Scroll untuk baca artikel
BengkuluBerita

KPTS Kecamatan Malindeman Sebut PT DDP Rampas Lahan Petani, Desak Buktikan Legalitas

×

KPTS Kecamatan Malindeman Sebut PT DDP Rampas Lahan Petani, Desak Buktikan Legalitas

Sebarkan artikel ini

Views: 2.1K

MUKOMUKO,JAPOS.CO – Kisru Agraria antara PT. Daria Dharma Pratama Kecamatan Malindeman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu hingga saat ini terus berlanjut belum menemukan titik terang pasalnya” PT DDP dikabarkan melakukan tindak semena- mena terhadap masyarakat petani di Kecamatan Malindeman.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Parahnya lagi, selain adanya dugaan merampas lahan milik petani juga dikabarkan oknum pihak perusahaan telah  melakukan tindakan melawan hukum dengan membakar pondok- pondok para petani hingga luluh lantah hingga rata dengan tanah membuat para petani didaerah itu tidak tinggal diam.

Kepada media Japos.co Arpan yang dituakan dalam Komunitas Petani Tanjung Sakti, Kecamatan Malindeman Senin, (6/5) membeberkan tindakan PT DDP selama becokol di daerah Kecamatan Malindeman, Kabupaten Mukomuko dalam kurun waktu 40 tahun keberadaan perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit.

“Berawal kami masyarakat desa menanyakan legalitas perusahaan itu yang masuk pada tahun 1984 jadi pada tahun 2020 kami meminta PT DDP menunjukkan legalitas perusahaan itu, kalau memang dia punya. Apa sudah diperpanjang apa belum,” kata Arpan.

“Waktu itu kami masyarakat menamakan, Kami adalah tim deklarator perwakilan dari masyarakat itu pun oleh Pemerintah Desa Jadi mereka tidak pernah mau menunjukkan kalau sudah berpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), mana hak-hak masyarakat,” ungkap Arpan.

Arpan juga menjelaskan,karena sudah jelas dalam undang-undang itu tata cara untuk perpanjangan HGU itu adalah syarat mutlak masyarakat 2 tahun lamanya. Perusahaan itu mengajukan ke desa penyangga utama itu.

“Untuk cara pertanyaannya Sampai detik ini perusahaan itu tidak pernah mengajukan dengan masyarakat, baik untuk pernyataan ini maka kami bertanya. Kami undang supaya perusahaan bisa untuk datang ke desa namun perusahaan tidak datang,” ujar Arpan.

Dirinya juga mengatakan” Kami ingin menanyakan, kami surati juga tidak dibalas, sudah itu ya kami menanyakan hak-hak kami termasuk pak Umar yang sudah saya temui, kami datang untuk mempertanyakan hak masyarakat  mana karena syaratmu telah diperpanjang hak desa penyangga itu adalah 20%, untuk plasma,  kemudian CSR mana masyarakat harus sinkron.

“Pungsi perusahaan datang ke daerah itu adalah untuk kesejahterakan masyarakat sekitarnya. itu fungsinya saya jelaskan masyarakat plasma itu tidak pernah disebut Sampai detik ini 40 Tahun lamanya perusahaan dagang tidak pernah yang nama pemanenan satu batang pun,” ujarnya.

“Karyawan harusnya sudah jelas, perjanjian awal dulu boleh Anda buka kebun perkebunan di sini dengan catatan karyawannya prioritakan masyarakat, sekarang apa hanya jadi buruh masyarakat sekitar. Itu dari Medan dari Jawa dari Padang memang, orang Indonesia kan itu tetapi warga sekitar kan itu harapan kami,” ujar Arpan.

Tuntutan kami waktu itu adalah perbuatan Desa segala macam plasma, pertanyaan Desa CSR karyawan dan itu tidak terlihat banyak ini itu, ini itu segala macam dengan pertukaran Pemerintah desa dari Kades ini ke Kades ini berganti maka deklarator itu tidak berjalan lagi ka, Jadi kami mencari jadi karena banyak orang maka kami sendiri itu tidak akan pernah diam karena perusahaannya tidak mau diminta minta apa hak masyarakat tidak mau nunjukin legalitasnya tidak mau segala macam makanya kami informasi perusahaan tersebut.

Perusahaan PT DDP tunjukkan batas anda tunjukkan titik terdekat kami satu kali dua kali kalau tidak sampai jangka waktu yang kami tentukan tidak mau menunjukkan apa legalitas dan titik kehebatan hdu titik kuningannya maka lahannya menurut kami tidak ada lagi. jadi sampai limit itu perusahaan diam di

Lebih lanjut Arpan menjelaskan kami kuasai lahan tersebut kami jelaskan secara legal sudah kami lakukan dengan  pemerintah-pemerintah jadi kesalahan masyarakat itu di mana lagi..? coba kami bertanya wajarkan.

“Menurut kami itu tidak, harus kami kuasai kami bikin pondok bisa di situ kami kuasai dengan itu kami bersihkan kami bikin Pondok tanam tanaman kami yang ada di situ jauh di dalam batas-batas mereka adalah Pori itu bukan batasan itu harus ada baca BBM di situ kenapa karena negara ini termasuk,” tanah imbuhnya.

“Kami selaku Komonitas Petani Tanjung Sakti lebih kurang 3000 hektar lahan tanpa legalitas, kami meminta PT DDP untuk menjelaskan batas titik kordinat yg di klaime milik PT DDP tapi tidak dapat menjelaskannya, masa perpanjangan HGU di kecamatan masih belum diperpanjang, perjanjian tethadap masyarakat tidak dipenuhi, termasuk CSR,” kata Arpan.

“Kami tetus akan mendesak PT DDP untuk bisa menunjukan legalitas miliknya yang saat ini dirampasnya, dan juga kami saat ini tengah melaporkan PT DDP atas pembakaran pondok-pondok kami petani yang dilakukan secara prontal oleh oknum pihak PT DDP, semua nya kami punya bukti,” ungkap Arpan.

Ada tiga Devisi yang dikuasai PT DDP tampa legalitas yang jelas yaitu, Devisi 7 Air Pendulang Estate (APE) seluas 375 hektar, Devisi 5 APE seluas  250 hektar Serta Devis 4 APE seluas 150 hektar. Untuk menutupi kesalahan nya hingga saya digugat Rp. 7,2 M, dengan menyatakan menghalang-halangi kegiatan PT DDP, karna tampa dasar gugatan PT DDP ditolak Pengadilan Negeri Mukomuko tegas Arpan.(Jpr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Views: 243 JAKARTA, JAPOS.CO – Penyakit Lupus atau umum dikenal Systemic Lupus Erythematosus merupakan penyakit reumatik autoimun yang menyerang berbagai macam organ dan memiliki berbagai macam gejala. Penyakit ini disebabkan…