Views: 259
TANGERANG, JAPOS.CO – Sidang pra peradilan atas gugatan pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya dari LQ Indonesia Law Firm tentang penetapan tersangka terhadap TS (37) dan istrinya, MR (34) dalam kasus terkait merek kembali digelar di PN Tangerang pada Kamis (23/12).
“Hari ini kembali digelar sidang pra peradilan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang diajukan oleh pemohon,” kata Kabid Hukum Polda Banten Kombes Pol Achmad Yudi Suwarso.
Kali ini pemohon menghadirkan dua saksi. “Saksi yang dihadirkan oleh pemohon pada sidang kali ini yaitu saksi ahli hukum pidana dan saksi fakta,” ujar Kabidkum.
Setelah memberikan keterangan di persidangan, Tim Bidkum Polda Banten mempertanyakan kebenaran terhadap keterangan yang diberikan oleh saksi.
“Keterangan saksi dipersidangan dengan bukti yang diajukan oleh pihak pemohon tidak sesuai dan tidak sinkron,” tegas Kabidkum.
“Bukti rekaman suara yang diajukan oleh pemohon melalui kuasa hukumnya terdengar jelas dalam rekaman tersebut adalah suara seorang wanita, tetapi dalam persidangan saksi mengaku tidak pernah berbicara seperti yang ada dalam rekaman,” tambahnya.
Kemudian saksi malah mengungkapkan jika yang berbicara adalah rekan saksi yakni sdr.H yang merupakan kuasa hukum pemohon, sedangkan sdr. H ini adalah seorang pria dan dalam bukti rekaman terdengar jelas suara perempuan.
Kabidkum juga mempertanyakan apa kepentingan saksi yang selalu ikut dengan salah satu kuasa hukum pemohon.
“Saksi yang dihadirkan pemohon ini bilangnya ada keperluan usaha dengan salah satu kuasa hukum, tetapi kenapa saksi ini selalu ikut dan mengetahui apa yang dilakukan kuasa hukum pemohon,” terang Yudi.
Kabidkum juga menyoroti bukti yang diajukan oleh pemohon pada saat persidangan. “Dari delapan poin bukti yang diajukan pemohon, hanya satu yang asli yaitu surat pemberitahuan ketetapan tersangka dengan dilampirkan Ketetapan Tersangka dan SPDP yang diberikan termohon kepada pemohon, dan bukti yang lainnya hanya copy dari copy, yang dalam materi persidangan bukti dari copy tidak ada nilainya,” ucap Kabidkum
Kemudian kuasa hukum juga selalu mengaitkan SPDP dengan tidak sahnya penetapan tersangka atas clientnya.
“Tidak ada logika hukum yang dapat digunakan sebagai argumen seolah-olah SPDP merupakan dasar yang perlu dipertimbangkan untuk seseorang menjadi tersangka. Penetapan berdasarkan saksi ahli yang dihadirkan pemohon harus memenuhi dua alat bukti yang sah berdasarkan pasal 183 dan 184 KUHAP dan SPDP bukan objek praperadilan, sehingga keterangan saksi ahli tersebut sudah sesuai dengan yang kami lakukan dalam menetapkan sebagai tersangka” jawab Yudi.
Terakhir Yudi mengungkapkan jika Jumat besok akan kembali dilanjutkan sidang pra peradilan ini dengan agenda kesimpulan.
“Besok akan kembali digelar sidang pra peradilan ini dengan agenda kesimpulan yakni mendengarkan kesimpulan dari pemohon dan termohon,” tutup Yudi. (Yan/Bidhumas)