Saksi Ahli : semua Kasus Pidana Penipuan bersumber dari Perjanjian atau Keperdataan

Jakarta, JAPOS.CO –  Sidang kasus penipuan dan penggelapan kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan terdakwa Tedja Widjaja pemilik PT Graha Mahardika (GM), Kamis (28/3) dengan agenda keterangan saksi ahli.

Saksi Ahli pidana, Efendy Saragih dalam keterangannya dihadapan Majelis Hakim bahwa jika syarat-syarat yang diperjanjikan tidak dipenuhi maka wanprestasi bisa menjadi tindak pidana umum.

Efendi mencontohkan jika suatu gedung misalnya tidak dilengkapi semua perizinan dan berita acara serah terima, maka itu dianggap tidak terpenuhi dan terlaksana sebagaimana diperjanjikan. Sebab, berita acara serah terima adalah suatu bukti telah rampung dilaksanakan pembangunan sesuai kesepakatan.

“Jadi, yang dianggap wanprestasi (perdata) bisa menjadi pidana, tetapi tentu saja harus ada dan dibuktikan unsur-unsurnya (pidana) di dalam suatu persidangan,” jelasnya.

Sementara Jaksa Fedrik Adhar  mendakwa terdakwa Tedja telah melakukan serangkaian kebohongan dan penggelapan dalam kaitan pembelian tanah lokasi kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45) dengan mengganti tanah di Cibubur, bangun gedung UTA 45 berikut uang tunai. Mereka dalam hal ini Tedja Widjaja dengan Rudyono Darsono mewakili UTA 45  kemudian membuat berbagai akta perjanjian.

Meski belum tuntas dilakukan pembayaran, berupa pembangunan gedung, tanah pengganti dan uang yang melalui bank garansi (bank garansinya saja tidak dibuat hingga kini dan gedung belum pernah diserahterimakan), terdakwa Tedja Widjaja telah membangun ruko di lokasi bahkan kemudian memperjual-belikannya.

“ Kedua pihak memang diikat dengan akta-kata perjanjian. Tapi perbuatan itu tetap bisa diklasifikasikan sebagai perbuatan pidana jika didukung fakta-fakta dan alat bukti,” kata saksi ahli. Sebab, ada pula kausula khusus yang nyata-nyata tidak dipenuhi dalam perjanjian.

Dengan tidak dipenuhinya syarat-syarat dalam perjanjian, kata ahli, maka properti yang dibangun di lokasi yang baru dibeli namun belum tuntas pembayaran belum bisa dijual. Bahkan di situlah salah satunya letak tindak pidananya.

Menurut ahli pidana yang pengajar di Universitas Trisakti itu, unsur tindak pidana penipuan (378 KUHP) dan penggelapan (372 KUHP) terdapat dalam kasus yang tengah disidangkan (Tedja Widjaja). Sebab, ada yang ditutup-tutupi sejak awal. “ Di sini ada unsur dengan sengaja, di antaranya membeli tidak membayar lunas namun membuat dokumen peralihan hak,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Tugiyanto, ahli menyebutkan banyak perbuatan ingkar janji atau cidera janji yang tampak perdata pada akhirnya bisa menjadi pidana. Jika  yang diperjanjikan tidak dilaksanakan apalagi  ditambah dengan perkataan bohong maupun rekayasa maka sanksinya yang tadinya keperdataan berubah menjadi pidana.

Jika yang diperjanjikan  tak dilaksanakan, ada lagi tipu muslihat rangkaian kata-kata bohong, maka unsur penipuan dan penggelapannya menjadi jelas ada. “ Dengan begitu sanksi pidanalah yang dikenakan. Terutama jika ada yang tidak sesuai atau ditutup – tutupi tidak sebagaimana keadaan yang sebenarnya sejak awal. Belum lagi kalau ada pemalsuan dan serangkaian kata-kata bohong maka jelas unsur penipuan dan penggelapannya sangat kuat,” tutur Efendy. Kata-kata telah ada pembayaran tentu saja harus didukung bukti atau kwitansi.

Demikian pula bangunan yang disebutkan dibangun, tentu saja harus ada berita serahterima dari yang membangun dengan pihak yang meminta dibangunkan. Tidak cukup hanya dengan bukti bahwa gedung tersebut telah dimanfaatkan untuk berkuliah oleh para mahasiswa lantas yang membangun pihak yang membuat akta perjanjian.

Sementara tim penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja mempertanyakan kepada ahli pidana apakah tindak pidananya menjadi gugur jika dalam akta perjanjian dibolehkan menjual properti yang dibangun di lokasi tersebut? Efendy menjelaskan tetap berpendapat tergantung dipenuhi atau tidak semua syarat-syarat yang ada dalam akta perjanjian.

Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda  mendengakan keterangan saksi yang dihadirkan dari kuasa hukum serta keterangan saksi fakta dari jaksa.

“JPU dan pembela jangan lagi menambah-tambah saksinya. Kalau hal seperti ini terjadi lagi dan berbalas-balas kapan persidangan ini selesai,jadi  persidangan selanjutnya untuk pemeriksaan saksi tinggal sekali lagi saja. Sidang berikutnya pemeriksaan terdakwa kemudian tuntutan,” tutupnya.(H.Yusuf)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *