Kajari Bangka Sebut BPTP Belum Ditemukan Niat Jahat untuk Korupsi Duit Negara

Bangka, JAPOS.CO – Pasca menetapkan satu orang tersangka, Hermanto dari kontraktor pelaksana CV Gelobal Indo Nusantara dalam Kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan utama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Babel tahun 2019.

Publik pun tentunya bertanya-tanya kenapa hanya satu orang saja yang ditetapkan sebagai tersangka,lalu bagaimana peran dari pihak BPTP Babel baik KPA, PPK dan PPTK yang hingga sekarang ini tak seorang pun dijadikan tersangka.Bukan kah Korupsi itu dilakukan lebih dari satu orang atau kah korupsi itu dapat dilakukan oleh satu orang saja.

Kepala Kejaksaan (Kajari) Bangka,
Jefry Huwae SH,MH berkesempatan wawancara eksklusif dengan Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) Babel.

Menurut Jefry Huwae, penyelidikan sebuah tindak pidana korupsi bukan hanya dilihat dari kerugian negara saja Melainkan ada aspek lainnya yakni Actus Reus Mens Rea (niat jahat awal).

“Jadi kalau terkait dengan kasus BPTP memang saat ini kejaksaan baru melakukan penetapan tersangka terhadap satu orang yaitu penyedia pekerja atas nama Hermanto. Saya ingin sampaikan bahwa pola penanganan tindak pidana korupsi dalam pemahaman saya sebagai kajari bukan cuma dilihat dari aspek kerugian negara. Sebab aspek kerugian negara itu dia bisa bersumber dari beberapa perbuatan. Kerugian negara bisa kesalahan administrasi yang masuk dalam hukum administrasi dan kerugian negara juga boleh dijadikan akibat dari pos major. Kemudian yang terakhir kerugian negara terjadi akibat dari korupsi,” beber Jefry Huwae, Rabu (18/3/).

Oleh karena itu, kata Jefry Huwae, masyarakat harus tahu itulah yang bagaimana membedakan kerugian negara yang dapat dilakukan penegakan hukum dengan menggunakan undang undang tindak pidana korupsi, itu harus dikembalikan kepada asas.

“Asas umum dalam hukum pidana itu namanya Actus Reus Mens Rea. Jadi Mens Rea suatu kesalahan itu baru bisa dikatakan dihukum dengan pidana apabila ada niat jahat Mens Rea. Nah untuk itu menetapkan tersangka rujukannya bukan kerugian negara tetapi siapa yang punya niat jahat sehingga menimbulkan kerugian negara,” jelas Jefry Huwae.

Lebih jauh Jefry Huwae menjelaskan, penyidik akan melakukan pengembangan lebih lanjut apakah ada pihak lain yang karena niat jahat dia terencana dengan si Hermanto itu sehingga menimbulkan kerugian negara.

“Jadi penetapan tersangka tidak bisa didasarkan siapa yang terlibat dalam sistem itu sehingga menjadi kerugian negara tidak, tetapi penetapan tersangka ditentukan oleh siapa diantara sistem itu yang punya niat jahat. Jadi kita mau buktikan sekarang niat jahat untuk menentukan subjek hukum, siapa yang minta pertanggungjawaban pidana. Saya kira ini temen temen mau sampaikan ke publik. Supaya publik itu jangan beropini ya apalagi pihak wartawan sendiri yang beropini. Siapa yang tanda tangan di situ harus di penjara, tidak kalau orang itu tidak ada niat jahat. Sedangkan orang yang menerima atau yang terakhir berniat baik maka orang yang bertanda tangan tidak boleh dipidana karena itu bagian dari administrasi negara,” bebernya.

Lebih jauh Jefry Huwae menegaskan jika pola tindak pidana korupsi bukan dilihat dari aspek kerugian negara.

“Bagi saya cara penanganan sebuah tindak korupsi bukan terletak dari suatu kerugian negara, melainkan terletak pada kolaborasi kerugian negara dan niat jahat. Jadi sekarang ini hanya satu orang yang punya niat jahat adalah Hermanto. Tapi tidak menutup kemungkinan ada niat jahat orang lain, ” sambung Jefry Huwae, tentu saja ada.

“Tentu saja bisa jadi ada. Tapi itu lewat proses penyidikan dan bisa dimungkinkan di pengadilan. Sebab terkadang di proses penyidikan orang gak mau ngaku. Tapi setelah diancam di pengadilan dengan ancaman tinggi baru ngaku,” tegas Jefry Huwae.

Terkait penandatanganan pencairan , Jefry Huwae mengaku tidak mau mendahului fakta.

“Umpamanya seorang bendara dalam kewajiban dia untuk mencairkan anggaran. Lalu terjadi kerugian negara apakah dia harus dihukum, tentu saja belum tentu ada niat jahat. Jadi penegakan hukum dimensinya adalah mencari keadilan yang hakiki. Orang tidak boleh dihukum atau pejabat negara karena ingin berbuat baik dengan negara,” tandasnya.

Sementara itu,beredar kabar jika proses pencairan proyek rehabilitasi jalan utama BPTP Babel disebut-sebut ada pihak luar yang intervensi agar proyek tersebut dicairkan 100 persen meskipun pekerjaan aspal yang terbilang mayor itu tidak dikerjakan.

“Yang saya dengar seperti itu, ada pihak luar yg intervensi ke BPTP Babel agar Proyek itu dicairkan sepenuhnya nanti saya coba cari tahu lebih jauh siapa pihak luar yang intervensi itu,”Kata Sumber yang minta namanya untuk dirahasiakan ini,Selasa (17/3).(Oby)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *