Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJawa BaratKupas-Tuntas

Sengkarut TAP Petani Milenial, DPRD Jabar Didesak Gunakan Angket

×

Sengkarut TAP Petani Milenial, DPRD Jabar Didesak Gunakan Angket

Sebarkan artikel ini

Views: 40

BANDUNG, JAPOSCO – Mencuatnya beragam permasalahan salah kaprah pengelolaan program petani milenial, gaji fantastis dan efektifitas TAP (Tim Akselerasi Pembangunan), dan jumbonya anggaran Masjid Al Jabar membuat banyak pihak jengkel. DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Jabar didesak untuk segera pergunakan hak angket.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Penggiat komunitas sosial “Kelompok Aswaja Nasionalis Jawa Barat”, Abdul Latif sangat mendukung agar DPRD Jabar menggunakan hak angket, agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dimasyarakat.

“Sebagai anak petani, berdarah petani dan sampai hari ini meski sudah lama tinggal dikota masih tetap giat bertani, menyikapi beberapa program Ridwan Kamil sebagai gubernur cenderung sensasional dan selalu melahirkan kontroversi di masyarakat terutama soal program petani melenial. Dari sudut sosiologis dan antropologis, yaa.. sekilas memang wah dan luar biasa. Meski secara pribadi sejak awal saya meyakini itu sangat sulit dan mendekati mustahil, kecuali hanya sebatas program untuk konten medsos para selebiritis saja. Artinya hanya bohong-bohongan untuk menumbuhkan motivasi masyarakat semata”, papar Latif melalui telepon seluler (21/2).

“Khusus untuk program Petani Milenial ini yang telah diklarifikasi oleh pihak Pemprov Jabar beberapa hari setelah mencuat kasus tersebut, kami memandang masih banyak persoalan yang perlu dipertanyakan. Bukan saja menyangkut tagihan kredit Bank BJB terhadap peserta senilai 400 juta rupiah, tapi juga adanya miss manajemen yang fatal dalam implementasi program. Diantaranya bagaimana pinjaman peserta bisa dialihkan dari Bank BJB ke rekening PT Agro Jabar sehingga menabrak peraturan perbankan”, urai Latif.

Dilanjutkannya, hal lain adalah komitmen ‘off-taker’ pembelian hasil panen peserta bisa dengan mudah, justru diingkari tanpa pertanggungjawaban. “Apakah tidak terjadi duplikasi anggaran antar dinas yang terlibat dalam melakukan pembinaan/pendampingan peserta. Apa alasan dan dasar sehingga pelatihan Petani Milenial dilaksanakan di Trans Luxury Hotel yang anggarannya tentu tidak kecil. Disamping itu perlu dipertanyakan lebih lanjut dimana saja sebaran peserta Petani Milenial tersebut, apakah benar-benar ada dan telah melakukan kegiatan sebagaimana selama ini digembar-gemborkan oleh Ridwan Kamil. Selanjutnya, yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana sustainabilitas atau keberlanjutan program tersebut sehubungan akan dilaksanakan pemutusan kontrak setelah setahun berjalan”, urainya lagi.

Dilanjutkan Latif, seorang sarjana pertanian sebagai tenaga penyuluh pertanian saja, ketika diminta mempraktekkan dirinya menjadi petani itu kebanyakan gagal.

“Artinya  menjadi petani itu tidaklah mudah, dan berdimensi multi aspek. Mendengar bahwa program petani melenial itu diberi anggaran sampai Rp.1,1 Triliiun, saya sangat kaget. Wah ini akan  memubazirkan uang rakyat saja sebagaimana yang sudah dilakukan saat menjabat walikota. Akhirnya terbukti saat ini banyak pihak menyoroti soal program petani melenial.” Ujar Latif yang juga salah satu pengurus Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama, PBNU.

Terkait hal itu, Latif mendesak DPRD Jabar juga kita minta segera membikin pansus terhadap program-program juara Ridwan Kamil yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Dilanjutkannya, selain program petani milenial Rp. 1,1 Triliun, diantaranya proyek Masjid Al Jabar yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp. 1 Triliun, anggaran untuk Tim Akselerasi Pembangunan yang juga tak masuk akal, dan Rp. 1 Triliun lebih sebagaimana bantuan terhadap NU Jabar yang telah diungkapkan oleh Ridwan Kamil. “Itu uang rakyat, sehingga para pihak yg menerima dan menggunakan tentu tdk ada alasan keberatan untuk dibuka secara terang benderang”, tandasnya. @lf

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *