Dharmasraya, JAPOS.CO – Tak terima di ejek Janda, Vina (29) Guru Honorer di SDN, Kecamatan Timpeh, Kabupaten Dharmasraya, nekat menampari muridnya. Kejadian yang menghebohkan warga pada tanggal 31 Januari 2020 lalu tersebut menjadi perbincangan hangat warga.Upaya mediasi sudah di tempuh namun hingga berita ini diturunkan belum ada tindakan yang memuaskan bagi beberapa walimurid yang anaknya menjadi korban pemukulan itu, Kamis (13/2).
Salah satu wali murid yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, anaknya sepulang sekolah melapor kepadanya bahwasannya saat disekolah di tampar oleh guru yang bernama Vina.
“Ma adek di tampar sama ibu Vina tadi di kelas dan kawan-kawan lainnya juga, kami di panggil ke dalam kelas terus pintu kelas di tutup dan dedek sama teman-teman dedek di tampari,” ujar wali murid menirukan kata anaknya kepada awak media.
Diceritakan juga bahwa telah adanya upaya mediasi antara pihak Sekolah, Wali Nagari, Komite, Polisi, Camat, Dinas Pendidikan dan 23 wali murid korban pemukulan. Namun hingga saat ini apa yang menjadi tuntutan beberapa orang wali murid belum ada titik terang agar kejadian serupa tidak terulang kembali salah satu tuntutan adalah di keluarkannya guru yang bernama Vina atau di proses secara hukum.
Sementara saat di konfirmasi kepada Kepala Sekolah SDN, Basuki, menjelaskan, kejadian tersebut benar adanya dan pihak sekolah sangat menyayangkan atas kejadian tersebut. Namun demikian apa yang telah di lakukan oleh gurunya itu tidak lepas dari kesalahan dirinya juga selaku Kepala Sekolah dan penanggung jawab disini.
“Memang benar telah terjadi pemukulan pada Jumat (31/1) lalu, disekolah SDN ini terhadap 23 orang siswa dan siswi kelas 2, 3 dan 5. Jadi pada waktu kejadian itu saya selaku kepala sekolah sedang tidak berada di tempat dikarenakan sedang ada acara di luar, dan saya mengetahui kejadian tersebut berdasarkan laporan dari wali murid yang mendatangi rumah saya dan memberikan keterangan bahwasannya anaknya di pukul oleh salah satu oknum guru di sekolah ini,” jelas Basuki diruang kerjanya, Selasa (11/2)
Basuki menambahkan, pihak sekolah sudah mencoba melakukan mediasi kepada 23 orang tua siswa, namun memang benar ada tunutan beberapa orang wali murid yang rasanya tidak pas dan dirinya selaku kepala sekolah juga tidak setuju kalau tuntutan itu di kabulkan.
“Jadi kita dari pihak sekolah juga sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian jika memang kasus ini ingin di lanjutkan itu hak orang tua murid, ” terangnya.
Sementara itu Vina oknum guru yang melakukan pemukulan menjelaskan, memang benar status dirinya seorang janda.
“Namun saya tidak terima kalau di ejek seperti itu, sebelum kejadian itu saya juga sudah peringatkan secara lisan kepada murid-murid tersebut dan saya juga sudah memberikan teguran namun masih juga mengejek saya, dari mulai 4 murid yang mengejek hingga akhirnya menjadi 23 anak yang ikut ikutan disitu saya merasa kesal, ” ungkapnya.
“Saya tau apa yang saya lakukan ini salah, namun karena emosi saya tidak bisa menahannya, pertama saya lakukan pemanggilan kepada salah seorang anak lalu dari anak tersebut dipanggillah anak-anak yang lain ke kelas saya, dan pada saat kejadian itu juga masih dalam situasi belajat mengajar siswa, nah di situ saya tanya dan saya pukul satu persatu,” lanjut Vina menjelaskan ke awak media di hadapan Kepala Sekolah.
Sementara Andar Situmorang, SH, MH Direktur LSM GACD (Government Agains Corruption & Discrimination) Jakarta saat di hubungi terkait adanya oknum guru melakukan kekerasan pisik terhadap muridnya mengatakan, kejadian tersebut sangat jelas mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Dharmasraya.
“Kita semua tahu anak di bawah umur di lindungi dengan Undang-undang perlindungan anak. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau sampai anak-anak generasi penerus bangsa ini terkena ganguan mental dan trauma akibat tindakan kekerasan atau penganiayaan yang di lakukan oleh oknum guru yang menganggap dirinya hebat dan kuat, ” terangnya.
Menurut Andar Situmorang SH MH lagi,aturan hukum yang berlaku tindakan yang dilakukan oknum guru ini sudah melanggar Pasal 80 UU 35/2014 yang mana pelakunya dapat di pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp.72 Juta.
“Dan ini harus ada sanksi hukumnya buat Oknum guru tersebut,karena kalau sanksi hukum tidak di berikan,maka ke depannya Oknum guru tersebut akan melakukan hal yang sama,”pungkas Andar.(Dms)