Audensi Mahasiswa Dengan Disdukcapil Pandeglang Larang Wartawan Meliput

PANDEGLANG, JAPOS.CO – Persoalan 49 ribu Nomor Induk Keluarga (NIK) warga Kabupaten Pandeglang yang disebut tidak valid membuat heboh hingga mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa beberapa hari lalu di halaman kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan berujung pembakaran KTP-el yang dianggap bodong oleh pendemo.

Menindaklanjuti hal itu, pada Rabu (13/5) sejumlah mahasiswa kembali menyatroni kantor Disdukcapil melakukan audensi guna mempertanyakan NIK yang tidak valid tersebut. Namun audensi yang dilakukan mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa Pandeglang Bersatu (GEMPA) luput dari pantauan awak media. Pasalnya, saat wartawan akan masuk untuk meliput jalannya audensi antara mahasiswa dengan petinggi-petinggi Disdukcapil ada pelarangan untuk meliput.

Pelarangan tersebut dilakukan petugas Satpol PP dengan alasan perintah dari atasan. Padahal, sudah jelas termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bab demi bab, pasal demi pasal, dimana pelarangan tersebut adalah sikap tak terpuji serta merupakan bentuk pengkerdilan profesi wartawan.

UU No 40 Tahun 1999 tentang pers harus dipahami dan dibaca para petinggi Disdukcapil dan Satpol PP agar tak terjadi lagi upaya-upaya pelarangan terhadap wartawan yang sedang melakukan tugas peliputan.

Antara lain isi dari UU No 40 tahun 1999 tentang pers, di Bab III Pasal 8 disebutkan, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Dan Bab VIII Pasal 18 menegaskan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.  

Yang pasti, pelarangan liputan terhadap wartawan yang dilakukan pihak Disdukcapil Pandeglang melalui Satpol PP yang bertugas di kantor tersebut sudah jelas mencoreng Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang sejatinya mereka sebagai pelayan publik dan digaji dari uang rakayat.

Saat berita ini diterbitkan, pihak Disdukcapil belum memberikan jawaban.(NA2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *