Views: 1.2K
BANDUNG, JAPOS.CO – Empat orang saksi dihadirkan pada sidang korupsi mega proyek pembangunan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) hingga negara ditugikan sebesar Rp 329,7 miliar. Sidang digelar di ruang V Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (2/10).
Keempat orang saksi yang dihadirkan pada perkara mega proyek pembangunan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) merupakan aparat Desa Cilayung Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang, diantaranya Dadang sebagai Kaur Palayanan Desa Cilayung.
Kemudian Ade Rahmat sebagai PNS,
Dedeng Saepul Rohman sebagai Kepala Desa Cilayung dan Abdul Kohar sebagai Sekertaris Desa Cilayung. Mereka dimintai keterangan terkait kesaksian 7 berkas lahan kepemilikan terdakwa H Dadan.
Pengakuan para saksi dihadapan majelis menyebutkan bahwa 7 berkas kepemilikan tanah tersebut tidak tercantum nama H Dadan Setiadi Megantara atau nama PT. Wisata Raya.
“Yang saya tahu masih nama nama pemilik asal. Dan tidak ada dua nama yang disebutkan pada dokumen 7 berkas itu,” kata Dadang.
Hal senada dibenarkan saksi lainnya bahwa kepemilikan 7 lahan yang sudah dijual belikan itu tidak ada nama Dadan Setiadi Megantara dan nama PT. Wisata Raya. Bahkan di atas lahan yang diklaim milik H Dadan di Desa Cilayung hanya lahan kebun yang ditanami jagung dan tidak ada bangunan.
Ketika JPU menanyakakan ke-7 berkas yang harus ditandatangani oleh Kepala Desa ke Dedeng Saepul Rohman sebagai Kepala Desa Cilayung, dijawab bahwa dirinya tidak mau menandatangan berkas berkas yang disodorkan stafnya dengan alasan itu harus dilakukan oleh pejabat sebelumnya.
“Bahkan untuk membuka berkas satu persatu pun saya tak berani. Jadi tidak tahu setiap item yang tertulis di ke-7 berkas tersebut,” tandas Dedeng saat menjawab pertanyaan JPU.
Sementara pantauan japos ruangan sidang V pembangunan tol Cisumdawu dipenuhi pengunjung. Umumnya mereka berasal dari keluarga saksi dan para terdakwa.
Seperti diketahui proses penetapan nilai ganti rugi yang diduga dimanipulasi untuk memperbesar jumlah pembayaran kepada penerima ganti rugi. Skema manipulasi ini dilakukan oleh para terdakwa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penggelembungan nilai ganti rugi.
Sementara lima terdakwa di kasus korupsi mega proyek ini adalah Dadan Setiadi Megantara, Direktur PT Wisata Raya, didakwa telah memanipulasi data kepemilikan tanah dan melakukan pengalihan hak secara ilegal. Ia dikenakan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Atang Rahmat, yang merupakan Pegawai BPN dan anggota Tim P2T, juga didakwa terlibat dalam proses penilaian ganti rugi yang tidak wajar serta pengalihan hak kepemilikan tanah. Atang menghadapi dakwaan yang sama dengan Dadan, yaitu Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18.
Selain itu, Agus Priyono, Ketua Satgas B Tim P2T, didakwa terlibat dalam manipulasi data hak kepemilikan tanah dan inventarisasi lahan yang tidak sah. Ia bertanggung jawab atas proses administrasi yang berkaitan dengan penentuan nilai ganti rugi yang disinyalir telah dimanipulasi.
Mono Igfirly, pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mushofah, turut didakwa karena penilaiannya atas ganti rugi dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dan melanggar prinsip profesionalisme. Mono terlibat dalam pengaturan nilai kompensasi yang jauh di atas nilai yang seharusnya.
Uyun, Kepala Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, juga didakwa terlibat dalam pengalihan hak kepemilikan yang tidak sah serta manipulasi data kepemilikan tanah yang terkait dengan proyek pembangunan jalan tol ini.(Yara)