Ketapang, JAPOS.CO – Sikap berbohong PT Harita Prima Abadi Mineral (HPAM), masyarakat tiga Kecamatan yakni Kecamatan Air Upas, Marau dan Singkup telah mengadat perusahaan tersebut.
Perusahaan yang bergerak di bidang tambang itu dituding warga telah ingkar janji atas kesepakatan bersama tentang rencana kejasama pengangkutan bijih bauksit. Perjanjian di atas materai itu ditandatangani oleh direktur PT HPAM selaku pihak pertama dan tiga orang perwakilan masyarakat serta beberapa orang saksi, pada tanggal 04 Juni 2018 lalu. Selain itu, dalam surat pernyataan bersama itu tertera juga paraf para petinggi manajemen perusahaan, tanda disetujui.
Adapun isi pernyataan bersama itu adalah pertama, pihak pertama akan memberikan kesempatan utama kepada pihak kedua untuk berpartisipasi dalam kegiatan penambangan bijih bauksit di area BPP 13-14 air upas pada saat BPP tersebut beroperasi dimana pengoperasian BPP tersebut akan dilakukan oleh pihak pertama pada waktu yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang memungkinkan menurut pihak pertama, dan pihak kedua akan membantu menangani permasalahan sosial yang timbul di area BPP tersebut.
Kedua, mengingat pihak pertama adalah perusahaan terbuka yang terikat dengan pihak ketiga lainnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan secara komersial maupun secara finasial, maka pihak pertama meminta pihak kedua untuk mengajukan nama perusahaan yang memiliki kemampuan operasional, alat berat, dump truck dan financial yang sesuai dengan kriteria yang diberikan oleh pihak pertama untuk menjadi kontraktor utama di area bpp dan perusahaan tersebut menjadi bagian dari pihak kedua.
Ketiga, apabila berdasarkan hasil evaluasi pihak pertama perusahaan yang diajukan oleh pihak kedua tersebut tidak memenuhi kriteria yang diberikan oleh pihak pertama, maka pihak pertama akan mencari perusahaan yang sesuai dengan kriteria tersebut serta perusahaan tersebut sebagai kontraktor utama harus bekerja sama dengan pihak kedua agar dapat bekerja di area BPP tersebut sesuai dengan pernyataan yang tercantum di angka 1.
Keempat, sambil menunggu beroperasi BPP 13-14 tersebut maka pihak pertama memberikan kesempatan kepada pihak kedua untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengangkutan bijih bauksit di area BPP lain selain BPP 13-14 air upas sejumlah 11 unit dump truck dengan syarat dan ketentuan yang akan dicantumkan dalam kontrak terpisah antara pihak pertama dengan pihak kedua.
Kelima, apabila pihak pertama secara operasional membutuhkan tambahan unit dump truck dan prestasi kerja pihak kedua berdasarkan hasil evaluasi pihak pertama cukup memuaskan, maka pihak pertama memberikan kesempatan kepada pihak kedua untuk menambah jumlah unit dump trucknya sesuai kebutuhan dan permintaan pihak pertama.
Keenam, para pihak sepakat bahwa ini merupakan kesepakatan bisnis yang saling menguntungkan para pihak. Etujuh, setelah pihak kedua bekerja di area BPP 13-14 maka pihak kedua akan mendukung seluruh aktivitas pihak pertama sesuai kewenangan pihak kedua.
Dari ketujuh point pernyataan bersama itu, pihak dari masyarakat (pihak Kedua) mengakui dan merasa semua terpenuhi. Semua aturan diikuti, badan hukum perusahaan, persyaratan fisik angkutan, financial dan lainnya yang diberikan oleh pihak perusahaan tak kurang satupun.
“Bahkan proses lelang sebagai inplementsi perjanjian pada point 1,2 dan 3 dengan melampirkan syarat ketentuan lelang dalam upaya menuju profesional kerjasama juga dipenuhi,” kata Robert Jatzuaki Sampouw salah seorang perwakilan warga pada media ini seraya bercerita kehadiran PT Harita diterima di daerahnya, Sabtu (16/11/19).
Robert memaparkan, sejak pembebasan lahan tahun 2012, kesepakatan bersama hingga pengumuman lelang, mereka selalu komunikasi dengan pihak perusahaan baik di daerah maupun di Jakarta. Tidak ada gejala alias ciri-ciri pihak perusahaan akan menjalimi.
Maka dari itu menurut Robert, setiap ada progres dari perusahaan mereka selalu melaporkan ke warga. Semua itu dilakukan terkait keterbukaan dan kesiapan SDM tenaga kerja jika perusahaan benar-benar telah beroperasi.
“Kami sangat memahami perasaan warga atas tidak komitmennya pihak perusahaan. Selama ini warga telah berlapang dada, membuka hati dan mempersiapkan diri untuk bekerjasama secara profesional dan proforsional dengan perusahaan,” paparnya.
Akibat ingkar janji perusahaan tersebut serta sebagai orang yang menjunjung tinggi adat istiadat, maka Kamis (14/11/19), perwakilan masyarakat Kecamatan Air Upas yang didukung oleh Kecamatan Marau dan singkup yang tergabung dari berbagai ormas, pemuka masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh adat telah turun ke jalan menyampaikan pendapat dalam upaya mencari keadilan dan mengadat pihak perusahaan.
Dalam aksi ritual adat mereka telah menanam tajau/tempayan sebagai simbol perlawanan. Tajau tersebut ditanam di jalan tambang PT HPAM yang merupakan salah satu pusat aktivitas perusahaan. Selain itu, massa juga melakukan orasi secara bergantian dan melakukan pemblokadean akses jalan tambang, tepatnya di Washing plant (WP, 1 dan 2 batang Belian) Kecamatan Marau Ketapang.
Diceritakan Robert, dalam orasi banyak hal yang disampaikan, diantaranya mereka berpendapat menduga PT Harita tidak menghargai pancasila sebagai dasar negara. Sebab menurutnya perusahaaan telah mengingkari kesepakatan yang dibuat dan ditandatangani di atas materai, di sana ada gambar burung garuda sebagai lambang idiologi Negara Indonesia, pancasila.
“Kami berpendapat tanda tangan Direktur Utama Boni Subekti, Direktur Keuangan Woe Kim Hoy dan beberapa petinggi Harita lainnya di atas materai mungkin tidak dimengerti dan tidak disadari oleh mereka bahwa pancasila adalah idiologi negeri ini. Maka dari itu kami mengingatkan dengan cara mengadat agar mereka sadar dan paham,” terangnya.
Robert juga menyampaikan bahwa warga tiga kecamatan sepakat apabila jika perjanjian yang sudah disepakati di atas materai itu tidak diberlakukan, maka lahan tambang akan diambil kembali oleh warga.
“Setiap pelanggaran itu ada sanksinya. Namun sebagai orang timur kami selalu membuka ruang untuk mediasi dan meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang dapat membantu mengingatkan pihak perusahaan agar menghormati kesepakatan yang dibuat,” ujarnya.
Melalui media ini Robert mengatakan bahwa warga telah mengambil sikap jika pihak perusahaan tidak mengindahkan tuntutan mereka, maka warga akan turun ke Ibukota Ketapang, dengan jumlah masa yang lebih besar guna menyampaikan pendapat (demo) demi sebuah keadilan.
Menyikapi persoalan di atas, pihak perusahaan telah memberikan keterangan pada media. Dilansir dari Kabar Daerah.com, Irmandi selaku Deputi General Manager PT Harita Group Site Air Upas mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya kesepakatan antara pihak masyarakat dengan management pusat.
“Saya tidak mengetahui kesepakatan ini. Yang saya ketahui adalah PT harita Group telah menunjuk beberapa kontraktor yang mengerjakan kegiatan bijih bauksit tersebut,” ucapnya.
Berbeda pula apa yang dijelaskan Manager Corporate Communication PT HPAM Roliya Helina, menurutnya tidak ada pengingkaran kesepakatan apapun antara masyarakat dengan Perusahaan, dan tidak ada pengingkran janji kepada masyarakat terkait kerjasama masalah angkutan muatan bijih bauksit.
“Setiap rencana operasional perusahaan, kami selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat sekitar,” terangnya pada media tersebut.
Perjuangan Pembebasan Lahan
Masuknya PT Harita Prima Abadi Mineral (HPAM) ke wilayah Kecamatan Air Upas Ketapang Kalimantan Barat mempunyai sejarah tersendiri. Keberhasilan dalam pembesan lahan yang mencapai ribuan hektar itu ternyata adanya campur tangan dingin 9 (Sembilan) warga setempat. Hal itu mereka lakukan pada tahun 2012 lalu dengan waktu kurang lebih 1 (satu) tahun lamanya.
Kesembilan orang ini berkunjung dari pintu kepintu ke rumah warga, menghubungi pemangku adat dan pihak terkait dengan harapan agar masyarakat bersedia menjual lahannya (ganti rugi) serta merestui PT Harita melaksanakan aktivitas tambang di sana.
“Dalam membebaskan lahan, segala upaya kami lakukan. Kerja keras, pendekatan, kesabaran akhirnya target terpenuhi. Tak ada harapan lain, perusahaan bisa beraktivitas dan masyarakat bisa bekerja sehingga pengangguran daerah kami bisa teratasi,” kata Robert Jatzuaki Sampouw yang mengaku sebagai ketua tim sembilan tersebut.
Menurutnya, dalam pembebasan lahan banyak cerita suka dukanya, diantaranya ada ahli waris yang ragu atas rencana kegiatan perusahaan, ada ahli waris yang saling mengklaim dialah dan bukan saudaranya yang pantas menerima gati rugi dan banyak lagi kisah lainnya. “Pokonya bermacam-macamlah,” tambahnya sambil tersenyum.
Selama melakukan pembebasan lahan, ke sembilan orang tersebut tidak di gaji perusahaan. Mereka hanya mendapatkan uang makan dan kontrak rumah.
Robert dan teman-temannya berpikir yang penting ke depannya. Jika kegiatan perusahan berjalan, diharapkan perekonomian masyarakat mendapat imbas. “Warga dapat bekerja dan perusahaan akan membangun daerah,” kisahnya.
Sebagai manusia, sangat manusiawi jika mereka yang terjun langsung untuk mendapat lebih seperti bekerjasama dalam bisnis tersebut. Tentunya menurut Robert suatu kerja sama yang saling menguntungkan dengan tidak mengenyampingkan peraturan atau ketentuan yang ada.
“Terus terang, kami telah membangun komitme lisan dan tertulis dengan perusahaan. Pihak perusahaan pun berjanji dan telah sepakat atas biaya angkut perkubiknya. Tapi apa yang terjadi, pihak perusahaan telah ingkar janji,” ceritanya tampak kesal.
Banyak kisah yang di sampaikan. Namun Robert beserta warga mengharapkan agar perusahaan ingat janji dan dapat menepati semua itu.
Hingga berita ini ditulis, media ini masih melakukan investigasi dan mengumpulkan keterangan berbagai pihak. (TM/Har)