PEKANBARU, JAPOS.CO – Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Indragiri Hilir, Drs Rudiarsyah, M Si memilih bungkam saat dikonfirmasi Japos.co melalui sambungan seluler terkait polemik tarif parkir tepi jalan umum untuk kendaraan truk senilai Rp 25000-50.000 sekali parkir yang mencekik leher pengguna kendaraan.
Mahalnya tarif parkir dikabupaten Indragiri Hilir dikeluhkan oleh sejumlah supir truk yang datang dari daerah lain ke kota Tembilahan, Inhil. Mereka membawa berbagai jenis barang untuk kebutuhan masyarakat dikota tersebut.
Salah seorang supir Truk dari Pekanbaru, Anto (30) mengaku harus mengeluarkan uang puluhan ribu untuk biaya parkir setiap kali dirinya ketembilahan.
“Awalnnya kaget, gak terima biaya parkir sampai Rp 25000 bahkan Rp 50. 0000, sekali parkir, tapi mau bagaimana lagi terpaksa harus harus dibayar daripada ribut ribut ya kasih saja, terang Anto. menurut Anto, pemberlakuan tarif parkir sebesar 25000 sudah lama berlangsung samapai saat ini,” terangnya .
“Sebagai masyarakat saya berharap supaya pemerintah Kabupaten Ihil dapat berlaku adil pada kami. Karena biaya parkir yang sebesar itu, ukup membebani dan sangat tidak wajarlah,” keluh Anto.
Selain itu, Edy salah satu tokoh Pemuda Indragiri Hilir menambahkan penyelenggaraan parkir tepi jalan umum di Kabupaten Indragiri Hilir, sudah sejak lama menjadi pelomik akibat tata kelola yang tidak profesional oleh Dinas Perhubungan setempat, Jumat (29/10/21).
Menurut Edy, Ada praktek pelanggaran regulasi dalam penyelenggaraan parkir yang dilakukan oleh para juru parkir, dan pengelioa parkir tapi tidak ditindak oleh Dinas Perhubungan selaku stakeholder yang melaksanakan yelenggaraan perparkiran. Dinas perhubungan justru terkesan melakukan pembiaran, bahkan seperti memberikan restu terhadap pelangaran pelagaran yang terjadi selama ini.
“Saya sendiri sudah pernah menyampaikan masalah itu kepada Dinas perhububungan dan kepada kepolisian setempat namun tidak ada respon mereka utuk menyikapinya,” terang Edy.
Fakta pelanggarannya secara nyata dapat dilihat dilapangan. Pertama, lanjut Edy, tarif parkir yang dikutip oleh para juru parkir jauh melampaui tarif sebenarnya, hampir lima kali lipat, bahkan sampai sepuluh kali lipat dari tarif sesunggunya.
“Sangat ironis dan diluar kewajaran, misalnya Truk pengangkut barang dikenakan pungutan retribusi parkir sebesar Rp 25000 sampai 50.000 sekali parkir, pada hal dalam perda hanya Rp 4000, ini kan konyol gak ditindak,” ungkapnya.
Edy,menambahkan ketentuan mengenai besaran tarif parkir tepi jalan umum telah diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Indragiri Hilir nomor 27 thn 2010 , tentang Retribusi jasa pelayanan parkir tepi jalan umum, dijelaskan dalam BAB VI pasal 8.
Selain mengatur tarif retribusi parkir, termasuk juga mengatur jenis kendraan, ada lima poin jenis kendaraan yang menjadi objek retribusi sesuai pasal 8
Selengkapnya bunyi pasal 8 Perda nomor 27 tahun 2010. Pasal 8 Tarif parkir mobil Barang a. Truk dengan kereta gandeng/Truk dengan kereta tempel /tronton, rp 4000 sekali parkir, b. Mobil tanki /Truk/Truk Box rp 2500, C. Pik up/ Mini Box Rp 2000, 2. Mobil Bus/Station wagon rp 3000, 3. Mobil Mini Bus / Sedan rp.2000, 4. Bajaj/Kendaraan roda 3 Rp 1500, 5. Sepeda motor rp 1000.
Berdasarkan perda ini, tidak ada alasan untuk melakukan pembiaran terhadap kutipan tarif parkir yang melampaui batas kewajaran, jika itu tetap dibiarkan, artinya pemerintah Kabupaten Inhil melakukan kesalahan besar karena membiarkan praktek pemerasan kepada wajib retribusi dalam penyelenggaraan parkir.
