Views: 935
BANGKA BELITUNG, JAPOS.CO – Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan salah satu pusat pertambangan timah di Indonesia yang telah mengalami kerusakan lingkungan secara signifikan, meninggalkan bekas dikenal sebagai “luka tambang.” Di tengah tantangan ini, kearifan lokal dapat memberikan solusi efektif memulihkan lingkungan pasca tambang serta memperkuat hubungan sosial dan budaya masyarakat setempat. Dengan melakukan penerapan prinsip-prinsip lokal ini, pertambangan dapat bergerak menuju praktik yang lebih etis dan berkelanjutan.
Pemanfaatan kearifan lokal untuk pemulihan lingkungan merupakan salah satu pendekatan lokal terhadap pemulihan lahan pasca tambang dapat dilakukan melalui sistem pertanian tradisional yang diwariskan oleh masyarakat Bangka Belitung. Alih-alih hanya melakukan reklamasi dengan menutup lubang tambang, perusahaan bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk memanfaatkan lahan bekas tambang secara produktif. Contohnya, penggunaan lahan untuk perkebunan atau hutan rakyat dapat menghidupkan kembali ekosistem yang rusak, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan penghasilan baru bagi masyarakat.
Tidak hanya soal perbaikan fisik, pemulihan lingkungan di Bangka Belitung juga perlu memperhatikan aspek budaya. Masyarakat setempat terutama yang kental akan tradisi adatnya memiliki cara tersendiri dalam menghormati alam, dan tradisi ini dapat membantu dengan program pemulihan lingkungan oleh perusahaan tambang. Sebelum reklamasi dilakukan, diadakan upacara adat untuk menghormati alam, melibatkan tetua adat dan masyarakat lokal. Ritual ini membantu menjaga keseimbangan spiritual serta membangun rasa tanggung jawab bersama terhadap lingkungan.
Selain itu, etika baru dalam pertambangan tidak hanya memerlukan komitmen terhadap lingkungan, tetapi juga keadilan sosial. Masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif dalam setiap keputusan yang mempengaruhi tanah dan sumber daya alam mereka. Pemerintah dan perusahaan tambang perlu mendirikan forum konsultasi yang memungkinkan masyarakat memberikan masukan dan saran, serta menjamin bahwa nilai-nilai lokal dihormati. Dialog ini memastikan bahwa kegiatan tambang tidak hanya untuk keuntungan semata, tetapi juga untuk kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat yang terdampak.
Etika baru dalam dunia pertambangan dapat digandeng dengan cara memadukan kecanggihan teknologi untuk menunjang kearifan lokal tersebut. Teknologi dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan proses pemulihan lingkungan, sementara kearifan lokal memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tetap menghormati hubungan manusia dengan alam. Sebagai contoh, penggunaan teknologi untuk mempercepat proses reklamasi lahan dapat digabungkan dengan pengetahuan lokal tentang tanaman dan pola tanam yang sesuai untuk ekosistem Bangka Belitung.
Membangun etika baru dalam dunia pertambangan dengan melibatkan kearifan lokal tidak hanya dapat memulihkan lingkungan yang sudah rusak, tetapi juga memastikan keberlanjutan sosial dan budaya-nya. Dengan memadukan perkembangan teknologi, keterlibatan masyarakat lokal, serta tetap menjaga tradisi adat, praktik pertambangan di Bangka Belitung dapat menjadi lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Etika baru ini akan menciptakan model pertambangan yang tidak hanya memulihkan luka fisik, tetapi juga menyembuhkan luka sosial dan budaya yang ditinggalkan oleh aktivitas tambang.(YUSTAMI/ Masruro Dwi Nur Rohma Mahasiswa Fakultas Hukum UBB)