Views: 190
JAKARTA, JAPOS.CO – Pemerintah harus lebih sungguh-sungguh mengupayakan kemandirian sektor kesehatan dalam penanggulangan Covid-19. Oleh sebab itu, riset terhadap vaksin lokal harus didorong terus. Vaksin lokal dimaksud adalah Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih. Kedua vaksin ini bahkan seharus sudah bisa diproduksi massal.
Hal tersebut dikemukakan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), HR Agung Laksono setelah menjadi relawan uji klinis Vaksin Nusantara yang ditangani langsung penemunya Prof. dr. Terawan Putranto mantan Menteri Kesehatan. “Pada Senin 30 Agustus nanti, cel T dendritik saya sesudah proses pembiakan, diambil sebanyak 0,5 cc dan disuntikkan kembali ke tubuh saya. Selesai vaksinasinya,” ungkapnya kepada JAPOS.CO di Jakarta, Selasa 24 Agustus 2021.
Sebagai relawan uji klinis Vaksin Nusantara, pada tanggal 23 Agustus 2021 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) telah dilakukan pengambilan darahnya sebanyak 40 CC, kemudian cel dendritiknya diproses untuk menjadi Vaksin Nusantara. Semua proses diawasi dan ditangani langsung dr. Terawan.
Seminggu kemudian tepatnya tanggal 30 Agustus nanti cel dendritiknya, sesudah proses pembiakan, diambil sebanyak 0,5 cc dan disuntikkan kembali ke tubuh Agung Laksono. Dengan demikian selesai vaksinasinya.
Ia menjelaskan bahwa sel dendritik di dalam tubuh merupakan sel kekebalan yang bersifat adaptif yang bisa menyesuaikan dengan banyak jenis virus yang memasuki tubuh manusia.
Pilihan Agung Laksono menggunakan Vaksin Nusantara karena, efikasinya terbukti 90%. “Life time antibodi yang dihasilkan dari cel T dendritik itu bisa seumur hidup kita, atau puluhan tahun,” ujarnya.
Wantimpres Alumi Fakultas Kedokteran UKI Jakarta ini menjelaskan, antibodinya tidak menstimulir mutasi genetika virus Covid-19. Diproses secara ilmiah dan profesional. Bahkan sudah masuk dalam journal WHO. “Yang paling penting, kita mendorong produksi anak bangsa sendiri,” ujarnya seraya menambahkan, Vaksin Nusantara nantinya harus bisa diproduksi secara massal.
Menurut Agung, pengembangan vaksin lokal ini agak terhambat. Hambatan itu muncul kemungkinan secara sengaja oleh pihak-pihak tertentu. Karena itu, sampai sejauh ini Indonesia masih terus mengimpor vaksin Covid-19, karena belum ada produksi masal buatan lokal.
“Tampaknya ada pihak yang dengan sengaja menghambat. Jadi kalau bisa kita ngga usah bikin (vaksin) sendiri, impor saja,” kata Ketua Dewan Pakar Partai Golkar ini.
Menurutnya, sikap dari orang tidak bertanggung jawab seperti ini harus dihilangkan, karena pemerintah sendiri sesungguhnya tetap mendorong penelitian vaksin lokal sebagaimana yang dieksekusi oleh Menteri Kesehatan yang lalu.
Di samping itu, Biofarma dengan lembaga lain juga sudah ditugaskan untuk mengeksekusi pengembangan Vaksin Merah Putih. “Tahapannya sudah masuk uji klinis pula,” kata Agung Laksono.
Sementara itu Kepala BPOM Penny Lukito menyebut, dari dua jenis Vaksin Merah Putih, salah satunya mempunyai target produksi pada 2022.
Vaksin Merah Putih yang diproduksi tahun itu adalah dari Biofarma. Sementara yang dikembangkan Universitas Airlangga diharapkan sudah masuk tahap pre-klinik dan uji klinis pada kuartal IV-2021.
“Kita all out membantu agar proses pengembangan Vaksin Merah Putih bisa secepatnya sesuai timeline,” ujar Penny, April lalu, mengutip laman resmi BPOM.
Vaksin Merah Putih merupakan vaksin karya para peneliti di Indonesia yang dikembangkan dari hulu atau awal tahapan pengembangan suatu vaksin baru.
Pengembangan Vaksin Merah Putih dilakukan dengan berbagai jenis platform oleh enam institusi, yaitu LBM Eijkman, Universitas Airlangga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung. (RIS)