Views: 661
JAKARTA, JAPOS.CO – Komite Donor Darah Indonesia (KDDI) mengingatkan semua pihak, tidak mengabaikan masalah donor darah. Belum tercapainya menyatukan pikiran dan langkah mengatasi kekurangan darah, bukti belum terlaksananya peraturan perundangan yang ada, bahwa masalah kesehatan harus diatasi multi pihak.
“Kita seharusnya prihatin dengan informasi, 500 tindakan operasi terpaksa dihentikan tiap hari, akibat tidak cukup tersedia darah yang dibutuhkan pasien.”
Ketua Palang Merah Indonesia, M.Muas mengungkapkan hal tersebut dalam jumpa pers yang diselenggarakan KDDI, Sabtu 12 Oktober 2024. Acara digelar di Sekretariat KDDI Jl. Raden Saleh, Jakarta Pusat.
Keprihatin lain yang diungkapkan Muas sehingga ia ikut menggagas berdirinya KDDI, sangat kurangnya perhatian dan penghargaan pemerintah terhadap para pendonor yang secara sukarela menyumbangkan darah, baik melalui PMI maupun rumah sakit.
Untuk itulah ia menyambut baik seminar yang akan fokus membahas berbagai masalah terkait donor darah dan kekurangan darah. Diharapkan kegiatan awal KDDI ini menghasilkan rumusan yang akan disampaikan baik ke DPR maupun Pemerintah, agar ada apresiasi nyata kepada para pendonor darah kita.
Muas juga tidak ingin muncul opini pendonor tanpa nama, orang sakit tanpa obat, akibat sulitnya mendapatkan darah. Apalagi pendonor yang demi kemanusiaan secara rutin menyumbangkan darah, tidak lagi dapat apresiasi. Oleh sebab itu, para pendonor yang kini berhimpun dalam KDDI, berharap Presiden Terpilih Prabowo Subianto, bisa mengembalikan tradisi pemberian PIN Emas kepada mereka yang sudah 100 kali menyumbangkan darah demi kemanusiaan.
Sedangkan Mangatur Nainggolan mengkhawatirkan munculnya bisnis terselubung pengelolaan darah. Tidak seimbang antara tersedianya darah dan kebutuhan, mengakibatkan darah menjadi komoditas yang dijualbelikan. Apalagi adanya industri farmasi yang menggunakan darah sebagai bahan baku pembuatan obat. Jadi seharusnya diterbitkan regulasi khusus, tutur praktisi hukum ini.
Tanpa Nama
Seperti diungkapkan Ketua Umum KDDI, Edward Napitupulu, bahwa pendonor darah bisa dianggap pahlawan tanpa nama di bidang kesehatan. Merasa selama ini tidak ada lembaga atau organisasi yang bisa menaungi dan menyalurkan aspirasinya, diharapkan KDDI menjadi jembatan emas untuk dilalui menuju pantai harapan.
Apalagi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dengan Keputusan No. AHU – 0009152. AH.01.07. Tahun 2024, telah mengesahkan perkumpulan KDDI dan bisa aktif sejak 7 Oktober 2024.
Organ perkumpulan ini selain dikendalikan Ketua Umum Ir. Edward Napitupulu, juga Wakil Ketua Umum Nickolas Dewa Putra; Sekretaris Fefriyandi; dan Bendahara Endang Tuty Windarsih. Sedangkan H.R. Agung Laksono dihunjuk menjadi Ketua Dewan Pengawas KDDI.
Maksud dan tujuan KDDI di bidang sosial yaitu membangun dan menjalin kemitraan dengan para pendonor, guna meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait donor darah, kesinambungan dan ketersediaan donor darah yang berkelanjutan melalui seminar, pelatihan dan kegiatan-kegiatan edukasi serta pelayanan sosial.
Tujuan lain, di bidang kemanusiaan, yaitu membantu dalam mengoptimalkan upaya-upaya untuk mengadakan dan meningkatkan ketersediaan darah, guna membantu para pihak dan masyarakat umum yang membutuhkan.
Sejalan dengan tujuan tersebut, KDDI pada Selasa 15 Oktober 2024 akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema, “Memaknai Lebih Dalam Donor Darah di Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Teknologi Maju”.
Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Sujudi – Aula Siwabesy, Kementerian Kesehatan RI, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta akan menghadirkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin keynote speaker; selain itu ada narasumber dari Unit Donor Darah/Ketua PMI Kota Bandung – Jawa Barat; Ahli Hukum Kesehatan dan Perwakilan Pendonor.
*Bentuk Solidaritas*
Donor darah merupakan salah satu bentuk solidaritas kemanusiaan dalam sistem kesehatan masyarakat. Kebutuhan darah di Indonesia sangat tinggi; namun pemenuhannya sering kali tidak sesuai dengan permintaan. Sebagian besar masyarakat masih belum memahami pentingnya donor darah secara rutin, baik sebagai tindakan sosial atau amal, maupun sebagai salah satu cara menjaga kesehatan diri.
Seminar juga dilatarbelakangi berbagai faktor, seperti rendahnya literasi kesehatan, mitos seputar donor darah, serta kesenjangan fasiltas, memengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan donor darah. Sementara itu pengakuan dan penghargaan terhadap para pendonor terlihat tidak ada kemajuan yang signifikan, atau bahkan di beberapa aspek dapat dikatakan semakin menurun. (***)