MAROS, JAPOS.CO – Ada peristiwa unik terjadi di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), seorang warga yang namanya terdaftar jadi penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) keberatan dan menolak. Alasannya, masih banyak yang lebih berhak.
“Juga karena ada dugaan pelecehan di dalamnya,” ujar Muhammad Rusli, demikian nama warga itu.
Rusli adalah warga Desa Labuaja Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Dimana pada Jumat, (22/5/2020) lalu mendatangi Polres Maros. Dia melapor terkait penyaluran BLT Dana Desa.
Pemerintah Lebih Pentingkan Citra
Bukan karena tidak masuk daftar penerima BLT yang membuat pria 55 tahun itu melapor. Justru, karena namanya ada di list penerima sehingga dia menempuh jalur hukum.
Rusli melaporkan Kepala Desa Labuaja Asdar, atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tak menyenangkan. Sebab dianggap memaksa untuk memasukkan namanya dalam daftar penerima BLT.
“Saya tersinggung. Seperti ada upaya melecehkan,” ujar Rusli kepada awak media di ruang Satreskrim Polres Maros, beberapa waktu lalu. Dia memang mengadukan kejadian ini ke polisi.
Rusli menceritakan, sejak beberapa pekan lalu kepala desa melalui stafnya sudah menghubungi dia dan keluarganya, ditawari menerima BLT. Namun karena merasa tidak layak lantaran masih punya penghasilan memadai, Rusli menolak.
“Kartu keluarga yang disuruh setor pun kami tidak setor. Kami tidak mau makan hak orang lain,” imbuhnya.
Anehnya, tambah pria yang berprofesi sebagai wartawan itu, namanya tetap dimasukkan daftar penerima BLT. Rusli pun curiga. Apalagi selama ini ada intrik pribadi antara dia dan Asdar, sang kades.
“Kemarin kades dan beberapa aparat datang ke rumah kami, membawa amplop berisi uang BLT. Tampak sudah ada pula yang siap merekam gambar. Untung kami tidak mau terima uang itu. Hampir kami viral karena menerima yang bukan hak. Saya tidak kaya tetapi tidak sampai hati makan hak orang lain,” timpalnya.
Kesabaran Rusli menemui batas saat Jumat pagi, dia mendapat kiriman foto di WhatsApp. Di situ tertera amplop BLT bertuliskan namanya. Seolah-olah sudah menerima BLT.
Setelah ditelusuri, foto itu ternyata disebar pertama kali di grup WA Forum Desa se-Kabupaten Maros. Rusli pun menduga ada upaya mempermalukan dia dan keluarganya.
Selain soal pelecehan, Rusli mengaku harus melapor agar penyaluran BLT di desanya yang dia anggap amburadul bisa terekspose. Beberapa orang yang tidak memenuhi kriteria menerima, malah dimasukkan. Sebaliknya, ada yang sangat layak, tetapi tidak mendapat bantuan.
“Di Labuaja para perangkat desa juga menerima BLT. Jelas-jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 tahun 2020. Di situ jelas perangkat desa tidak boleh mendapat BLT. Saya kira itu melanggar hukum dan mengkhianati rakyat,” tegasnya.
Kepala Desa Labuaja Asdar, yang berupaya dikonfirmasi enggan berkomentar. Wartawan menunggu hingga lima jam untuk memberikan kesempatan klarifikasi, namun dia tetap tak melontarkan jawaban terkait permasalahan tersebut. Ia hanya membalasnya melalui pesan singkat. “Kenapa? Sms saja ada apa,” tulisnya.
Namun, saat diberikan pertanyaan dan dimintai konfirmasi mengenai BLT dan kisruh yang terjadi di desanya, Asdar malah bungkam.(Hk)