Views: 133
MUKOMUKO, JAPOS.CO – Terkait Kasus Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kejari Mukomuko dan BPKP koordinasi audit kerugian negara perkara BPNT.Kejari Mukomuko sudah koordinasi dengan ketua auditornya. Pada prinsipnya mereka menerima, setuju, dan sepakat.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Bengkulu untuk menghitung kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi penyaluran dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahun anggaran 2019-2021.
“Kami sudah koordinasi dengan ketua auditornya. Pada prinsipnya mereka menerima, setuju, dan sepakat, sekarang proses mereka sudah telaah untuk pembuatan surat tugas,” kata Kepala Kejari Mukomuko Rudi Iskandar SH. MH Jum’at,(22/7) melalui press release peringatan HUT Bakti Adhiyaksa ke- 62.
Dijelaskan Kejaksaan Negeri Mukomuko sebelumnya menyampaikan surat permintaan penghitungan kerugian negara dalam perkara korupsi penyaluran dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) tahun anggaran 2019-2021 kepada BPKP
Akan tetapi, masih kata Kajari, ada beberapa poin yang harus dipenuhi oleh institusinya dan dari BPKP kalau sudah terpenuhi mereka akan membuat surat.
“Proses sekarang kita diminta kelengkapan data-data. Ada beberapa poin yang diminta oleh BPKP kekurangan data atau dokumen, sekarang lagi proses kelengkapannya,” ujarnya.
Ia mengatakan, kemungkinan dalam waktu tidak lama ada kerugian negara yang ditetapkan oleh ahli BPKP.
Kejari mengusut dugaan korupsi itu dalam kurun waktu dua tahun, mulai September 2019 hingga September 2021, dengan nominal yang disalurkan mencapai Rp 40 miliar.
Pada penyaluran BPNT selama dua tahun tersebut, Kejari Mukomuko menduga ada permainan beberapa pihak yang memiliki wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Pihak yang berkaitan dengan Bansos BPNT tersebut diduga berperan sebagai pemasok barang-barang kebutuhan ke e-Warung, kemudian barang-barang seperti beras, telur, dan lainnya itu disalurkan ke penerima Bansos BPNT di Mukomuko.
Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-Warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.
Pada kasus itu, ada indikasi terjadi permainan yang melanggar permensos tersebut.
Kerugian negara muncul dari keuntungan para pihak dari aktivitas memasok barang untuk keperluan BPNT, yang sebenarnya mereka itu dilarang melakukan aktivitas memasok barang tersebut,” jelasnya.(JPR)