita yang semakin jauh dari prinsip Human Rights dan keadilan restoratif.
“Akhirnya kami tetap mengapresiasi setinggi- tingginya atas tindakan Majelis Pemeriksa Perkara ini,” ujar Gultom.(Yara)