Views: 569
DHARMASRAYA, JAPOS.CO – Dinas Budparpora kabupaten dharmasraya mensosialisasikan beberapa aspek kehidupan sosial di ranah caty nan tigo yang mewarisi adat dan tradisi sebagai orang minang,hal tersebut disampaikan oleh LKAAM kabupaten Dharmasraya diruang kerjanya hari Kamis(28/07/22).
Minangkabau adalah satu dari ratusan suku di Indonesia yang sangat unik, pasalnya Minangkabau adalah satu-satunya suku yang menganut sistem matrilineal di Indonesia. Garis keturunan di Minangkabau ditarik berdasarkan keluarga ibu, satu yang sangat kentara dari sistem ini adalah pewarisan suku kepada anak menurut suku ibunya. Selain itu orang-orang Minangkabau juga dikenal dengan orang-orang yang tangguh. “Sedari kecil mereka dibekali dengan ajaran silat dan fisik yang kuat sebagaimana falsafah adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah, yang artinya adat berdasarkan agama dan agama berdasarkan kitab Allah. Oleh karena itulah orang Minangkabau dikenal sebagai muslim yang taat dan mereka memiliki kegemaran untuk pergi merantau,” sebut Ketua LKAAM Haris.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau(LKAAM) kabupaten Dharmasraya Abdul Haris Tuanku Sati yang juga Rajo Pulau Punjung menyebutkan tatanan adat sangat minim di daerah ini karena kemajuan teknologi Android dan tidak membukah tambo sebagai acuan hidup dalam tatanan sosial dan pemakaian sehari hari.
“Namun sayang, perkembangan zaman dewasa ini memberi efek memprihatinkan terhadap kebudayaan nasional, termasuk budaya Minangkabau itu sendiri. Semakin lama eksistensi Minang semakin memudar saat banyak dari generasi muda yang mulai melupakan budaya mereka sendiri. Generasi muda kian tak acuh terhadap sejarah Minangkabau, tentang segala seluk beluknya hingga hal-hal unik yang ada di dalamnya. Mereka seperti malu akan budaya yang telah diwariskan oleh pendahulunya,”ulasnya.
“Sebaliknya, mereka lebih peduli dengan budaya asing yang masuk dan bangga dengan budaya itu. Jika fenomena ini berkelanjutan bukan tidak mungkin suatu saat nanti budaya Minangkabau bisa punah. Setidaknya inilah 5 budaya Minangkabau yang terancam punah jika tidak diselamatkan oleh para pewarisnya”,tambahnya lagi.
Hal tersebut juga ada catatan dari tambo minang itu sendiri beberapa aspek yang harus diketahui dan dipakai oleh pemangku adat yaitu:
1.Surau Sebagai Tempat Belajar dan Mengajar
Dalam adat Minangkabau surau memiliki peranan yang amat penting, terutama bagi kehidupan anak laki-laki. Dahulunya surau adalah tempat bujang-bujang Minang menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar, baik itu belajar mengaji maupun belajar silat. Selain itu mereka juga diberikan tanggung jawab untuk mengajar anak-anak yang lebih muda dari mereka hingga tidak jarang mereka tidur di surau. Namun sayangnya kebiasaan ini sudah sangat jarang kita jumpai saat ini. Surau yang dulunya ramai sekarang sepi karena mamak dan pemuda lebih senang mengunjungi lapau (kadai) atau bahkan warnet dan tempat tongkrongan lainnya.
2.Rumah Gadang Sebagai Tempat Tinggal
Rumah Gadang adalah ikon Minangkabau, keberadaan Rumah Gadang bukan cuma sebatas landmark melainkan tempat bermukim keluarga besar. Hal yang unik dari arsitektur Rumah Gadang adalah memiliki 9 ruang dengan fungsi yang berbeda-beda. Ada ruangan yang digunakan sebagai tempat tidur pribadi, kamar untuk anak yang baru menikah hingga ruangan untuk tempat tidur tamu. Sistem matrilineal yang dianut oleh orang Minangkabau membuat seorang lelaki yang baru menikah untuk tinggal di rumah keluarga sang isteri, saat itulah Rumah Gadang berfungsi. Namun sayang, saat ini Rumah Gadang malah beralih fungsi dan kerap kosong. Rumah Gadang baru akan berisi ketika diadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah, baik masalah antara anak dengan orangtua, suami dengan isteri, mamak dengan kemenakan serta masalah kaum lainnya. Rumah Gadang sudah tidak dijadikan tempat tinggal lagi. Tidak dapat dipungkiri pergeseran fungsi Rumah Gadang ini adalah karena zaman telah membuat bangunannya mulai rapuh namun setidaknya sebagai anak-anak Minang kita tidak boleh lupa dengan esensi dari keberadaan Rumah Gadang itu.
