JAKARTA, JAPOS.CO – Sidang lanjutan gugatan Perkara Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT di PTUN Jakarta atas penolakan Menkumham terhadap Permohonan Pengesahan Perubahan AD/ART serta Kepengurusan Partai Demokrat Hasil Kongres Luar Biasa di Deliserdang, DPP Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn,) Dr. H. Moeldoko, M.Si kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Selasa (19/10).
Persidangan hari ini menghadirkan saksi ahli hukum administrasi negara Prof Dr H Gatot Hendro Wibowo SH MHum kehadapan majelis hakim yang di pimpin Enrico Simanjuntak SH.
Menurut Gatot Hendro, dirinya memberikan keterangan terkait objek sengketa.
“Saya memberikan penjelasan sebatas tentang perspektif dari hukum administrasi negara. Soal apakah keputusan itu sah atau tidak, dalam surat disebutkan tentang apakah dasar hukum, Perundang-undangan dan AD/ART,” ungkapnya usai sidang kepada wartawan.
Namun, kata Gatot Hendro apakah sesuai dengan hukum administrasi? Dirinya mengatakan tidak.
“Saya katakan tidak, karena dalam hukum administrasi yang menjadi pertimbangan adalah Perundang-undangan dan asas-asas yang baik bukan pada AD/ART,” terangnya.
Kemudian, lanjut Gatot Hendro apakah AD/ART yang dimaksudkan? Ini adalah AD/ART dalam proses pengajuan perubahan melalui kongres luar biasa.
“Kalau namanya sesuatu luar biasa tentu beda perlakuannya dengan biasa, sehingga karena kongres luar biasa maka menempatkan AD/ART bukan sebagai aturan main atau pedoman secara absolute sebagai ditempatkan satu bahan hukum yg memberikan satu ruang untuk perbaikan,” urainya.
Menurut Gatot Hendro, perbaikan terhadap AD/ART yang bersangkutan jadi tidak mutlak, karena yang dipersoalkan AD/ART nya tidak bisa, jadi harus dilakukan reformasi terhadap AD/ART.
Selain itu, ia juga menjelaskan terkait mahkamah partai. Apakah berlaku dengan AD/ART lama atau baru.
“Sekali lagi kembali ke legal standing dalam Kongres Luar Biasa (KLB) ada semangat melakukan reformasi soal hukum, kelembagaan dan prosedur, mekanisme dan lain sebagainya, oleh karena tidak bisa memperlakukan hukum norma. Kita tidak cukup soal legalitas tetapi bagaimana dengan perbaikan materi substansi legalitas perbaikan tersebut,” tutupnya.(Red)