Yang kedua, petugas parkir tidak membērikan Karcis kepada wajib retribusi. Padahal karcis itu merupakan bukti fisik realisasi penerimaan retribusi daerah. Pasal 10 ayat (1) perda ini dijelaskan, Retribusi dipungut dengan menggunakan SKDR atau dokumen lain yang di persamakan.
Aturanya jelas, tapi faktanya dilapangan, sangat jarang Karcis diberikan kepada wajib redribusi. Apa lagi kepada Truk anggkutan barang, alammualam, kalau diberikan karcis. Pertanyaanya uang itu disetor kemana ? Tentu menjadi potensi kebocoran PAD.
Kalau uang parkir diambil atau diterima oleh petugas parkir dari wajib retribusi tapi karcisnya tidak berikan kepada wajib retribusi yang sudah membayar, berarti itu artinya sama dengan tidak ada penarikan retribusi, nol. Karena seolah olah tidak ada penjualan karcis padahal uangnya sudah ditarik.
Jadi uang yang diambil dari wajib retribusi tadi, bisa tidak disetorkan kekas daerah atau diambil untuk kepentingan pribadi petugas parkir itu sendiri atau pengelola yang ditunjuk, sebab tidak ada karcis yang terjual, sementara karcis diberi nomor dan sudah terregister.
BPK pun dalam melakukan pemeriksan, hanya menghitung berapa lembar karcis yang terjual, sesuai tidak , jumlah uang yang disetor, dengan jumlah kaecis yang terjual.
“Kalau misalnya potensi retribusi parkir dengan tarif Rp 4000, membutukan 100 ribu lembar karcis atau SKRD , kemudian laporan terjual cuma separohnya, hitung sendirilah berapa potensi kebocorannya, lalu pertanyaanya siapa yang menikmati kebocoran pendapatan retribusi itu ? Ini masih satu tarif, belum tarif yg 3000, 2500, 1500 dan 1000,” papar Edy.
“Saya mendengar dinas perhubungan Kabupaten Inhil melakan kerjasa kerja sama dengan pihak suasta untuk penarikan redribisusi PAD sektor parkir. menurut saya, pola kerjasama dengan pihak lain sahsah saja, sepanjang tidak ada regulasi yang dilanggar,” lanjutnya.
Perda ini memberikan ruang untuk kerja sama dengan pihak lain. Pasal 11 ayat (3) Perda : pelaksanaan pemungutan retribusi dilakukan oleh pemerintah daerah dan atau dapat dilakukan malalui jasa pihak ketiga dengan pola kerja sama sesuai ketentuan yang berlaku. Ada diatur dalam perda ini.
“Yang menjadi permasalahan adalah implementasinya dilapangan. Dibiarkan saja tidak dilakukan pengawasan,
Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 27 tahun 2010, sebagai regulasi peyelenggaraan Parkir tepi jalan umum, seharusnya menjadi landasan bagi Dinas Perhubungan Kabupaten Indragiri Hilir, untuk melaksanakan tata kelola penyelenggaraan parkir. Sehingga dalam implemantasinya tindak menimbulkan permasalahan yang merugikan baik pemerintah maupun masyatakat. Saya meminta kepada Pak Wardan, Bupati Inhil, untuk memperhatikan dan menyelesaikan masalah tarif parkir truk barang ini, melakukan evalusi terhadap kinerja Kadishub Inhil, sebgaai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat kecil,” ungkap Edy.
Suberkain menyebutkan, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melakukan kerjasama dengan Pimemer Koperasi Angkatan Darat, (PRIMKOPAD) untuk penarikan retribusi PAD dari sektor parkir tepi jalan umum.
Kerjamasama antara Pemerintah Inhil Dengan Primkopat Inhil sudah berlangsung sejak beberapa tahun. Dan masih berlanjut hingga tahun 2021.
Dinas Perhungan Sendiri memberikan target redribusi PAD kepada PRIMKOPAT, sebesar Rp 270 juta, tahun 2021, padahal diketahui potensi redribusi parkir diKabupaten Inhil, cukup besar, uajar sumber yang namanya, tidak beredia ditulis.
Hingga Berita ini diturunkan, Ketua Primer Koperasi Angkatan Darat, Kabupaten Indragiri Hilir belum dapat dihubungi. (tun)