Sengketa Lahan Sawit, Rusmini Tak Miliki Kuasa Hukum, Berharap Majelis Bertindak Adil

PEKANBARU, JAPOS.CO – Setelah tertunda sekian kali akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), maka sidang kembali digelar dan memasuki sidang pembuktian dokumen dari pihak tergugat atas sengketa lahan sawit seluas 2 (Dua) Hektar yang berada di Rt.003 Rw.002 Dusun I Desa Sekijang Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar dengan perkara perdata Nomor : 2/Pdt.G/2020/PN.Bkn di PN Bangkinang, Kamis (30/04).

Rusmini merupakan mantan istri ke 7 dari Amran yang menjabat sebagai Kepala Desa Tebing Lestari Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar yang masih aktif, ia telah digugat oleh Maspiah yang juga mantan istri ke 2 dari Amran.

Diketahui Maspiah telah menggugat sebanyak 4 orang, yaitu Siti Rusmini Damanik (Tergugat I), Amran, Kepala Desa Tebing Lestari (Tergugat II), H Ahmad Taridi, Kades Desa Sekijang (Tergugat III) dan Camat Tapung Hilir (Tergugat IV).

Tanah kebun kelapa sawit itu yang diklaim milik Maspiah seluas 2Ha sementara lahan yang Rusmini miliki keseluruhannya adalah + 10 hektar dimana terdapat 3 (tiga) buah surat SKT yang di keluarkan oleh pemerintah Desa, Sekijang Kecamatan,Tapung Hilir kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

2 SKT atas nama Amran dan 1 SKT atas nama Siti Rusmini Damanik. Sedangkan sisanya oleh karena merupakan lahan yang dekat dengan daerah aliran sungai sehingga pihak Desa Sekijang tidak bersedia menerbitkan surat, namun demikian pihak Desa Sekijang mengetahui pemilik lahan kebun sawit itu adalah dirinya.

Menurutnya, Amran mantan suaminya itu tidak mau tau menyangkut hal ini dan tidak merasa ikut bertanggung jawab atas kasus ini. Amran malah memojokkan dan menyalahkan dirinya mengapa ada surat SKT di tangan Rusmini, padahal surat itu Amran sendiri yang urus sewaktu mereka masih berstatus suami-istri.

Kepada Japos.Co, Rusmini mengisahkan sebelum ia menikah dengan Amran, ia sudah berstatus janda yang memiliki anak. Ia memiliki banyak asset dan punya beberapa usaha yang bisa dibilang sukses secara finansial.

“Pada Selasa tanggal 27 April 2010 ia menikah secara resmi dengan Amran di Kantor KUA Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Pada 6 Juni 2014, Rusmini (tergugat I) terpilih resmi menjadi ketua RT 014 oleh masyarakat RT.014 RW.004.

Bulan November 2015 Amran (tergugat II) mengikuti pencalonan pemilihan kepada desa, di Desa Tebing Lestari Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, ” jelasnya.

Menurut Rusmini, Tergugat II membujuk tergugat I untuk mendukung tergugat II baik itu moral dan material untuk membiayai tim sukses tergugat II dalam pemilihan Kepala Desa tersebut diatas.

“Akhirnya tergugat II menyuruh tergugat I untuk menjual lahan kebun kelapa sawit atas nama Siti Rusmini Damanik yang mana lahan perkebunan kelapa sawit tersebut adalah milik tergugat I sebelum menikah dengan tergugat II. Dan waktu itu tergugat II dan tergugat I dapat memenangkan pencalonan pemilihan Kepala Desa tersebut diatas. Maka pada tanggal 21 Desember 2015 tergugat II dan tergugat I dilantik menjadi Bapak Kepala Desa dan Ibu Kepala Desa di halaman Kantor Bupati secara serentak sebanyak 100 orang kepala desa yang di lantik serentak untuk wilayah Kampar pada tahun 2015 oleh Bupati Kampar, ” ungkapnya.

Namun setelah tergugat II menjabat menjadi Kepala Desa, anak-anak tergugat II datang dari kampung Rantau Prapat (Sumatra Utara) dan tinggal menetap di rumah dinas Kepala Desa Tebing Lestari. Anak-anak tergugat II hidup satu rumah dengan tergugat II dan juga tergugat I yang pada itu masih suami istri (belum bercerai).

Rusmini mengatakan kedatangan anak-anak dari tergugat II ternyata mempunyai maksud dan tujuan untuk mengusir tergugat I dan untuk dapat membuat tergugat I bercerai dengan tergugat II.

Akhirnya mulailah terjadi keributan-keributan dari anak-anak tergugat II kepada tergugat I. Sedangkan tergugat II membela anak-anak tergugat II bukannya menjadi penengah dari keributan-keributan antara anak-anak tergugat II dengan tegugat I.

Akibat keributan itu, maka tergugat II memisahkan dan memecahkan surat KK tergugat II dengan tergugat I agar nama tergugat I dengan nama anak-anak tergugat I tidak ada lagi di dalam surat KK tergugat II.

Akhirnya pada awal tahun 2017 dan bulan Maret 2017 Tergugat II mengusir Tergugat I bersama anak-anak Penggugat dan Tergugat II oleh karena Maspiah (Penggugat) kembali lagi ke rumah Tergugat I. 

Semenjak itu pula Tergugat I tidak diperbolehkan lagi memanen buah kelapa sawit di lahan miliknya itu. “Selama saya menjadi istri Amran, segala daya dan upaya sudah saya lakukan untuk mendukung dia (Amran), semua harta dan asset saya yang saya miliki sebelum menikah dengan Amran pun sudah habis,”  terang Rusmini.

“Saya ini korbannya Amran,  ia menikahi saya hanya untuk memanfaatkan saya dan harta saya demi mendongrak ambisinya menjadi Kepala Desa, sekarang saya malah dicampakkannya. Perlakuan mereka semua terhadap saya sungguh-sungguh membuat saya sakit dan tertekan. Saya linglung, bahkan sampai saya depresi, sakit berbulan-bulan. Usaha saya yang selama ini berjalan baik jadi terabaikan dan akhirnya beberapa usaha saya harus tutup karena saya tidak bisa fokus lagi,” ungkapnya.

“Sekarang saya sudah tidak punya apa-apa lagi, bahkan untuk menyewa kuasa hukum pun saya sudah tidak punya biaya” katanya lirih.

 “Saat ini saya menghadapinya sendirian. Setiap hari saya hanya bisa berdoa kepada Allah, agar pihak Majelis Hakim dapat memutuskan dengan seadil-adilnya. Semiga kebenaran bisa ditegakkan dan kasus ini cepat selesai” tutup Rusmini. (AH) 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *