Kayong Utara, JAPOS.CO – Maraknya pembangunan rumah walet di Kayong Utara dalam beberapa tahun terakhir menjadi satu fenomena sebagai peluang usaha masyarakat yang hendaknya memiliki kontribusi bagi salah satu sumber pendapatan Daerah. Namun sangat disayangkan, upaya Pemerintah Daerah untuk menggali PAD dari walet hingga kini tidak berjalan walau sudah tersedia intrumen hukum untuk itu. Hal ini menjadi kelemahan bupati selaku pemegang kekuasaan tertinggi melaksanakan tiap perda yang telah dibuat.
Tudingan itu dilontarkan mantan anggota DPRD KKU, Amru Chanwari yang pernah menjabat sebagi ketua Bapemperda DPRD KKU periode 2014-2019. Menurutnya, mengenai perda nomor 12 Tahun 2011 tentang pajak sarang burung walet tidak pernah disosialisasikan pada masyarakat khususnya pelaku usaha sarang burung walet. Sehingga bagaimana mau menarik retribusi dari itu, sementara masyarakat pengusaha walet tidak tahu mengenai adanya aturan tersebut.
“Saya sarankan agar DPRD segera memanggil eksekutif guna mempertanyakan bagaimana realisasi penerapan perda-perda yang telah disepakati terutama perda yang berpotensi menjadi sumber PAD. Jika perda tersebut dipandang kurang sesuai dengan kondisi, sebaiknya dilakukan evaluasi guna perbaikan,” kata Amru.
Dilanjutkan Ketua DPC Partai Gerindra ini, kelemahan perda-perda yang telah dibuat dan disepakati yaitu tidak tersampaikanya ke masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang adanya suatu aturan daerah. Padahal, idealnya perda adalah aturan hukum yang mengikat yang wajib dilaksanakan oleh bupati melalui OPD tekhnis.
“Saya meyakini jika Perda ini bisa berjalan, masyarakat pengusaha walet pasti bersedia membayar sesuai aturan mereka tidak sayang membayar retribusi itu selama jelas. Sekarang ini yang perlu kita bangun adalah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Bapemperda DPRD Sukardi menjelaskan bahwa perlu dilakukan revisi terhadap perda-perda guna penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau Perda yang telah ditetapkan dan masih sesuai tentu hal ini bupati wajib untuk melaksanakanya apalagi perda-perda itu berasal dari usulan eksekutif.
“Sangat kita sayangkan kalo Perda dibuat tapi tidak dilaksanakan, sejalan dengan kesepakatan DPRD dan Pemda terhadap peningkatan PAD. Jika dalam penerapanya ada kendala mari kita duduk bersama mencari solusinya, tapi saya pikir mustahil rasanya kalo aturan sudah kita buat tapi tidak bisa dijalankan, kecuali bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” kata politisi Demokrat itu.
Selanjutnya, pihaknya telah melakukan rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan HAM wilayah Kalimantan Barat, ingin Perda yang dihasilkan bukan hanya target kuantitas, tetapi lebih pada kualitas serta kemampuan daerah untuk menjalankanya.
“Jangan sampai seperti dicontohkan Perda nomor 12, tentang pendidikan gratis yang dibuat lantas bertentangan dengan undang-undang nomor 23 tentang Pemda, dimana kewenanganya Pemda dibatasi. Makanya kami selalu koordinasi serta kerjasama dengan Kemendagri ataupun Biro Hukum Provinsi dan Kabupaten supaya mereka juga proaktif untuk saran dan pendapat dalam rencana penyusunanya. Semoga dengan penghargaan yang kami terima di periode 2014-2019 dapat dipertahankan serta ditingkatkan,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Daerah dari Dinas Pendapatan Daerah, Yusrin tidak berhasil didapat keteranganya mengenai berapa besaran pendapatan dari retribusi walet. (Jaydin)