3.Baju Kuruang yang Sudah Dianggap Kuno
Bagi kamu yang pernah belajar Budaya Alam Minangkabau (BAM) sewaktu di sekolah dulu barangkali sudah tidak asing dengan yang namanya baju kuruang. Ya, baju yang diklaim sebagai baju khas gadih Minang pada saat itu. Baju kuruang adalah baju yang longgar, tidak transparan, sopan serta menutupi tubuh dari leher hingga ke mata kaki. Baju kuruang akan semakin sempurna saat dilengkapi dengan tutup kepala seperti jilbab, selendang atau kerudung. Namun sayang, zaman sekarang ini, baju kuruang sudah dinilai kuno, tidak fashionable, panas serta sederet alasan lainnya.
Karakteristik baju kuruang adalah realisasi dari falsafah adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Baju kuruang sangat identik dengan baju khas muslimah karena budaya Minangkabau merupakan akulturasi (pertemuan) dari budaya Islam. Pakaian ketat, transparan dan tidak menutupi aurat bukanlah budaya dari orang Minangkabau melainkan budaya asing yang diserap dari luar. Fakta yang tidak bisa dibantah bahwa dewasa ini sangat jarang ditemukan perempuan Minang nyaman menggunakan baju kuruang, jangankan pemudi atau para gadih bahkan perempuan yang sudah menikahpun jarang dijumpai memakai baju kuruang ini.
4.Makan Bajamba, Duduk Bersila dan Bersimpuh
Salah satu dari budaya Minangkabau yang terancam punah oleh zaman lainnya adalah Makan Bajamba. Makan Bajamba adalah makan yang dilakukan bersama-sama dengan menggelar daun pisang sebagai alas makanan dan diletakkan nasi dan sambal di atasnya. Nasi dan sambal tersebut dimakan bersama-sama secara serentak. Adapun cara-cara makannya adalah dengan menggunakan tangan (tidak dengan sendok). Kaum laki-laki harus duduk secara bersila (baselo) sedangkan yang perempuan duduk bersimpuh (basimpuah). Budaya Makan Bajamba ini mulai hilang dan hanya dilakukan pada peristiwa-peristiwa penting. Yang lebih memprihatinkan adalah hilangnya budaya atau tata cara duduk yang benar yaitu baselo untuk laki-laki dan basimpuah untuk perempuan.
5.Kato Nan Ampek
Kato Nan Ampek bisa dikatakan sebagai undang-undang yang berlaku dalam komunikasi di Minangkabau. Ia terdiri dari kato mandaki, kato manurun, kato mandata serta kato malereang. Kato mandaki adalah tata cara berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dengan hormat, sopan dan merendah. Kato manurun, dengan orang yang lebih muda dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kato mandata, dengan orang yang sebaya atau seumuran. Serta Kato Malereang yang digunakan saat berkomunikasi dengan orang sumando. Zaman sekarang ini keempat aturan di atas sudah mulai kehilangan eksistensinya. Semuanya sudah mulai dicampur adukkan. Tak jarang orang Minang saat ini mulutnya lepas saja dengan para sumando. Tak jarang anak-anak muda yang tidak tahu sopan dan santun saat berbicara dengan orang yang lebih tua dan segala macamnya.
Perkembangan zaman memang tidak bisa dicegah namun kita tahu bahwa ada kata bijak yang mengatakan: bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menjaga budayanya. Budaya Minangkabau yang diwariskan secara turun temurun adalah aset yang amat sangat berharga sehingga perlu kita jaga. Jangan biarkan budaya-budaya kita terancam punah oleh zaman dan oleh para pewarisnya sendiri. Berbanggalah dengan budaya kita sendiri dengan cara melestarikannya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Catatan ini skripsi oleh Herlina Hasan Basri yang dikutip dari bukunya.(Erman Chaniago).