Views: 282
BANJAR, JAPOS.CO – Di tengah konflik militer di Sudan, seorang perempuan asal Kota Banjar, berhasil pulang ke kampung halaman. Ia menjadi mahasiswi di negara Sudan sejak bulan November 2016 lalu. Perempuan itu bernama Risma Kuraisyin (25), warga Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar.
Seperti diketahui bahwa saat ini di negara Sudan tengah terjadi konflik senjata antar dua kelompok militer yang membuat suasana menjadi mencekam.
Risma menuturkan, dirinya berhasil pulang ke Kota Banjar setelah melalui proses dan perjalanan yang cukup panjang untuk bisa keluar dari zona berbahaya. “Perjalanan pulang cukup panjang. Kita naik bus dari Kota Khartoum, keluar dari zona merah ke tempat yang ada pelabuhan dengan memakan waktu sekitar 16 jam perjalanan darat,” tutur Risma Kuraisyin.
Kemudian, di tempat tersebut ia harus menginap selama satu hari untuk bisa melanjutkan perjalanan menuju Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sudan. “Kita melanjutkan perjalanan menggunakan kapal ke Jeddah, dan memakan waktu sekitar 20 atau 24 jam perjalanan. Setelah itu kita disambut oleh Pemerintah Saudi dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah,” terangnya.
Selanjutnya, ia diterbangkan ke Indonesia menggunakan pesawat Garuda bersama dengan 300 WNI lainnya yang masuk ke dalam pemulangan kloter pertama. “Saya masuk kloter pertama karena bersama anak-anak, jadi diprioritaskan. Ada sekitar 800 orang, termasuk TKI dan mahasiswa. Kurang lebih 5 hari perjalanan sampai bisa ke Indonesia,” ungkapnya.
Lanjut Risma, awalnya ia berangkat ke Sudan pada bulan November 2016 lalu untuk mengenyam pendidikan. “Saya pribadi awalnya kuliah, tapi alhamdulillah sudah selesai dua tahun yang lalu. Kemudian menikah dan sekarang ikut suami. Tapi suami masih di Sudan karena bekerja di Kantor KBRI,” imbuhnya.
Risma pun sangat berterimakasih kepada Pemerintah Indonesia, karena saat ini sudah bisa beraktivitas dengan tenang dan berkumpul bersama keluarga. “Alhamdulillah sekarang sudah sampai rumah dan berkumpul dengan keluarga. Terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang sudah memfasilitasi kepulangan saya dan dua anak saya,” ujarnya.
Risma Kuraisyin, menceritakan suasana mencekam dan kenaikan inflasi yang sangat tinggi saat berada di negara konflik. Sudan, saat ini tengah terjadi konflik senjata antar dua kelompok militer yang merebutkan wilayah kekuasaan. “Saat berada di zona berbahaya, tepatnya di Kota Khartoum, seluruh aktivitas sangat terbatas demi keamanan. Sudah tidak bisa bertahan. Di sana logistik pun agak susah karena aktivitas dibatasi. contohnya kita ke supermarket itu pun harus ngantri. Kemudian bahan-bahan naik harganya. Selain itu dibatasi 2 jam untuk kemanusiaan,” ungkapnya.
Menurut perempuan asal Kecamatan Pataruman tersebut, perang antar dua kelompok militer itu sudah terjadi sejak tahun 2019 lalu. Namun beberapa waktu terakhir suasana memanas dan banyak menimbulkan korban jiwa. Ia menjelaskan, dengan kondisi seperti itulah membuatnya bersama dua orang anaknya memutuskan untuk pulang ke Indonesia. “Saya pribadi pulang ke Indonesia kloter pertama. Karena ada anak, makanya menjadi prioritas. Kalau semuanya ada empat kloter, dan alhamdulillah sudah sampai di Indonesia, itu ada mahasiswa dan TKI,” jelasnya.
Kadisnaker Kota Banjar, Sunarto melalui Kabid Bidang Penempatan, Perluasan dan Produktivitas, Ninding mengatakan, pihaknya mendapat informasi dari BP2MI pusat dan Pemprov Jabar terkait pemulangan WNI dari negara Sudan. “Kebetulan kita mendapatkan informasi dari Provinsi Jawa Barat bahwa kepulangan untuk wilayah Jabar fokus di Wisma Pondok Gede. Di sana setelah terkonfirmasi melalui pengantar kerja ternyata ada warga Kota Banjar satu keluarga,” kata Ninding, Jumat (5/5).
Ninding menjelaskan, peran Pemkot Banjar adalah memberikan informasi terkait hal itu kepada keluarganya. “Kita hanya sebatas informasi saja kepada keluarganya. Kebetulan pihak keluarga juga siap untuk menjemput ke Pondok Gede,” jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Ninding, seandainya pihak keluarga merasa keberatan untuk melakukan penjemputan, maka pemerintah siap memfasilitasi. “Untuk data penyintas konflik Sudan WNI asal Banjar hanya ada 3, yakni Risma dan 2 anaknya,” pungkas Ninding. (Mamay)