Views: 193
PEKANBARU, JAPOS.CO – DPP LSM Perisai Riau selaku pemegang kuasa dari masyarakat pemilik lahan seluas 1.300 Hektar di Desa Dayun, Kabupaten Siak mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Siak Sri Indrapura, Rabu (7/12/2022).
Kedatangan Tim DPP LSM Perisai untuk mengantarkan bukti surat penolakan atas rencana Constatering dan Eksekusi lahan di Desa Dayun dan membeberkan fakta terkait adanya dugaan suap bagi oknum apabila berhasil melaksanakan eksekusi tersebut.
Catering dan Eksekusi lahan kembali dijadwalkan oleh PN Siak pada Senin, (12/12/2022) esok.
Namun sayang, saat tiba di PN Siak sekira pukul 09.00 WIB, baik Pimpinan, Hakim, Panitera atau Humas di PN Siak, tak satupun berada di tempat. Berdasarkan informasi dari sekuriti yang bertugas, seluruh pimpinan dipanggil Pengadilan Tinggi (PT) Riau di Pekanbaru.
“Tadi pagi Ketua, Wakil Ketua, Panitera dan Humas berangkat ke Pekanbaru. Dipanggil oleh Pengadilan Tinggi, agendanya saya tidak tau,” ujar Sekuriti bernama Martin Luther Tarsikato, Rabu (7/12/2022).
Menanggapi hal itu, Ketua DPP LSM Perisai Riau Sunardi SH yang didampingi Sekjen Ir Jajuli merasa kecewa karena tidak dapat bertemu Ketua PN Siak atau wakilnya. Padahal dirinya sudah membuat janji untuk bertemu.
“Sangat disayangkan kami tidak bisa bertemu dengan pihak PN Siak hari ini dengan alasan ada hal penting atau rapat mendadak Pengadilan Tinggi Riau di Pekanbaru. Padahal kami sudah membawa saksi kunci,” kata Sunardi.
Dijelaskannya, selain untuk mengantar surat keberatan dan penolakan Constatering dan Eksekusi jilid 4 lahan di Desa Dayun, pihaknya juga membawa saksi kunci dugaan suap senilai Rp7 M.
Soal eksekusi, kata Sunardi, ada beberapa faktor yang menjadi alasan kuat untuk menolak rencana tersebut. Pertama, yang dijadikan objek Constatering dan Eksekusi adalah lahan milik orang perorangan yang telah memiliki sertifikat.
Kata Sunardi, PT Duta Swakarya Indah (DSI) selaku pemohon sampai saat ini tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan pemerintah.
“Ini bukan tanah atau lahan milik nenek moyangnya PT DSI, tapi ini tanah milik negara. Negara belum ada memberikan hak sedikitpun. Satu jengkal pun belum ada hak diberikan ke PT DSI, hanya diberikan sebatas Izin Usaha Perkebunan,” beber Sunardi.
“Kami telah melaporkan dugaan suap tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, apabila pelaksanaan Constatering dan Eksekusi itu berhasil. Itu semacam janji berupa hadiah yang akan diberikan kepada oknum-oknum yang berhasil meloloskan Constatering dan Eksekusi,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya telah membawa bukti asli berupa surat serah terima antara dua bank swasta di Pekanbaru dengan saksi, terkait uang Rp7 miliar milik M, bos PT DSI yang diduga dititipkan sebagai kompensasi pelaksanaan Eksekusi.
“Ini adalah bukti aslinya, tandatangan basah senilai Rp5 miliar dan satu lagi senilai Rp2 miliar yang diduga akan diberikan kepada oknum apabila mampu melaksanakan Constatering dan Eksekusi,” ucapnya sambil memperlihatkan bukti tersebut kepada awak media.
Sunardi menyebut, saksi mengungkapkan bahwa dirinya memang diberikan tugas dan tanggung jawab oleh M selaku bos PT DSI untuk mengantarkan uang tersebut kepada terhadap orang yang ditunjuk.
Saat di konfimasi media Japos.Co Penasehat hukum PT.DSI H.Suharmansyah SH,MH mengatakan mengenai dugaan suap 7 Milyard itu tidak benar.
” Itu tidak benar, yg benar itu 26 M yang dititipkan di PN Siak untuk pengganti tanaman. Pihak DSI sudah membuat laporan ke Polda Riau terkait pemberitaan 7 M yang mana pihak kami dituduh melakukan suap,”ujar Suharmansyah
Dijumpai terpisah, Humas Pengadilan Tinggi Riau, Bahtar Jupri Nasution memberi tanggapan terkait Constatering dan Eksekusi lahan di Dayun tersebut. Ia menyarankan apabila ada hak-hak warga yang berada di lokasi objek yang akan dieksekusi, maka sebaiknya dilakukan perlawanan dengan upaya gugatan secara hukum.
“Kami tidak bisa membatalkan eksekusi, tapi apabila ada hak-hak warga dalam lokasi Constatering dan Eksekusi dan pelaksanaan putusan tidak sesuai dengan amar putusan, maka disarankan warga membuat penolakan dan melakukan upaya perlawanan dan membuat gugatan hukum terhadap putusan tersebut,” singkat Bahtar.( AH )