Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINERiauSUMATERA

Terkuak PT DSI Tak Memiliki HGU, Kabid Kanwil BPN: Tak Otomatis Dapat HGU

×

Terkuak PT DSI Tak Memiliki HGU, Kabid Kanwil BPN: Tak Otomatis Dapat HGU

Sebarkan artikel ini

Views: 84

PEKANBARU, JAPOS.CO – Baru-baru ini PT Duta Swakarya Indah (DSI)  mengajukan permohonan Hak Guna Usaha (HGU) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak untuk lahan seluas 900-an Ha padahal sudah puluhan tahun mengelola lahan yang ditanami kelapa sawit.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Berdasarkan surat yang diterima Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau, PT. DSI baru mengajukan pengukuran terhadap lahan seluas kurang lebih 916 Ha melalui BPN Siak.

Kabid Penetapan dan Pendaftaran Hak (PPH) BPN Provinsi Riau, Umar Fathoni menyebutkan, kalau perusahaan tersebut baru mengajukan pengukuran, sehingga dapat diartikan PT DSI belum pernah memiliki HGU.

“Berdasarkan data yang ada di Kanwil, saat ini mereka baru mengajukan proses permohonan pengukuran, jadi Sertifikat itu sebelum diproses haknya dilakukan pengukuran dulu agar kita tahu fisiknya seperti apa di dalam itu. Berapa luasnya, di mana letaknya dan apakah ada penguasaan di dalamnya. Maka, berdasarkan pengukuran itu akan diketahui luas yang dimohonkan. Jika di dalam itu ada kawasan hutan, maka akan dikurangi dan didapatlah ukuran fix nya,” jelas Umar Fathoni pada Media saat dikonfirmasi, Rabu (10/8/2022) .

“Mereka lagi mengajukan proses pengukuran ke Kanwil. Suratnya itu dari Kanta Siak tanggal 17 Maret 2022 kemarin. Jadi mereka baru mengajukan permohonan pengukuran fisik, belum permohonan hak. Surat pengantarnya sudah ada pada kami. Jika sudah keluar fisik, baru permohonan haknya. Dari hak itu kita akan tahu berapa yang akan diberikan, yang pasti harus clear dulu dari kawasan hutan, penguasaan masyarakat,  jika ada sungai dan sebagainya.

Dari data yang ada di sini, luas yang mereka ajukan ada 916 Ha. Nah, sekiranya ada lahan masyarakat yang sudah Sertifikat di situ akan ketahuan saat pengukuran dan kami akan cek apakah sudah ada ganti rugi. Jika ada hutan akan dikeluarkan, ada gambut dikeluarkan. Ketika warga tidak setuju untuk diganti rugi, maka lahan tersebut dikeluarkan (inklaf) dari luas lahan yang diajukan pengukuran oleh perusahaan.

Selanjutnya, apabila pada lahan yang akan diukur terdapat tempat-tempat umum, situs budaya, makam keramat, jalan penghubung antar desa, maka wajib hukumnya untuk dikeluarkan dari pemetaan (inklaf),” ungkapnya.

Untuk masalah lahan yang sudah dikuasai sudah puluhan tahun namun baru diajukan permohonan HGU, Umar Fathoni mengatakan bukan wewenang BPN yang menjawabnya,

“Yang berwenang dan mengetahui hal tersebut adalah Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau,” katanya lagi.

“Ada 2 izin yang harus didapatkan. Pertama izin lokasi yaitu izin untuk memperoleh lahan ; dengan cara mengganti rugi atau pelepasan kawasan hutan. Nah, saya lihat disini mereka sudah mendapatkan izin lokasi dari Bupati di tahun 2006. Karena ini untuk lahan sawit, maka mereka perlu IUP (Izin Usaha Perkebunan) dan berdasarkan IUP inilah mereka dapat menanam sawit.

Pertanyaannya, mengapa sejak tahun 2009 baru sekarang diajukan? Harusnya di SK pemberian IUP itu disebutkan berapa tahun setelah IUP diberikan wajib mendaftarkan haknya. Berdasarkan data yang kita terima, PT.DSI belum memiliki HGU baru mengajukan pengukuran,” terang Umar.

Sementara itu, Kabid Survey dan Pemetaan BPN Riau Budi Jaya mengungkapkan, BPN adalah lembaga negara yang tidak berpihak kepada perusahaan maupun masyarakat, namun bekerja sesuai dengan koridor dan ketentuan yang berlaku.

“Pengukuran yang dilakukan oleh tim pengukur dari BPN Riau, tidak serta merta menjamin terbitnya Sertipikat, masih ada tahapan-tahapan selanjutnya yang harus dijalani.

BPN mengukur tidak otomatis jadi Sertifikat dan HGU, apalagi dalam rangka permohonan pertama kali. Ini pertama kali, bukan perpanjangan. Pada saat petugas pengukur dari BPN melaksanakan pengukuran, maka akan dapat diidentifikasi mana lahan yang merupakan milik masyarakat dan lahan milik perusahaan.

Tunjukkan, sehingga di peta kita nanti itu akan diinformasikan bahwa ini batas kepemilikan PT DSI dan milik masyarakat. Selanjutnya, setelah peta bidang itu terbit, ada mekanisme pembentukan Panitia B yang merupakan lintas instansi yang terdiri dari Kanwil Pertanahan, Pemerintah Daerah (Pemda), Kecamatan dan Forkopimda hingga Kepala Desa,” papar Budi.

“Dari 900 hektar itu misalnya hanya boleh yang disetujui sekian hektar, silahkan tuangkan. Harusnya masyarakat dapat informasi dari pengukuran bahwa petugas pengukuran Kanwil sudah didampingi Kepala Desa dan PT DSI. BPN mengukur berdasarkan penunjukan batas-batasnya,” tutupnya. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *