Views: 274
SIDOARJO, JAPOS.CO – Warga Desa Pekarungan, Kecamatan Sukodono Sidoarjo melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Gugatan tersebut dilayangkan melalui kuasa hukumnya Suryanto, dengan menggugat Zakaria, sebagai tergugat dan Notaris Endah Retno Damayanti sebagai turut tergugat.
Dengan nomor hugatan yang teregister bernomor : 158/Pdt.G/2021/PN.SDA itu memasuki mediasi. Hasil mediasi perdana pada Senin (28/6/2021) yang dipimpin Hakim Mediator Budi Santoso masih belum membuahkan hasil. Mediasi rencananya digelar pada 8 Juli 2021 mendatang.
Adapun alasan melayangkan gugatan, warga mempertahankan objek tanah dan bangunan seluas 800 meter yang bersertifikat miliknya itu karena berusaha dikuasai tergugat. Padahal, pihak penggugat tidak pernah melakukan jual beli dengan tergugat atas objek tersebut.
Menurut Kuasa Hukum Penggugat Suryanto, Achmad Shodiq kepada Japos.co menjelaskan berawal dari hutang piutang antara kliennya dengan tergugat sekitar 2011 lalu.
“Awalnya Utang piutang, itu untuk menebus agunan sertifikat milik kliennya di bank Mandiri, karena saat itu klien terkendala keterbatasan finansial menebus sertifikat itu,” terangnya.
“Dengan komitmen nanti akan dicarikan pinjaman ke bank dengan dipotong uang tergugat,” lanjutnya dengan didampingi timnya, Hari Susanto usai sidang mediasi, Senin (28/6/2021).
Namun, sambung dia, dalam perjalanan waktu komitmen yang telah disepakati kedua belah pihak tersebut justru diingkari tergugat. Objek tanah dan bangunan milik kliennya itu justru berusaha diambil alih tergugat.
Diduga terjadi manipulasi hukum dalam peralihan dari penggugat ke tergugat. “Kami menduga tergugat melakukan upaya penggelapan data atau dokumen,” ungkapnya.
Dugaan manipulasi itu, kata Ahmad Sodiq peralihan kepemilikan itu antara penjual dan pembeli sama.
“Ini rekeyasa hukumnya luar biasa. Pihak penjual namanya sama dan pembeli namanya juga sama,” ulasnya.
Achmad Shodiq juga menyayangkan upaya pihak terugat untuk mengambil alih paksa objek kliennya itu dengan menggunakan cara diluar hukum, (premanisme, meneror, dan mengintimidasi penggugat) dengan cara mengutus banyak orang untuk tujuan penguasaan objek.
“Mestinya kalau eksekusi kan harus pengadilan,” ungkapnya.
Ia menyebut bahwa kliennya juga dilaporkan ke Polda Jatim, padahal kliennya tidak melakukan tindak pidana.
Meski demikian, persoalan ini tidak menutup kemungkinan pihaknya membuka upaya perdamaian. “Tapi itu semua tergantung nanti hasil kesepakatannya bagaimana,” pungkasnya.(Zein)