Scroll untuk baca artikel
DKIHEADLINE

Bolehkah Wartawan Terima Amplop ?

×

Bolehkah Wartawan Terima Amplop ?

Sebarkan artikel ini

Views: 431

Jakarta, JAPOS.CO – Sudah menjadi semacam rahasia umum di sebagian kalangan wartawan, apabila sebuah instansi atau narasumber mengundang mereka untuk konferensi pers, jumpa pers atau sejenisnya, ada semacam ‘tanda terima kasih’, biasanya diberikan amplop (tentunya berisi uang), yang dibagikan kepada wartawan usai acara tersebut berlangsung. Kadang ada juga narasumber yang memberikan amplop atas suatu pemberitaan yang ditulis oleh wartawan.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Bahkan, memang tidak semua, sebagian wartawan juga kadangkala lebih dulu mempertanyakan amplop yang dimaksud, ‘ada jalenya gak’. Jale yang dimaksud adalah amplop, untuk sebuah undangan konpers atau semacamnya. Ungkapan ini pun menjadi candaan diantara mereka.

Menurut Ahli Pers Kamsul Hasan yang juga wartawan senior, bila ada perusahaan pers melarang wartawannya menerima amplop atau uang transport, itu adalah peraturan perusahaan yang harus dipatuhi oleh wartawannya.

Bagaimana sebenarnya aturan umum tentang wartawan dan amplop, maka yang harus dibaca adalah pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan tafsirnya.

Pasal 6 : Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran:

  1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum
  2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Jadi jelas yang dilarang Pasal 6 KEJ adalah menerima suap. Pertanyaan apakah suap dan hadiah seperti uang transport atau amplop itu sama. Seperti tafsir Pasal 6 huruf b, suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Perlu dicatat dalam tafsir Dewan Pers ada frasa yang mempengaruhi independensi. Bila tidak mempengaruhi independensi disebut suap juga.

Bila segala jenis pemberian kepada wartawan ingin dilarang dan ditafsir sebagai gratifikasi seperti kepada ASN maka tafsir Pasal 6 huruf b harus diubah menjadi seperti ini: b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain.

Sepanjang bunyi tafsir Pasal 6 huruf b masih seperti sekarang, saat wartawan menerima amplop atau uang transport tidak boleh langsung disalahkan. Contoh yang melanggar Pasal 6 KEJ, wartawan mengecek pembangunan melanggar GSB. Kemudian diberikan uang agar tidak memberitakan atau beritanya tidak sesuai fakta, suap.

Berbeda halnya jika ada sebuah perusahaan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), wartawan datang diberikan amplop dan rilis. Ada yang pulangkan amplop karena memang dilarang oleh peraturan perusahaannya.

Ada juga yang menerima amplop sebagai uang transport. Terhadap mereka ini harus diuji produk jurnalistiknya untuk menentukan independensi.

Bila beritanya sama dengan yang tidak menerima amplop, apakah dia melanggar indepensi yang menjadi syarat Pasal 6 huruf b KEJ ? (Rico)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *