Views: 206
JAKARTA, JAPOS.CO – Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali melanjutkan persidangan dengan terdakwa Munarman atas kasus dugaan terorisme dengan agenda keterangan terdakwa, Rabu (15/2).
Dihadapan majelis hakim Munarman menjelaskan posisinya dirinya dalam acara baiat di Pondok Pesantren milik Ustaz Basri di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 25 Januari 2015 silam.
Munarman mengatakan, ia hanya memenuhi undangan sebagai penceramah. Ia mengaku tidak menghentikan acara pembaiatan terhadap kelompok teroris ISIS itu karena bukan wilayahnya.
Ketika ada baiat, apakah tidak usaha minta izin secara halus untuk tinggalkan ruangan?” tanya jaksa penuntut umum (JPU).
“Sebagaimana yang disimak di video, saya sempat asik main handphone,” jawab Munarman.
Selain itu, Munarman mengungkapkan bahwa dirinya tidak lagi mengikuti proses peralihan acara, dari seminar ke baiat.
“Ketika mereka berbaiat, saya nengok, itu spontan saja,” tutur Munarman.
Menurut Munarman, seandainya pembaiatan itu dilaksanakan di markas FPI, dirinya akan melarang acara tersebut.
“Tapi itu bukan (di) FPI, itu di tempat orang,” ujar Munarman.
Dalam persidangan sebelumnya, ahli yang dihadirkan JPU berinisial S menyebutkan, kehadiran terdakwa Munarman dalam acara seminar di Makassar itu dikategorikan sebagai aktivitas mendukung kelompok teroris ISIS. S merupakan kriminolog sekaligus ahli jaringan terorisme.
“Kehadiran Munarman di Makassar tersebut merupakan bagian dari aktivitas mendukung kelompok teroris ISIS, karena di sana ada baiat dan beliau ada di situ diam saja,” kata S, Rabu (9/2/2022). Jika Munarman tidak sepakat dengan baiat, lanjut S, seharusnya Munarman keluar dari ruangan atau angkat kaki dari acara tersebut. Namun, hal itu tidak dilakukan Munarman
“Kalau beliau tidak ada kaitannya dengan itu, ya seharusnya melaporkan,” ujar S.
Semenatara usai persidangan Kuasa Hukum Munarman, Aziz Yanuar menjelaskan bahwa pernyataan kliennya soal konsep jihad dan khilafah tidak berubah dan sesuai dengan pemahaman Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ia juga menyinggung soal visi dan misi FPI yang sebenarnya sudah diterima oleh Kemendagri dan Kemenag. Hanya saja, saat itu ada masalah penyelesaian mekanisme di internal yang akhirnya menjadi ganjalan hingga berujung pembubaran.
“FPI dan Pak munarman tidak menolak demokrasi. Malah Pak Munarman masih menjadi pengacara,” kata Aziz.
Terkait dengan konsep khilafah, Aziz menyebut bahwa Munarman menganut pendapat bahwa Khilafah itu adalah Imam Mahdi dan itu ada di Al-Qur’an.
“Kita semua umat muslim itu tidak menerima pendapat, tidak mengambil pendapat bahwa bahwa ada khilafah sebelum Imam Mahdi seperti Abdurrahman Al-Baghdadi. Bagaimana bisa (Munarman) dikatakan sebagai teroris atau terkait dengan ISIS,” kata dia.
Sebagai informasi Munarman didakwa tiga pasal, yakni Pasal 13 huruf c, Pasal 14 juncto Pasal 7, dan Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Ia disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Diketahui organisasi teroris ISIS muncul di Suriah sekitar awal 2014 dan dideklarasikan oleh Syekh Abu Bakar Al Baghdadi.(Red)